Review Film: The Power of the Dog

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 11 Feb 2022 20:00 WIB
Review The Power of the Dog: Jane Campion mengajak penonton menyelami gejolak emosi dan psikologi empat karakter utama film nomine Best Picture Oscar 2022 ini.
Review The Power of the Dog: Jane Campion mengajak penonton menyelami gejolak emosi dan psikologi empat karakter utama film nomine Best Picture Oscar 2022 ini. (KIRSTY GRIFFIN/NETFLIX)

Secara pribadi, saya memuji aksi Kodi Smit-McPhee dalam The Power of the Dog. Smit-McPhee menampilkan dengan baik gejolak emosi yang dirasakan seorang penyintas perundungan, yang ditindas akibat dirinya berbeda dari standar sosial tertentu.

Bukan hanya sekadar gejolak emosi, dendam yang mungkin dirasakan banyak korban perundungan dan bagaimana aktualisasinya dalam kehidupan juga digambarkan dengan baik oleh Smit-McPhee melalui Peter.

Peter juga menggambarkan, hati yang dingin akibat dendam juga trauma perundungan tak mesti berbentuk sikap kasar macam menghina atau menjelekkan orang lain seperti yang dilakukan Phil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski sosok George Burbank lebih banyak terlibat di bagian awal-awal film, peran Jesse Plemons membawakan kecemburuan dan frustrasi orang yang selalu dianggap "adik" dan tak cukup baik dibanding "kakaknya" ini tak kalah penting.

Melalui George, The Power of the Dog menunjukkan hal yang berarti bagi seseorang bisa saja hanya berupa menemukan orang lain yang membuatnya tak sendirian lagi.

"Aku cuma.. Aku mau bilang betapa menyenangkan rasanya.. tak sendirian," kata George sembari menitikkan air mata setelah diajari menari oleh Rose.

The Power of the DogReview The Power of the Dog: Melalui George, film ini menunjukkan hal yang berarti bagi seseorang bisa saja hanya berupa menemukan orang lain yang membuatnya tak sendirian lagi. (dok. Netflix)

Adegan yang sederhana dan disebut Campion modifikasi dari versi novel itu menggambarkan betapa rasa sepi yang dialami oleh seseorang yang merasa tak cocok dengan lingkungannya, namun tak bisa lepas dari hal tersebut.

George begitu tertekan dengan 'standar' yang diberikan oleh keluarganya, serta bayang-bayang dirinya dibandingkan oleh Phil. Masalah "adik" ini banyak ditemukan, terutama ketika pengasuhan orang tua kerap membandingkan anaknya dengan yang lain.

Hanya dengan pergulatan psikologi empat karakter tersebut, The Power of the Dog sudah cukup menggambarkan dengan jelas masalah manusia --hingga era modern-- meski dengan latar 1925 dan di sebuah pedalaman pegunungan: kesehatan mental.

The Power of the Dog juga menjadi gambaran betapa apik dan detail pekerjaan Jane Campion dalam menyusun cerita hingga mengarahkan para pemainnya mewujudkan kisah dari novel yang sempat tak dikenal publik ini.

Pengarahan Campion yang detail dan jelas pun menjalar hingga ke bagian produksi. Mereka mampu mengubah latar pegunungan Selandia Baru menjadi seolah-olah di pedalaman Montana pada 1925 dan memberikan suasana Western yang kental.

Sehingga, 12 nominasi Academy Awards ke-94 atau Piala Oscar 2022 rasanya tidaklah berlebihan untuk The Power of the Dog. Apalagi mengingat para anggota the Academy gemar akan film bertema humanisme atau kemanusiaan.

Walaupun mungkin bagi sebagian orang, The Power of the Dog adalah tantangan tersendiri untuk disimak. Mulai dari urusan durasi, laju cerita, sampai soal latar lingkungan yang 'sepi'.

[Gambas:Youtube]



(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER