Jakarta, CNN Indonesia -- "Mas Parto ya? Meluruskan cerita ya? Parto nih. Ada dalang di sini?"
Theresia K. Surya sontak terbahak ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut pegiat industri musik, Kiki Aulia Ucup, saat menjadi tamu podcast BKR Brothers.
Bukan benar-benar bertanya, Ucup sebenarnya sedang menyindir salah satu personel BKR Brothers, Maulana alias Molen Kasetra, yang selalu meluruskan pembicaraan ketika mulai melenceng, layaknya komedian Parto di acara Opera van Java.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana There menjadikan podcast sebagai pengantar tidur pun gagal total. Di kemudian hari, ia pun kerap mengulang episode itu sampai hafal tiap pembicaraannya.
"Ya, episode itu sampai ketawa-ketawa. Gue
dengerin berulang-ulang sampai hafal episode itu," kata There sembari tertawa kecil saat diwawancarai
CNNIndonesia.com.
 BKR Brothers. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Tanpa disadari, There pernah tertawa lepas saat mendengarkan BKR Brothers di tempat umum. Namun tak disangka, momen yang seharusnya memalukan itu justru bisa jadi alat menjaring pendengar baru podcast.
"Dulu sih pernah pertama kali
dengerin di kantor, terus gue ketawa-ketawa sendiri, terus
temen-temen gue pada nanya
dengerin apa. Terus sampe ada yang ikutan
dengerin juga," tutur There.
Hal serupa juga dialami penggemar podcast lainnya, Fikri Nugraha. Ia mengaku sempat beberapa kali kedapatan tergelak sendiri di tempat umum kala mendengarkan siniar BKR Brothers.
"Aku
sempet dengerin di kantor dan tempat umum gitu, terus ketawa-ketawa sendiri. Terus orang-orang nanya, 'Itu apaan sih?' Jadi orang mulai mendengarkan juga sih. Teman-teman yang enggak tahu BKR, jadi tahu. Untungnya mereka juga
relate sih, jadi kayak, 'Oh, ini seru juga ya.'"
Fikri sendiri tahu keberadaan BKR Brothers secara tidak sengaja. Dalam satu perjalanan ke luar kota, Fikri merasa bosan, lantas berselancar di layanan Spotify dan menemukan kanal podcast.
"Ketika
didengerin kok asyik banget ya. Saat aku
dengerin mereka udah ada lima sampai enam episode, jadi agak
telat sih. Dari situ mulai
dengerin terus, dan tahu ada podcast Rapot" kata Fikri.
Berbeda dari Fikri, There justru tahu mengenai BKR Brothers setelah mendengarkan Rapot yang digawangi oleh Reza Chandika, Ankatama, Radhini, dan Nastasha Abigail.
"Gue mendengarkan BKR Brothers semenjak mendengarkan Rapot. Terus gue sempat nonton video di YouTube ada Reza Chandika yang mempromosikan BKR Brothers. Dari situ gue mulai dengar," kata There.
Secara konten obrolan, topik yang dibahas BKR Brothers kebanyakan seputar kehidupan di Jakarta Selatan. Meski Fikri dan There berdomisili dari kawasan lain Jakarta, mereka masih merasa terhubung karena sering main di Jaksel.
Kelamaan, Fikri bahkan merasa dekat dengan Ryo, Molen, dan Bobby meski tidak pernah bertemu. Ketika mendengarkan BKR Brothers, ia merasa duduk bersebelahan di tongkrongan dan berbicara dengan akrab.
"Gue merasa kalau mereka ada di kehidupan nyata, gue bakal
temenan deket. Gue kayaknya lebih cocok sama Bobby dan Ryo, karena Molen terlalu pinter," kata Fikri sembari tertawa.
Dalam film dokumenter
Ear Buds: The Podcasting Documentary (2016), dijelaskan bahwa kelebihan podcast adalah personal dan intim. Pendengar bisa merasa sangat dekat dengan podcaster walau tidak pernah tatap muka secara langsung.
Salah satu podcaster yang dicontohkan dalam film dokumenter itu adalah Keith and The Girl yang dipandu Keith dan Chemda. Penggemar mereka merasa sangat dekat bahkan sampai membuat tato logo Keith and The Girl.
 BKR Brothers. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
BKR Brothers sendiri juga merasa dekat dengan pendengar sekaligus penggemar mereka.
"Kami merasa dekat. Memang dari awal mereka juga menjadi salah satu
support system kami sih," kata Ryo.
Dalam dokumenter juga dijelaskan bahwa kehadiran penggemar setia lah yang membuat podcast di AS bisa menjadi industri besar seiring peningkatan iklan. Namun, beberapa pihak menganggap podcast sebenarnya tidak akan bisa terlalu besar, karena jika sudah ada bisnis, kedekatan penggemar akan hilang.
Fikri, misalnya, mengaku kurang menyukai konten BKR Brothers yang berisi iklan. Ia merasa terganggu dan tidak "termakan" iklan juga.
"Kalau ada iklan gue
lewatin aja langsung. Di Spotify kan bisa dicepatkan 15 detik, jadi enggak kelewatan konten," kata Fikri.
There berbeda pendapat dengan Fikri. Ia merasa BKR Brothers selalu bisa menyampaikan iklan dengan halus sehingga tidak mengganggu.
"Kalau memang apa yang diiklankan sesuai dengan kebutuhan, gue beli. Kalau enggak, ya gue biarin saja," kata There.
(adp/has)