Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota grup
Black Eyed Peas, will.i.am mengaku menjadi korban rasisme oleh salah satu pramugari maskapai asal Australia, Qantas. Ia bahkan mengaku sempat ditahan pihak keamanan.
Hal itu disebut will.i.am terjadi ketika ia berada dalam penerbangan domestik Australia, baru-baru ini.
Melalui serangkaian kicauan di media sosial, will.i.am menyebut pramugari tersebut "kelewat agresif" dan membesar-besarkan masalah ketika musisi itu tak mendengar pengarahan keselamatan penerbangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menggunakan tagar #RacistFlightAttendant, musisi bernama asli William Adams tersebut mengatakan kru pesawat itu "amat kasar" dan "membawa ke level berikutnya dengan memanggil polisi".
Akibat panggilan tersebut, lima polisi menunggu dirinya ketika mendarat di Sydney usai terbang 90 menit dari Brisbane.
"Terima kasih Tuhan penumpang lainnya bersaksi bahwa dia [pramugari] kehilangan kendali," kata will.i.am. "Pihak kepolisian mengizinkan saya pergi,"
Dia mengatakan telah mematuhi "dengan cepat dan sopan" atas instruksi meletakkan laptopnya.
"Saya tak ingin percaya dia rasis. Namun dia dengan jelas menumpahkan seluruh frustrasinya hanya kepada orang berwarna," kata musisi tersebut.
Namun pernyataan will.i.am tersebut dibantah oleh Qantas. Maskapai Australia itu menolak anggapan bahwa masalah rasisme jadi faktor dalam insiden tersebut.
"Ada kesalahpahaman di atas penerbangan, yang tampaknya telah diperburuk oleh will.i.am menggunakan headphone peredam kebisingan dan tidak bisa mendengar instruksi dari kru," kata pernyataan Qantas, dikutip dari AFP.
"Kami akan menindaklanjuti dengan will.i.am dan berharap dirinya baik-baik saja hingga sisa tur," lanjut pernyataan tersebut.
Will.i.am bersama Black Eyed Peas diketahui tengah menjalani tur di lima kota Australia dengan konser di Sydney pada Sabtu malam adalah penutup.
(afp/end)