Sinetron religi mencapai masa keemasan pada dekade 2000an, stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan konten genre tersebut, khususnya di momen bulan suci Ramadan.
Beberapa yang berhasil menyita perhatian penonton adalah Doaku Harapanku (1998-2000), Lorong Waktu (1999-2006), Hikmah (2004-2006) dan Para Pencari Tuhan alias PPT (2007-sekarang).
Dari sekian banyak sineas yang membuat sinetron religi, Deddy Mizwar merupakan salah satu sineas yang paling banyak dan konsisten membuat sinetron religi. Setidaknya ia sudah membuat tujuh sinetron religi dari tahun 1992 sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Bagi mantan wakil gubernur Jawa Barat tersebut, membuat konten yang sesuai keinginan pasar demi uang dan rating tidak begitu penting, yang penting adalah bagaimana bisa menciptakan pasar yang baik.
"Saya kira motivasinya begini, saya dikasih pengetahuan tentang pembuatan film. Lalu manfaatnya apa untuk agama saya? Saya bisa bikin film macem-macem, film bokep pun saya bisa, tapi apa manfaatnya buat saya dan agama saya apa?," kata Deddy.
Sayangnya, menciptakan pasar yang baik tidak mudah lantaran banyak sinetron religi lain yang tidak dikerjakan dengan baik dari berbagai aspek. Ia mencontohkan dengan sinetron yang digarap dengan gaya produksi striping yang hanya berorientasi pada uang dan rating.
"Mau rating setinggi apa juga sinetron striping pasti enggak bagus. Kalau bagus, pasti Amerika sudah duluan. Saya enggak mau ikuti itu, karena itu pemaksaan opini pada masyarakat yang kadang-kadang bisa berdampak negatif," katanya.
Di sisi lain, tren cerita sinetron religi mengalami pergeseran pada medio dekade 2000an. Dari dakwah berbalut komedi menjadi dakwah berbalut misteri dengan menyajikan azab mengerikan. Bahkan sinetron religi misteri masih ada beberapa sampai sekarang.
Pergeseran tersebut, kata Satrio, bersamaan dengan perubahan pola pikir manusia yang memang terjadi pada medio dekade 2000-an. Kala itu terjadi wacana berpikir manusia yang kontemporer yang menurutnya berperan dalam pergeseran tren cerita sinetron religi.
Bak angin lalu, sinetron religi dengan gaya bercerita misteri tidak berlangsung lama meski masih ada beberapa sampai sekarang. Satrio menilai hal itu terjadi lantaran konten tersebut tidak digarap dengan konsisten.
"Sebuah tren yang digarap secara konsisten tidak akan mudah hilang dan dilupakan. Ini berlaku untuk konten apa pun terlepas dari kualitas yang bagus atau tidak, termasuk sinetron religi dengan cerita misteri," kata Satrio.
Semakin ke sini sinetron religi yang semakin tak memiliki pasar tak membuat Deddy patah semangat. Buktinya, sampai tahun ini ia masih memproduksi PPT yang memasuki musim ke-14.
Menurutnya, sinetron religi akan tetap relevan selama masih ada keluarga Islam yang membutuhkan hiburan di Indonesia.
"Umat Islam membutuhkan tontonan buat keluarga, tetapi mesti disertai dengan pengetahuan tentang agama yang baik.Harus benar, jangan sembarangan, belakangan kan sembarangan, yang penting ada sorban jadi Islam," tutupnya.
(adp/fjr)