Jakarta, CNN Indonesia --
Dua album eksklusif Titiek Puspa dirilis dalam rangka merayakan ulang tahun. Penyanyi legendaris Indonesia tersebut genap berusia 84 tahun pada Senin (1/11). dua album tersebut adalah 69 Tahun Perjalanan Karir Titiek Puspa dan Puspa Dewi.
Berdasarkan pantauan, album 69 Tahun Perjalanan Karier Titiek Puspa dan Puspa Dewi sudah bisa diakses di layanan streaming musik legal di Indonesia. Album tersebut juga dirilis sebagai apresiasi.
Album 69 Tahun Perjalanan Karir Titiek Puspa memiliki 16 lagu hasil kolaborasi dengan sejumlah musisi, seperti Rossa, Iwan Fals, Project Pop, hingga Kahitna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua album tersebut dirilis sebagai bentuk apresiasi atas perjalanan karier Titiek Puspa selama ini. Executive Producer Musica Studio's Indrawati Widjaja mengatakan 69 tahun perjalanan karier Titiek Puspa sangat luar biasa.
"Bagi saya angka 69 tahun sungguh merupakan perjalanan karier seorang legenda, sehingga sangat layak untuk saat ini Musica Studio's mengeluarkan album 69 Tahun Perjalanan Karir seorang Titiek Puspa," ujar Indrawati seperti diberitakan detikcom, Selasa (2/11).
Titiek Puspa memulai kariernya dengan tidak mudah. Asam garam kehidupan, jatuh bangun karier telah ia lalui. Ia pernah menjadi sasaran iri orang, hingga mengalami sakitnya kemoterapi akibat kanker.
Penyayi bernama lengkap Sudarwati ini suka bernyanyi sejak kecil. Ia sering bernyanyi di pekarangan rumahnya seraya berkomunikasi dengan Tuhan.
"Saya pulang sekolah naik pohon jambu nyanyi untuk Dia, ngobrol. Jadi tidak tahunya saya naik pohon itu sekaligus les vokal," kata Titiek Puspa pada CNNIndonesia.com pada 2017.
Bakat menyanyi yang ia temukan di atas pohon jambu itu ia kembangkan sembari mengumpulkan uang guna membantu kebutuhan finansial keluarga.
Lanjut ke sebelah...
Titiek pun pindah dari satu panggung ke panggung lainnya. Ia sempat mengisi acara di radio RRI Semarang sampai akhirnya mengikuti kontes menyanyi Bintang Radio pada 1954, saat ia berusia 17.
Ia pun memenangkan kontes itu dan menjadi perwakilan Semarang untuk mengikuti ajang nasional di Jakarta.
Hijrah Titiek dari Semarang ke Jakarta untuk mengikuti Bintang Radio yang diadakan Radio Republik Indonesia sekaligus membuka peluang ia bertemu berbagai idola kala itu, termasuk seniman Bing Slamet.
Titiek sangat gugup saat mengikuti kontes tersebut hingga membuatnya harus tereliminasi. Meski tereliminasi, ia kemudian dipilih menjadi pengisi di panggung final Bintang Radio.
[Gambas:Photo CNN]
Penampilannya pun menghasilkan tepuk tangan meriah dari penonton. Sejak saat itu, ia merasa bernyanyi adalah panggilan hidupnya.
Pintu kesempatan lainnya pun mulai terbuka untuk Titiek. Ia menarik perhatian Nien Lesmana, ibunda musisi Indra Lesmana, untuk melakukan rekaman di label milik Nien, Irama Record.
Tidak hanya Nien Lesmana, Titiek juga berhasil menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat, hingga Presiden Soekarno yang masih memerintah kala itu. Titiek pun dipanggil Bung Karno ke istana presiden.
Tak sekadar dipanggil, Titiek Puspa juga diminta bernyanyi oleh Bung Karno. Meski gemetaran karena grogi, Titiek sanggup membuat Bung Karno terpukau dan menjadikannya penyanyi Istana Negara pertama.
Sebagai penyanyi yang mulai menanjak popularitasnya, Titiek belum menciptakan banyak lagu dalam albumnya, lagu-lagunya banyak diciptakan oleh Iskandar, Mus Mualim, dan Wedasmara.
Barulah pada album Si Hitam dan Pita (1963) yang berisi 12 Titiek Puspa menciptakan lagunya sendiri. Album itu pun menjadi populer saat itu.
Dari album Si Hitam, lagu yang semakin memopulerkan namanya adalah Si Hitam, Tinggalkan, Aku dan Asmara. Bisa juga dikatakan bahwa album Si Hitam semakin menancapkan Titiek Puspa sebagai penyanyi dan pencipta lagu Indonesia yang baik.
Titiek kemudian terus berkarya dan merilis sejumlah lagu yang masiih melekat hingga saat ini. Beberapa lagu legendaris milik Titiek Puspa yakni Kupu Kupu Malam, Bing, Dansa Yo Dansa, dan Apanya Dong.
Bukan hanya bernyanyi, Titiek juga ditawari main film. Ia terjuan ke dunia akting melalui film Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1966). Ia kemudian membintangi sejumlah film, di antaranya Bing Slamet Djalanan (1972), Ateng Minta Kawin (1974), Bawang Putih (1974), dan Apanya Dong (1983).