Kisah Lucu Bikin 'Gumush' di Indonesia Darurat Humor

CNN Indonesia
Selasa, 18 Agu 2020 20:40 WIB
Tujuh puluh lima tahun setelah Indonesia merdeka, masyarakat dianggap masih belum bebas melontarkan kritik, termasuk yang disampaikan dalam balutan guyonan.
Tujuh puluh lima tahun setelah Indonesia merdeka, masyarakat dianggap masih belum bebas melontarkan kritik, termasuk yang disampaikan dalam balutan guyonan. (Dok. Pandji Pragiwaksono Management)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tujuh puluh lima tahun setelah Indonesia bebas dari penjajah, masyarakat dianggap masih belum merdeka melontarkan kritik, termasuk yang disampaikan dalam balutan guyonan.

Sejumlah pesohor atau komedian merasa saat ini mereka belum merdeka berekspresi, padahal kebebasan berpendapat dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

"Belenggu" ini terasa semakin kencang di era digital, karena perdebatan di jagat maya dapat melebar hingga akhirnya berujung somasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa bulan lalu, contohnya, satu warga Maluku Utara, Ismail Ahmad, diperiksa polisi terkait unggahannya di media sosial setelah mengutip guyonan lama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tentang polisi.

Ismail mengunggah meme dengan tulisan, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng." Usai proses klarifikasi, Ismail meminta maaf.

Melihat kondisi ini, putri Gus Dur, Alissa Wahid, sempat menganggap Indonesia sedang darurat humor karena guyonan saja bisa menjadi perkara.

"Indonesia darurat humor. Makanya humor jadi seperti ini, kok jadi urusan hukum. Itu berarti sudah darurat sekali buat Indonesia. Dan ini sudah kesekian kali," ujar Alissa kepada CNNIndonesia.com.

Tak lama setelah itu, kritik bernada guyon dari komika Bintang Emon mengenai kasus Novel Baswedan juga sempat memicu serangan akun anonim di media sosial.

Ia bahkan sempat dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika oleh Charlie Wijaya yang mengaku sebagai kader PSI.

Bintang EmonBintang Emon. (Screenshot via instagram @bintangemon)

Sementara itu, komika Pandji Pragiwaksono juga beberapa kali tersandung masalah ketika menyinggung nama tokoh atau pejabat dalam guyonannya di atas panggung.

Semua pengalaman ini membuat Pandji menyadari bahwa kondisi di Indonesia belum ideal untuk panggung komedi stand-up yang memang kerap jadi wadah untuk melontarkan kritik berbalut guyonan.

"Bukan kondisi yang ideal, saya akui. Tapi kalau dibilang kesulitan, rada sudah biasa sih. Soalnya somasi ke saya dari media massa, pengacara terkenal, menkumham juga pernah. Rada biasa walau ini bukan kondisi yang ideal. Saya lebih khawatir ke komedian lain sih daripada saya," tutur Pandji kepada CNNIndonesia.com.

Setelah menuai protes dari beberapa pihak, Pandji sendiri sempat bertekad menggelar pertunjukan "aman" yang tak berpotensi menyinggung orang lain pada 2019.

Ia memikirkan dengan hati-hati semua banyolan. Namun ternyata, ia tetap saja diserang karena melontarkan guyon yang menyatakan kucing adalah hewan gembel.

Tak Peduli Perasaan

Pada akhirnya, Pandji menyadari bahwa setiap candaan yang dilontarkan oleh komika memang akan berpotensi menyinggung perasaan orang lain, apalagi mengingat tersinggung merupakan sebuah refleks.

Sejak menyadari kecenderungan tersebut, Pandji pun mulai mengubah cara menyiapkan guyonan di atas panggung. Ia sudah tak terlalu memikirkan banyolannya menyinggung perasaan orang atau tidak.

"Sekarang sudah enggak (pikirin). Jadi di tur yang di Istora 20 Desember, saya bilang ini pertunjukan yang enggak bakal mikirin perasaan orang. Bukan karena enggak peduli. Karena kalau dipikirin juga percuma," ucapnya.

Pandji Pragiwaksono saat konferensi pers perihal dukungannya pada gerakan konservasi alam di Restoran Puang Oca, Jakarta, Selasa (13/8). (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)Pandji Pragiwaksono. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)

Kendati demikian, Pandji menegaskan bahwa ia tetap terbuka terhadap kritikan atau pandangan orang lain dan siap mempertanggungjawabkan semua hal yang diutarakan.

"Orang yang menyinggung menyediakan dirinya untuk diskusi. Jangan kabur. Orang yang tersinggung juga menyediakan dirinya untuk dialog. Jangan tiba-tiba somasi. Boleh dong nunjukin ketersinggungan enggak sambil menghalalkan darah orang. Kan ngeri juga," kata Pandji sambil tertawa.

Ia kemudian berkata, "Bebas, yang penting dialog aja. Saya juga sebenarnya kesal kalau misalkan orang tersinggung langsung UU ITE, somasi. Ngobrol dulu ngapah biar enak gitu. Sudah itu aja patokannya."

Secara keseluruhan, Pandji menganggap Indonesia memang masih kesulitan untuk bisa merdeka dalam berekspresi. "Setiap kali orang mau berekspresi selalu dihajar dengan opini yang berseberangan," katanya.

(chri/has/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER