Jagat hiburan berduka ketika tersiar kabar meninggal Ki Seno Nugroho, dalang kondang yang digadang-gadang dapat membawa perubahan karena berhasil membuat anak muda menggandrungi wayang.
Duka tersebut membanjiri berbagai jejaring sosial, termasuk Twitter pada Rabu (4/11), sehari setelah sang dalang meninggal. Para anak muda di jagat maya mengaku sedih karena harus kehilangan sosok idola yang membuat mereka menyukai wayang.
"Selamat jalan Mas Bagong/Ki Seno Nugroho. Terima kasih sudah membuat saya suka nonton wayang dan sering streaming untuk ningali panjenengan," tulis salah satu warganet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah warganet lainnya menyayangkan kepergian Seno karena saat ini, namanya sedang melambung di kalangan anak muda.
Sebelum meninggal, Seno sendiri sempat mengakui bahwa namanya memang mulai dikenal karena anak muda menyukai pertunjukan wayangnya yang segar dan lucu. Ada pula yang suka karena Seno mengombinasikan gaya wayang Solo dan Yogyakarta.
Dalang asal Yogyakarta itu mengaku senang karena belakangan, pertunjukan wayangnya selalu dipadati oleh para anak muda. Semua tayangan wayang yang ia unggah ke YouTube pun selalu laris manis.
Namun jauh sebelum namanya melambung, Seno tak pernah menyangka ia bisa dikenal sebagai seorang dalang.
Lahir pada 23 Agustus 1972, Seno memang tumbuh di tengah keluarga keturunan dalang. Kakek dan ayahnya merupakan dalang kondang di Yogyakarta.
"Kakek dan ayah saya seorang dalang. Waktu kecil, saya suka ikut bapak saya dalang, tapi belum ada ketertarikan. Hanya melihat wayang saja," ujar Seno saat bercerita mengenai perjalanan hidupnya dalam video yang ia unggah ke kanal YouTube resminya.
Semua berubah ketika ia mulai menginjak usia remaja, tepatnya saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu, ayahnya mengajak Seno untuk menonton pertunjukan wayang Ki Manteb Soedharsono.
"Lihat kepiawaian KiManteb dalam pementasan wayang itu luar biasa. Sepulang dari pementasan KiManteb itu, sayaterpecut bahwa beliau pun bisa. Kenapa kita tidak bisa? Asal mau belajar, kita bisa seperti beliau," tuturSeno.
![]() |
Sejak saat itu, Seno mulai tekun berlatih di rumah. Ia juga rajin menabung demi membeli tiket pertunjukan Ki Manteb jika dalang tersebut sedang bertandang ke Yogyakarta.
Seno lantas masuk Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) jurusan pedalangan. Di sanalah ia membentuk grup cikal bakal Wargo Laras, kelompok yang setia mengiringi pertunjukan wayangnya hingga kini.
Sembari latihan, Seno terus mencari jati dirinya sebagai seorang dalang. Kagum dengan sederet dalang kondang Indonesia, Seno akhirnya mengombinasikan berbagai gaya di dalam pertunjukannya.
"Dari situ, saya mencari jati diri saya, mengolaborasikan semuanya," kata Ki Seno di video YouTube resminya.
Dalam perjalanan pencarian jati diri tersebut, Seno menyadari bahwa wayang harus dapat diterima oleh semua kalangan. Ia pun berupaya untuk mengubah citra wayang sebagai pertunjukan dengan sastra sulit menjadi perhelatan berbahasa sederhana.
Menurut Seno, dalam satu pertunjukan wayang ada sejumlah aspek, yaitu tuntunan, tontonan, dan tatanan. Untuk menggaet anak muda, ia mencoba membuat aspek tuntunan tidak berbelit-belit agar anak muda tidak cepat bosan.
Ia juga lihai membaca kecenderungan karakter yang disukai anak muda. Menurutnya, anak muda sangat suka tokoh Bagong karena nakal, tapi bisa membuktikan kebolehannya. Seno pun tak masalah jika harus menampilkan sosok Bagong lebih banyak dalam pertunjukannya.
Selain konten, Seno juga sangat memikirkan teknis pertunjukan agar dapat memikat lebih banyak anak muda. Ia lantas membuat akun YouTube resmi dengan nama Dalang Seno yang kini sudah diikuti oleh 448 ribu akun.
Di sana, Seno kerap menampilkan live streaming pertunjukannya sehingga dapat dinikmati langsung oleh masyarakat Indonesia tanpa harus terbang ke Yogyakarta.
Berkat teknologi tersebut, Ki Seno dianggap sebagai salah satu seniman yang bisa mempertahankan eksistensi di tengah masa pandemi Covid-19.
"Saya kira dialah rajanya live streaming di Indonesia. Setiap selalu pentas secara live dengan cerita wayang climen atau cerita singkat sekitar dua jam, tapi penontonnya bisa mencapai 8.000 penonton," kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
Ketika mendengar kabar Ki Seno Nugroho meninggal dunia pada Selasa lalu, Heroe pun menyatakan bahwa Yogyakarta kehilangan sosok dalang fenomenal.
"Kita kehilangan ikon kesenian wayang kulit yang fenomenal. Selamat jalan, dalang kesayangan. Dalang yang membuat pembaruan dan keluwesan dalam memberikan hiburan yang mendidik," katanya.
(has)