HARI FILM NASIONAL

Jejak Langkah Usmar Ismail Rangsang Gairah Film Indonesia

CNN Indonesia
Selasa, 30 Mar 2021 15:45 WIB
Hari Film Nasional ditetapkan dari proses syuting film Darah dan Doa (1950) karya Usmar Ismail. Ia juga dijuluki sebagai bapak film Indonesia.
Hari Film Nasional ditetapkan dari proses syuting film Darah dan Doa (1950) karya Usmar Ismail. Ia juga dijuluki sebagai bapak film Indonesia. (Foto: Dok. Buku Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia via Wikimedia)

Tak lama, Usmar Ismail bersama kakaknya, El Hakim, dan beberapa temannya seperti Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, serta H.B. Jassin mendirikan kelompok sandiwara yang diberi nama Maya. Kelompok ini mementaskan sandiwara berdasarkan teknik teater Barat.

Hal itu kemudian dianggap sebagai tonggak lahirnya teater modern di Indonesia. Sandiwara yang dipentaskan Maya, antara lain, Taufan di Atas Asia, Mutiara dari Nusa Laut, Mekar Melati, dan Liburan Seniman.

Sesudah masa proklamasi kemerdekaan, Usmar yang terjun ke dunia jurnalistik sempat merasakan jeruji penjara oleh Belanda karena dituduh terlibat kegiatan subversi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Belanda pergi dari Indonesia, Usmar Ismail kembali melanjutkan minatnya yang lebih serius pada perfilman.

Lewat bantuan Anjar Asmara, teman sekolahnya sewaktu di Yogyakarta, Usmar Ismail terjun ke dunia film sebagai asisten sutradara dalam film berjudul Gadis Desa.

Setelah itu, ia kembali terlibat pada penggarapan film berikutnya, seperti Harta Karun, dan Citra.

Salah satu adegan bernyanyi dalam film Tiga Dara karya Usmar Ismail. Film ini menceritakan tiga perempuan muda bernama Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny (Indriati Iskak) yang dibesarkan oleh neneknya setelah ibu mereke meninggal. Mereka juga tinggal bersama bapaknya yang bernama Sukandar (Hassan Sanusi) yang sibuk dengan pekerjaannya.
Salah satu adegan bernyanyi dalam film Tiga Dara karya Usmar Ismail. (Foto: Dok. Perfini dan S.A Films)

Tak lama kemudian, Usmar Ismail pun memberanikan diri menjadi sutradara yang ditunjukkan lewat karya perdananya berjudul Darah dan Doa (1950). Film ini bahkan dinobatkan sebagai film pertama Indonesia karena disutradarai oleh orang Indonesia.

Selain film itu, Usmar Ismail juga menyadari beberapa film lain diantaranya Enam Jam di Yogya (1951), Dosa Tak Berampun (1951), Krisis (1953), Kafedo (1953) Lewat Jam malam (1954), Tiga Dara (1955), dan Pejuang (1960).

Setelah malang melintang sebagai sutradara, Usmar Ismail meninggal dunia pada 2 Januari 1971 karena penyakit stroke dalam usia hampir genap lima puluh tahun.

Tak hanya menetapkan tanggal pengambilan gambar film Darah dan Doa sebagai hari Film Nasional, pemerintah Indonesia juga menobatkan namanya sebagai nama gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.

(nly/fjr)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER