RONA BUDAYA

Patung Dirgantara, Pengingat Utang Negara ke Edhi Sunarso

CNN Indonesia
Minggu, 31 Jan 2021 10:26 WIB
Berdiri tegak di Pancoran sebagai lambang kegagahan bangsa, Patung Dirgantara ternyata masih menyisakan utang pembangunan ke sang pematung, Edhi Sunarso.
Berdiri tegak di Pancoran sebagai lambang kegagahan bangsa, Patung Dirgantara ternyata masih menyisakan utang pembangunan ke sang pematung, Edhi Sunarso. (Antara Foto/Nova Wahyudi)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekitar satu tahun sebelum dilengserkan, Presiden Sukarno berdiri gagah memperagakan pose manusia dirgantara Indonesia yang ingin ia abadikan dalam bentuk patung.

Dengan visi membangun citra kedirgantaraan Indonesia, Sukarno rela merogoh koceknya sendiri demi memenuhi biaya pembuatan Monumen Patung Dirgantara.

"Dengan uangku sendiri nanti. Negara tidak punya uang. Istana Presiden tidak pernah punya duit!" kata Sukarno.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan keterangan di buku Dari Lorong-lorong Istana karya Agus Dermawan, pembangunan patung itu memang membutuhkan biaya fantastis di masanya, yaitu mencapai Rp12 juta.

Pemerintah kala itu hanya dapat memberikan dana dari subsidi senilai Rp5 juta. Pembangunan juga sempat tertunda akibat tragedi G30 S.

Dari balik tahanan rumah di Wisma Yaso, Sukarno mendengar kabar mengenai kekurangan dana proyek Patung Dirgantara. Ia akhirnya menjual mobil pribadinya yang saat itu seharga Rp1 juta.

SUKARNO'S ARRIVAL. Indonesian President Soekarno arrived at Asia Africa Street on April 18, 1955. (Source: Asian-African Conference Museum)Ilustrasi mobil Sukarno. (Dok. https://aacc2015.id/)

Edhi bersedia ambil bagian dengan menyumbang Rp6 juta dari kantongnya sendiri. Kepada Edhie, Sukarno berjanji akan mengganti biaya tersebut sekeluarnya dari Wisma Yaso.

Belum rampung Patung Dirgantara, Bung Karno lebih dulu mangkat pada 21 Juni 1970. Ia juga belum sempat mengganti uang pribadi Edhi untuk merampungkan Patung Dirgantara.

Meski terseok-seok, Edhi berhasil merampungkan pengerjaan Patung Dirgantara yang menjadi keinginan terakhir Bung Karno.

Hingga akhir hayatnya, Edhi masih belum menerima pembayaran biaya pembuatan Patung Dirgantara dari pemerintah.

"Seniman itu tidak mementingkan untung rugi, dan kita tidak protes karena kita tahu bapak banting tulangnya seperti apa, sampai manjat-manjat," ujar putra Edhi, Satya Sunarso, kepada CNNIndonesia.com.

"Bapak itu sampai naik ke Patung Pancoran, dan itu ada foto-fotonya, tapi waktu itu bapak masih muda ya. Sudah terpasang pun bapak sudah puas."

Sepeninggal Edhi, keluarga sang pematung legendaris itu pun tak pernah menuntut negara untuk membayarkan piutang bapaknya.

"Bapak ini orangnya semeleh. 'Ah, ya wis. Kita setengahnya sudah ikhlas. Sekarang tergantung yang masih hidup, mau ganti ya monggo. Tidak, ya sudah. Yang seharusnya diganti juga tidak mau," kata Satya.

Bagaimanapun, Satya hanya berpesan agar tidak ada satu pihak pun yang menduplikat patung-patung buatan ayahnya.

Apabila ada pihak yang ingin membuat suvenir atau iklan menggunakan patung karya Edhi, Satya mempersilakan, asal melalui proses izin benar.

Sebagai karya seni, nilai Patung Dirgantara sendiri dianggap tak bisa dihitung dengan uang. Patung ini dapat berdiri berkat kerja keras Edhi menerjemahkan gagasan Sukarno.

"Waktu saya sedang mengerjakan Monumen Dirgantara. Saya sudah mengumpulkan banyak desain, tetapi tak ada satupun yang memuaskan Bung Karno," ujar Edhi seperti dikutip Tuan Tanah Kawin Muda: Hubungan Seni Rupa-Lekra 1950-1965.

Dalam kebuntuan itu, Sukarno mengingatkan Edhi pada sosok tokoh pewayangan Gatot Kaca yang mahir terbang dan bertubuh kuat.

Meski Indonesia belum dapat membuat pesawat terbang dan jet tempur, kaum bumiputra tetap berani menerbangkannya. Begitulah ide Sukarno kala itu.

Foto udara lalu lintas kendaraan di tol dalam kota kawasan Pancoran, Jakarta, MInggu (12/4/2020). Dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, Pemprov DKI Jakarta  memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari dimulai pada 10 April hingga 23 April 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.Patung Dirgantara. (Antara Foto/Nova Wahyudi)

Agar lebih mudah dipahami, Sukarno memperagakan gerakan orang yang hendak terbang. Tanpa menunggu aba-aba, Edhi merekam momen itu dalam ingatannya.

"Kalau di Patung Pembebasan Irian Barat teriak, Bebas!Aku ingin bebas! Aku Sudah Bebas!' Kalau Patung Selamat Datang teriak, 'Selamat Datang!' Nah, kalau Patung Dirgantara teriak, 'Cita-cita!'" kata Satya mencoba menerangkan maksud Sukarno.

Edhi lantas kembali ke Yogyakarta untuk membuat cetakan Patung Dirgantara di bengkelnya. Setelah melalui proses yang panjang, satu persatu bagian patung diangkut ke Jakarta menggunakan truk.

Setelah melalui perjuangan panjang, Monumen Patung Dirgantara akhirnya berdiri tegak pada 1966. Namun hingga kini, keluarga Edhi sendiri tidak punya miniatur Monumen Patung Dirgantara.

"Bapak juga waktu [cari] miniaturnya Patung Dirgantara. Kita cari, enggak ketemu. Itu pernah dititipkan di salah satu museum, tapi kita cari-cari belum ketemu," katanya.

(nly/has/bac)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER