"Nyetun dulu, baaang!"
Pengendara taksi daring tersebut merebahkan kursinya setelah mengantarkan seorang pelanggan ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.
Orderan di aplikasinya saat itu sepi. Maklum, sedang pandemi. Ia lantas membuka aplikasi lain di gawainya dan mulai 'nyetun'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baca webtun maksudnya, mbak. Saya ketagihan karena keponakan saya. Seru, mbak," katanya kepada pelanggannya yang baru saja turun dari mobil.
Pemandangan semacam ini kian sering ditemui, terutama di ibu kota kala wabah Covid-19 masih menghantui orang-orang. Webtun memang menjadi salah satu sumur hiburan yang tak pernah kering di tengah pandemi.
Secara sederhana, webtoon atau webtun sebenarnya singkatan dari web dan kartun alias komik dalam bentuk digital.
Komik maya ini pertama kali berkembang di Korea Selatan. Semua bermula dari kehadiran industri komik Korsel yang dikenal dengan sebutan manhwa.
Kata manhwa sebenarnya merupakan adaptasi dari bahasa Jepang, manga. CBR mencatat budaya komik di Korsel memang dibawa Jepang ketika Negeri Sakura menduduki Negeri Ginseng pada 1910-1945.
Pada medio 1990-an, industri manhwa kian besar. The Korea Times melaporkan bahwa saat itu, pemerintah Korsel khawatir akan dampak buruk manhwa pada generasi muda hingga sempat melarang anak-anak membaca komik.
Industri manhwa pun merosot, dan kian terpuruk setelah Korsel diterpa krisis ekonomi di awal medio 2000-an.
Dalam keterimpitan, adalah pengembang portal Daum yang melihat kesempatan. Dengan kemajuan internet, situs tersebut akhirnya mengunggah komik ke laman mereka untuk pertama kalinya pada 2003.
Setahun kemudian, Naver mengikuti jejak tersebut dengan merilis WEBTOON, lini perusahaan yang akhirnya melebarkan sayap, bahkan hingga kini menaungi Indonesia.
Pada awal 2010, webtun terus menanjak menuju puncak popularitas hingga beberapa penerbit asal Korea, seperti Lezhin dan Toomics, mulai menerjemahkan komik-komik digitalnya ke dalam bahasa Inggris.
Webtun yang populer kala itu, seperti Lookism, Tales of the Unusual, The God of High School, Noblesse, dan Tower of God, makin dikenal di mancanegara karena diterjemahkan ke banyak bahasa.
![]() |
Generasi muda sangat mudah menerima webtun, apalagi karena mudah diakses dan berbagai gawai dan yang terpenting, banyak komik digital dapat dinikmati secara cuma-cuma.
Selain itu, webtun juga menawarkan banyak topik, mulai dari komedi, romansa, kisah santai sehari-hari, horor, laga, fantasi, bahkan resep masak hingga kehidupan binatang peliharaan.
Webtun semakin menarik karena layaknya kanal jejaring sosial, pembaca dapat memberikan komentar dan rating untuk tiap komik. Penilaian ini nantinya menjadi dasar kreator untuk menyiapkan episode selanjutnya.
"Sejak ada aplikasi webtun, jumlah pembaca yang menuliskan komentar jadi bertambah. Itu membuat kreator bisa melihat respons pembaca," kata Shin Eui-cheol, kreator School Holic, Tomorrow is Webtoon, dan Sidekick, seperti dilansir Korea Herald.
Tak hanya itu, webtun-webtun masa kini bahkan punya efek suara yang bisa menambah keseruan saat membaca.
Sebelum sampai pada titik mutakhir ini, webtun sudah melalui serangkaian evolusi beberapa generasi, dimulai dari generasi nol, pertama, kedua, hingga ketiga.
Generasi nol merupakan versi awal webtun, biasanya berupa hasil pindai komik satu halaman yang kemudian diunggah ke internet. Pada generasi pertama, kreator dapat menambahkan efek-efek visual dalam komik.
![]() |
Sampai generasi ini, penikmat masih harus mengklik tanda panah jika ingin membaca cerita di lembaran selanjutnya.
Seiring perkembangan teknologi, kreator mulai bisa membuat komik secara vertikal pada generasi kedua. Dengan demikian, pembaca hanya perlu scrolling untuk melihat halaman berikutnya.
Hingga akhirnya kini, pembaca mengenal generasi ketiga yang bisa diakses melalui telepon genggam. Webtun masa kini bahkan sudah dipadatkan dalam bentuk aplikasi tersendiri, lengkap dengan efek suara dan visual yang kian semarak.
Webtun semakin dicintai. Para penggemarnya bahkan berinisiatif untuk mengalihbahasakan komik-komik tersebut.
Pada 2015, LINE WEBTOON masuk ke Indonesia. Daum juga terus bergeliat, menggandeng Tapastic Media untuk merangkul pasar internasional.
Saat baru masuk Indonesia, LINE WEBTOON masih berisi konten karya komikus Korea Selatan. Hingga akhirnya, mereka merekrut Faza Ibnu Ubaydillah alias Faza Meonk, kreator komik Si Juki yang sudah dirilis secara fisik dan digital sejak 2011.
Sampai saat ini, LINE WEBTOON sudah menerbitkan webtun dari sederet komikus Indonesia, seperti Annisa Nisfihani, Nurfadli Mursyid, Felicia Huang, hingga Archie The RedCat.
Seperti di Korea, webtun di Indonesia juga memiliki basis penggemar yang besar, sampai-sampai rumah produksi kepincut menggarap film berdasarkan komik digital, seperti Si Juki.
Sampai 2016, LINE WEBTOON memiliki 88 judul komik, 36 di antaranya karya lokal. Dari keseluruhan webtun lokal itu, 11 di antaranya sudah tamat dan 36 masih berlanjut.
Dengan antusiasme pembaca, kreativitas komikus, dan perkembangan teknologi, webtun diyakini masih akan berkembang pesat, menjadi sumur hiburan yang tak pernah kering.
CNNIndonesia.com akan menggali lebih dalam seluk beluk webtun dalam fokus bertajuk Komik Daring Tak Pernah Kering. Selamat menikmati!
(has/bac)