Lagu
Cidro lah yang kemudian membawa
Didi Kempot masuk pesawat terbang dan konser di benua Eropa dan Amerika di dekade '80-an.
"Ada orang Suriname datang ke Indonesia pada akhir 1993, ia bertemu dengan mas Is Haryanto yang kemudian menjelaskan bahwa Didi Kempot adik dari Mamiek Prakoso yang main di Srimulat," kenang Didi, masih ditemani rokoknya.
"Mas Mamiek dihubungi lewat pager oleh Is kalau saya dicari orang Suriname," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sama mas Mamiek diantar ke rumah mas Is. Enggak membayangkan penampilan dan terbang ke Eropa, kemudian ditanya '
opo kowe wani ke Belanda dan Suriname?' [Apa kamu berani ke Belanda dan Suriname] karena lagu
Cidro sukses di sana. Akhirnya tahun 1993 kita berangkat ke Belanda." kata Didi Kempot.
Ketika dirinya sampai di Belanda, Didi kaget banyak yang hafal
Cidro. Belum selesai dicerna oleh nalar, Didi harus menerima fakta bahwa ia konser di salah satu negara Eropa pada 1993 sedangkan ia belum pernah konser di Indonesia.
Momen 'go international' Didi belum selesai. Ia kembali ke Belanda pada 1996 sekaligus melanjutkan ke Suriname. Di negara Amerika Selatan itu, Didi lebih terkenal lagi mengingat banyak orang asli dan keturunan Jawa di sana.
Didi bahkan masih sempat menulis lagu bertajuk
Layang Kangen saat pulang ke Indonesia dari Suriname. Bersamaan dengan itu pula, ia ingin merilis album di Suriname meskipun belum pernah melakukannya di Indonesia.
Didi Kempot pun mewujudkan keinginannya itu. Dari 1996 hingga 1998, ia merilis 10 album yang hanya dirilis di Belanda dan Suriname.
 Didi Kempot (kedua dari kiri) dengan Presiden Suriname, Desi Bouterse (tengah). (Dok. Didi Kempot Official) |
Didi kini berusaha keras mengingat nama album-album itu. Sembari menundukkan kepala dan memejamkan mata, Didi hanya bisa menyebut
Layang Kangen, Trimo Ngalah dan
Suke Teki."Total saya manggung di Suriname sebanyak 11 kali dan Belanda 2 kali," kata Didi sembari bercanda sudah menikmati tiga kali ganti presiden Suriname.
"Beberapa bulan lalu, saya baru balik dari Suriname, setelah tampil saya kasih batik bergambar Didi Kempot ke Presiden Desi Bouterse, dia senang banget," kata Didi merujuk presiden ke-8 Suriname yang dilantik sejak 12 Agustus 2010 itu.
Ada 50 Album, 700 LaguDidi Kempot baru mengicip kesuksesan di tanah kelahiran sendiri ketika berhasil merilis
Stasiun Balapan pada 1999 dan meledak di pasaran. Hal ini membuatnya jadi musisi kenamaan di Indonesia.
Media cetak dan elektronik yang sebelumnya tak acuh pun mulai meliput Didi. Ia mondar-mandir ke berbagai stasiun televisi untuk promo album.
Kesuksesan album
Stasiun Balapan mengantarkan Didi untuk rekaman album kedua bertajuk
Modal Dengkul.
Setelah itu Didi Rutin merilis album bertajuk
Tanjung Mas Ninggal Janji, Seketan Ewu, Plong (2000),
Ketaman Asmoro (2001),
Poko'e Melu (2002),
Cucak Rowo (2003),
Jambu Alas bersama Nunung Alvi (2004) dan
Ono Opo (2005).
"Itu yang album yang diketahui orang, sebenarnya masih banyak lagi album saya. Kurang lebih ada sekitar 50-60 album. Kalau total lagu ada 700-800. Sekarang sedang diopeni (diarsipkan) sama teman-teman," kata Didi.
 Didi Kempot baru mengicip kesuksesan di tanah kelahiran sendiri ketika berhasil merilis Stasiun Balapan pada 1999 dan meledak di pasaran. (dok. Didi Kempot Official) |
Pengarsipan karya menjadi sangat penting bagi musisi karena berkaitan royalti. Masalah royalti diatur melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Setiap pencipta memiliki hak ekonomi yang berarti hak mendapatkan manfaat ekonomi dari karyanya.
Namun untuk mendapat manfaat ekonomi dari karya, seorang musisi harus terdaftar dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Didi menjelaskan ia sudah terdaftar dalam LMK Karya Cipta Indonesia (KCI). Ia lupa sejak kapan, namun ia memastikan sudah terdaftar sejak dulu.
Didi tidak mempermasalahkan hak ekonomi dari KCI karena masih mendapatkan pemasukan dari lahan bernyanyi di atas panggung.
Namun ia mempermasalahkan musisi yang seenaknya mengambil lagu dan mengaransemen tanpa izin. Bahkan ada yang tidak mencantumkan nama Didi Kempot sebagai pencipta.
"Ada juga produser yang resmi bayar ke saya, ada. Tapi sebatas bayar lagu saja, enggak ada saya kecipratan dapet berapa. Awalnya ngomong akan bayar selanjutnya, tapi enggak ada. Mereka cuma bayar hak cipta saja," kata Didi, serius.
"Kita punya tata karma, mau pakai lagu ya ngomong. Kadang enggak, nyelonong dinaikin tanpa ada nama Didi Kempot lagi. Kacau lagi. Kadang kita baru rilis di YouTube, sudah dihajar orang." keluh Didi, mematikan rokoknya yang sudah hampir habis.
[Gambas:Youtube]
(adp/end)