Review Film: Ali & Ratu Ratu Queens

Fajar Fadhillah | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jun 2021 19:00 WIB
Review Film: Ali & Ratu Ratu Queens (Foto: Palari Film/Netflix)
Jakarta, CNN Indonesia --

Artikel ini mengandung beberan/spoiler.

Menarik memang, betul-betul merantau ke New York bersama Ali lewat film ini. Tapi terlalu banyak premis yang ditawarkan Ali & Ratu Ratu Queens membuat kita tidak pernah benar-benar sampai titik sentimental yang diharapkan.

Sejak awal kita difokuskan pada karakter Ali (Iqbaal Ramadhan), bahkan sejak membaca judul. Sejak awal hingga akhir film, mau tak mau Ali merepresentasikan perasaan penonton.

Ini kisah tentang Ali, seorang remaja yang telah ditinggal pergi ibunya, Mia (Marissa Anita) sejak kecil. Ibunya pergi ke New York, AS, mengadu nasib, dan harus pergi dari masa kecil Ali.

Dengan uang yang tersisa sejak Ayahnya (Ibnu Jamil) meninggal, dan modal dari menyewakan rumah keluarga, Ali memutuskan untuk pergi sendiri ke New York mencari sang ibu.

Ali tak langsung jumpa sang ibu. Bermodal alamat lama, ia akhirnya tiba di bekas apartemen ibunya, dan malah bertemu empat orang wanita dewasa asal Indonesia.

Mereka adalah Ratu-ratu Queens, bagian lainnya dari judul film ini: Party (Nirina Zubir), Biyah (Asri Welas), Ance (Tika Pangabean), dan Chinta (Happy Salma).

Tentu saja misi mencari sang ibu tidak terlalu sulit, karena film berlatar era teknologi informasi modern. Tapi, penolakan Mia (ibu Ali) di awal pertemuan lah yang membuka konflik cerita.

Perasaan yang Baru

Waktu berjalan, dan terbentuklah 'unconditional love' antara Ali dan keempat tante di apartemen tempat mereka tinggal. Inilah hal justru menjadi daya tarik dalam film ini.

Unik rasanya melihat empat orang wanita dewasa berbagi kasih yang wajar dengan seorang remaja yang menggebu-gebu, yang hidupnya didorong kecemasan yang mendasar: orangtua.

Penonton dibuat 'nyaman' dengan empat karakter tante yang berbeda, karena mereka cukup menjadi diri mereka untuk menunjukkan peduli dan sayang pada Ali.

Film menyuguhkan hubungan rasa yang tidak sering dijumpai (Foto: Palari Film/Netflix)

Party memiliki karakter yang biasa Nirina Zubir mainkan, Ance menjadi persona Tika Panggabean yang sudah kita tahu, dan begitupun dengan Biyah dan Chinta.

Hal tersebut menjadi 'nyaman' disaksikan, tidak terasa 'pretentious' sebagai sebuah sajian fiksi. Kita tahu, jatahnya marah-marah diambil siapa, jatahnya 'julid' milik siapa, kita tahu.

Kisah kasih yang unik ini membuat beberapa adegan memberi penonton sensasi rasa yang mungkin jarang didapati dari film-film drama yang pernah ada.

New York yang Seperti Apa?

Film ini terasa ingin mendeskripsikan New York, tapi tidak sampai. Jelas sejak awal, bahkan dari judul, bahwa film ini menjual New York: pemandangan, perasaan, keadaan.

Untuk proyek produksi film yang betul-betul dilakukan di New York, film Ali & Ratu Ratu Queens terasa tidak seutuhnya memberi nuansa New York, salah satunya warna.

Melalui perjalanan Ali dan ibunya, Film mencoba mendefinisikan New York (Foto: Tangkapan Layar Akun Youtube Netflix)

Lebih dari itu, New York di sini tidak begitu terasa sebagai kota yang harus diperjuangkan. Padahal, Ali dan Mia sama-sama digambarkan 'mengadu nasib' di New York.

Jadi tidak jelas di sini definisi New York. New York yang keras? New York yang ramai? New York yang nyaman? Atau New York yang apa? Naskah seakan malu-malu bicara, tapi gambar tidak melengkapinya.

Tidak tuntasnya film ini menggambarkan New York, sejalan dengan tidak tuntasnya premis-premis yang coba ditawarkan. Penonton ditawarkan banyak tanya, tapi dijawab malu-malu.

Lanjutan Review dilanjutkan di halaman berikutnya..

Film yang Banyak Menawarkan Premis, Tapi Tidak Tuntas


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :