Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa pekan lalu Bumilangit Studios merilis Jagat Sinema Bumilangit (
JSB) jilid 1 berikut film, aktor, dan aktris yang akan terlibat. Mayoritas para pemeran yang ditunjuk sudah memiliki nama besar, seperti Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra dan Chicco Jerikho.
Bila diperhatikan, JSB tak ubahnya bagai Marvel Cinematic Universe (
MCU) atau DC Extended Universe (DCEU). Bila MCU dan DCEU memilih mengangkat cerita dari komik yang mereka buat sendiri, maka JSB mengadaptasi komik-komik yang kekayaan intelektualnya telah dibeli.
Berdiri sejak 2003, Bumilangit mulai mengumpulkan kekayaan intelektual berbagai karakter komik. Sampai saat ini mereka memiliki kurang lebih 1.148 karakter yang terdiri dari pahlawan dan penjahat. Namun tak semua karakter diadaptasi menjadi film.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JSB jilid 1 akan berjalan selama enam tahun ke depan dengan delapan film, yaitu
Gundala,
Sri Asih,
Godam & Tira,
Si Buta Dari Gua Hantu,
Patriot Taruna,
Gundala Putra Petir,
Mandala Golok Setan dan
Patriot. Sampai saat ini, belum ada keterangan resmi jadwal penayangan film-film tersebut.
JSB sebenarnya bukan model film semesta pertama di Indonesia. Sebelumnya sudah ada semesta
Ada Apa Dengan Cinta? (AADC) lewat film
Milly & Mamet (2018). Walau pada 2002 saat
Ada Apa Dengan Cinta? pertama dibuat tidak berdasarkan konsep semesta.
Pengamat film Eric Sasono menilai
AADC? bisa menjadi semesta karena memiliki fondasi yang kuat. Bayangkan saja, 16 tahun setelah
AADC pertama ternyata masih bisa dibuat film yang berkaitan dan tetap sukses.
"Model bisnis film semesta ini sebetulnya bisa jadi menguntungkan bila ada produk yang kuat. Tidak ada ruginya ketika hal itu dilakukan," kata Eric kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu.
Bila produk tidak kuat, maka masa depan semesta tersebut akan suram. Film
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 (2018) misalnya, saat ini tidak ada kabar mengenai sekuel. Padahal awalnya film itu diproyeksikan menjadi trilogi.
 Chicco Jericho dan Abimana Aryasatya, dua pemeran Jagat Semesta Bumilangit yang dibuka dengan film 'Gundala'. (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Gundala yang dirilis mulai Kamis (29/8) harus sukses bila ingin satu semesta JSB sukses. Apalagi film yang disutradarai dan ditulis
Joko Anwar ini ditaksir menelan biaya produksi sebesar Rp30 miliar sehingga menjadi salah satu film Indonesia termahal.
Bila menghitung pendapatan rumah produksi dengan harga rata-rata Rp15 ribu per tiket, setidaknya
Gundala perlu dua juta penonton untuk balik modal. Ini belum menghitung biaya promosi yang tentu tidak murah.
Mengacu pada unggahan Joko di Instagram,
Gundala mendapatkan 174.013 penonton pada hari pertama. Dengan modal di hari pertama itu rasanya mereka harus berjuang lebih keras untuk mendapat dua juta penonton, salah satunya lewat promosi yang kuat.
[Gambas:Instagram]Misalnya, film
My Stupid Boss 2. Pada hari pertama penayangan, mereka mendapat 160 ribu penonton. Berdasarkan data filmindonesia.or.id, film garapan Falcon itu mengumpulkan total 1.876.052 penonton dengan promosi terbilang tidak luar biasa.
 Para aktris yang serta dalam rangkaian film Jagat Semesta Bumilangit Jilid I, dalam acara p erkenalan di Plaza Senayan, Jakarta, Minggu (18/8). (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Eric sendiri optimis
Gundala bakal menembus dua juta penonton. Ia menilai Joko sudah dipercaya oleh penonton Indonesia sebagai sutradara yang menghasilkan karya apik. Film terakhir yang disutradarai Joko,
Pengabdi Setan, mendapat 4,2 juta penonton.
Sementara CEO Bumilangit, Bismarka Kurniawan, mengaku tidak berorientasi pada keuntungan semata lewat film
Gundala. Tak masalah baginya bila
Gundala tidak meraup cukup untung. Toh bisnis ini bukan hanya soal satu film, tetapi meliputi banyak proyek lain yang berada di bawah payung JSB.
Gundala sendiri dimodali oleh Bumilangit, Screenplay Productions (anak perusahaan Surya Citra Media), Legacy Pictures dan Ideosource Entertaiment yang merupakan perusahaan modal ventura. Sementara, khusus untuk JSB sampai saat ini dimodali oleh Bumilangit dan Screenplay Productions.
Koko, sapaan karib Kurniawan, mengatakan pihaknya mengacu pada cara Marvel Studios memproduksi MCU. Contohnya, film
Captain America: The First Avengers (2011). Meski hanya mendapat keuntungan dua setengah kali lipat dari biaya produksi, Marvel terus berjalan memproduksi banyak film.
"Jadi kami
long game, bahwa kami nanti di Patriot ini semua akan ngumpul. Merchandise
Iron Man enggak laku saat filmnya udah enggak tayang. Tapi, begitu ada
Avangers, [walau] enggak ada filmnya merchandise tetap laku," kata Koko kepada
CNNIndonesia.com.
Terlepas dari untung rugi
Gundala, Bumilangit tampaknya memiliki modal yang sangat besar untuk menggarap JSB. Bila tidak, mereka tak akan berani mengumumkan delapan film yang bakal rilis dalam kurun waktu enam tahun sampai 2025.
Koko hanya tersenyum ketika ditanya seberapa aman modal yang ia miliki untuk menggarap JSB. Setelah ditanya beberapa kali, akhirnya ia menjawab singkat. Katanya, yang pasti film-film berikutnya tidak lebih murah dari
Gundala.
"Paling enggak untuk tiga film ke depan kita enggak kepikiran untuk cari uang. Istilahnya, saya enggak khawatir lah. Sebelum
Si Buta Dari Gua Hantu akan ada dua film lagi," ujar Koko sembari tertawa kecil.
Walau memiliki modal yang cukup untuk tiga film ke depan, karya-karya tersebut seharusnya dibuat lebih baik daripada
Gundala. Bila tetap biasa saja seperti
Gundala sebagai film pembuka semesta, penonton akan bosan dan tidak setia dengan JSB.
[Gambas:Video CNN] (adp/rea)