George Clooney bisa dibilang sebagai sineas serba bisa. Selain menjadi aktor, ia juga bisa menjadi penulis produser, penulis naskah, dan sutradara. Seperti dalam film The Monuments Men (2014) dan Suburbicon (2017).
Pria berusia 59 kembali menjadi produser, sutradara, dan aktor lewat film terbaru bertajuk The Midnight Sky. Film ini diproduksi Smokehouse Pictures dan Anonymous Content yang rilis di layanan streaming Netflix pertengahan Desember lalu.
The Midnight Sky merupakan film adaptasi novel bertajuk Good Morning, Midnight karya penulis asal Amerika Serikat, Lily Brooks-Dalton. Novel itu pertama kali rilis pada 2016 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam film itu Clooney memerankan karakter utama bernama Augustine, seorang ilmuwan tinggal di tempat kerja di Artika. Ia berusaha mencegah sejumlah astronot pulang karena Bumi dilanda bencana misterius.
Dalam wawancara virtual terbatas dengan sejumlah media beberapa waktu lalu, Clooney mengatakan lokasi syuting The Midnight Sky di Islandia. Lokasi itu dipilih untuk menyesuaikan adegan yang banyak menampilkan salju dan badai.
"Sebagai aktor syuting terasa mudah karena terbantu dengan elemen di sana, seperti cuaca buruk yang dibutuhkan aktor untuk bereaksi. Bila tidak ada cuaca buruk, kami harus memalsukan reaksi tersebut dan itu tidak akan berhasil," kata Clooney.
Ia melanjutkan, "Sebagai sutradara, syuting film ini tidak mudah. Kami mengambil gambar dengan kamera film 65mm, kamera besar dan berat, yang digerakkan dengan tangan. Kami memiliki tiga orang yang memegang [juru kamera] saat angin bertiup."
Clooney mengingat saat mengambil gambar salah satu adegan, lokasi syuting diterpa angin kencang yang ia sebut sebagai tornado mini. Mereka yang ada di lokasi tidak sempat pindah tempat dan hanya berpegangan pasrah dihantam tornado.
Kejadian itu belum seberapa ketimbang Clooney yang harus tampil dalam adegan badai salju. Tepatnya ketika ia harus mencari Iris (Caoilinn Springall) yang seketika hilang dari tempat kerja Augustine.
Dengan tegas Clooney menjelaskan bahwa badai yang dilihat oleh penonton benar-benar terjadi. Kala itu Clooney harus berjalan di tengah badai salju yang sangat kencang, sementara Springall menunggu di balik layar.
"Kami terikat pada sebuah tali karena ketika badai menghantam kita tidak bisa melihat satu sama lain dan bisa tersesat. Setelah 45 detik, karena saya tidak menggunakan kacamata, bulu mata saya membeku dan tertutup," kata Clooney.
Mau tak mau syuting harus dihentikan sementara agar penglihatan Clooney kembali. Ia dibawa ke sebuah trailer untuk melelehkan serpihan es yang bersarang di matanya hingga tidak bisa melihat apa pun.
Setelah es berhasil dilelehkan, tanpa berlama-lama Clooney kembali syuting, ia sangat totalitas. Bahkan ia juga menurunkan berat badan dan memanjangkan janggut demi peran Augustine.
"Saya menurunkan berat badan sebanyak 11,3 kilogram saat musim panas di Italia. Penurunan berat badan itu menyebalkan, keluarga saya makan pasta, sementara saya hanya makan semangkuk sup," ungkap Clooney mengenang penurunan berat badan.
Lebih lanjut, Clooney menjelaskan perbedaan cerita antara film The Midnight Sky dengan novel Good Morning, Midnight. Salah satunya adalah karakter Sally yang diperankan Felicity Jones hamil.
Ia terpaksa menampilkan karakter Sally hamil karena tiga pekan sebelum syuting Jones mengabarkan bahwa ia hamil. Mau tak mau Clooney harus berusaha untuk membuat kehamilan Sally menjadi bagian dari cerita.
"Kami memulai itu dengan memperlihatkan seseorang memberikan nama pada anak itu dan lain-lain. Semakin lama semakin jelas bagi saya bahwa kehamilan tersebut memang seharusnya ada dalam cerita karena berkelanjutan. Itu memang sebagaimana mestinya," kata Clooney.
Ia melanjutkan dengan menyimpulkan, "Secara keseluruhan, persiapan untuk film ini mudah. Ini yang kami lakukan untuk hidup, ini yang saya lakukan sebagai aktor untuk hidup. Jadi itu tidak susah, yang susah adalah persiapan sebagai sutradara."
(adp/bac)