Jakarta, CNN Indonesia -- Tawa dipastikan muncul saat menonton film
Pretty Boys. Film itu menjadi debut bagi Tompi sebagai sutradara, Deddy Mahendra Desta jadi produser dan Imam Darto sebagai penulis naskah.
'Pretty Boys' bercerita tentang dua sahabat bernama Anugerah (Vincent Rompies) dan Rahmat (Desta) yang merantau ke Jakarta. Ambisi mereka hanya satu, menjadi pembawa acara televisi.
Setelah hidup susah, mereka akhirnya memiliki kesempatan menjadi pembawa acara. Namun itu tidak mudah karena mereka berdua diharuskan tampil sebagai lelaki 'ngondek' alias kemayu. Mau tak mau mereka ambil tawaran itu demi mengajar mimpi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita
Pretty Boys tergolong sangat sederhana dan refleksi dari kejadian sehari-hari di Jakarta, banyak perantau di Jakarta dengan tujuan mencari uang, juga tinggal di indekos murah karena pendapatan yang rendah.
 'Pretty Boys' bercerita tentang dua sahabat bernama Anugerah (Vincent Rompies) dan Rahmat (Desta) yang merantau ke Jakarta. (Dok. Prettyboys Pictures) |
Dengan pemaparan tersebut, ada beberapa adegan yang berhubungan dengan penonton. Salah satunya adegan ikonis yang biasa jadi candaan di masyarakat adalah sarapan mie instan karena tak ada uang untuk membeli makanan lain.
Ceritanya sederhana memang, tapi kena.
Cerita film ini juga menjadi menarik karena dibalut adegan komedi yang juga dekat dengan keseharian, seperti tebak-tebakan receh tapi lucu yang dilakukan Anugerah dan Rahmat, serta dialog yang menyindir film atau acara televisi.
Imam Darto yang baru pertama kali menulis naskah film layak mendapat pujian. Walaupun masih ada beberapa kekurangan, seperti perpindahan adegan yang kurang halus dan beberapa dialog yang membosankan.
Selain dari kelakuan Anugerah dan Rahmat, film ini sebenarnya cukup menyoroti perilaku industri pertelevisian yang menempatkan perangai kewanitaan pada lelaki, alias 'ngondek' atau kemayu, sebagai jualan demi mengeruk rating.
 Cerita Pretty Boys tergolong sangat sederhana dan refleksi dari kejadian sehari-hari di Jakarta. (Dok. Prettyboys Pictures) |
Seperti ketika Anugerah dan Rahmat akan memulai pekerjaan di televisi. Mereka diharuskan untuk 'ngondek' dengan alasan "tuntutan pekerjaan".
Bukan hanya itu, sejumlah dialog juga menunjukkan bahwa industri pertelevisian akrab dengan kelompok masyarakat marjinal ini, mulai dari kru hingga penonton bayaran.
Namun sejumlah dialog memang rawan akan stereotipe terhadap masyarakat ini. Seperti ketika ada dialog santai Anugerah yang mengkritik tabiat Rahmat yang tak setia terhadap perempuan.
Sebal karena dikritik, Rahmat membalas dengan kalimat "cerewet seperti banci" untuk Anugerah. Anugerah lalu membalas "banci kok ngomong banci",
Meski cukup sering disinggung, hampir tidak ada dialog atau adegan secara lugas yang mendiskriminasi kelompok tersebut dalam film ini.
Namun, narasi yang dibangun oleh Pretty Boys menyiratkan diskriminasi tersebut.
Terlepas dari banyak hal yang 'ngondek', berbagai dialog dan adegan itu dalam 'Pretty Boys' bisa diartikan sebagai kritikan terhadap industri pertelevisian yang kerap mengeksploitasi sebagian pihak hanya untuk objek penarik pundi-pundi.
Selain itu, debut Tompi sebagai sutradara juga layak mendapat pujian. Peluang untuk serius menekuni karier sebagai sutradara nampak terbuka lebar baginya.
[Gambas:Youtube] (end)