Richard Oh meninggal dunia pada Kamis (7/4). Kabar tersebut membuat dunia perfilman dan sastra Indonesia kehilangan salah satu anak terbaiknya.
Richard Oh merupakan salah satu sineas yang dikenal luas di dunia perfilman Indonesia. Ia pertama kali memulai karier di bidang penulisan setelah belajar dari Universitas Wisconsin, Madison, dan UC Berkeley.
Ia mulai menulis novel usai momen Mei 1998. Setelah itu, ia mulai merambah ke dunia penerbitan dan tercatat sebagai perintis anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Richard Oh yang lahir pada 30 Oktober 1959 ini mulai berkecimpung di dunia film dengan menjadi penulis skenario dan sutradara film Koper pada 2006.
Ia pun mulai menjadi aktor dengan membintangi Cinta Setaman pada 2008.
Salah satu karyanya yang ikonis adalah Melancholy is a Movement pada 2015. Film yang ia garap dan tulis tersebut menampilkan Joko Anwar, Ario Bayu, Aming, Fachri Albar, dan Renata Kusmanto.
Film tersebut mengisahkan soal cita-cita pembuat film yang mendadak terhenti karena sebuah kejadian. Mulai dari konflik dengan sekelilingnya hingga kebutuhan ekonomi.
Hal tersebut membuat Joko Anwar yang menjadi bintang film tersebut terseret dalam perangkap kehidupan dan ia harus memilih untuk mempertahankan cita-citanya atau kalah dari tuntutan kehidupan.
Selain itu, Richard Oh sempat terlibat dalam sejumlah film populer dengan menjadi aktor, seperti pada My Stupid Boss 2 pada 2016, Yowis Ben pada 2018, 27 Steps of May pada 2018, Yowis Ben 2 pada 2019 dan Yowis Ben 3 pada 2021.
Film besar lain yang sempat digarap Richard Oh adalah film Perburuan pada 2019. Film yang dibintangi oleh Adipati Dolken dan Ayushita itu diadaptasi dari novel bertajuk sama karya Pramoedya Ananta Toer.
Perburuan yang merupakan film drama sejarah tersebut memiliki kisah latar enam bulan setelah kegagalan tentara Pembela Tanah Air (PETA) melawan tentara Jepang di Indonesia.
Pada Juni 2019, Richard Oh sempat menyampaikan beratnya beban yang harus dipikul kala mengangkat salah satu karya Pramoedya Ananta Toer itu ke layar lebar. Ia merasa memiliki tanggung jawab kepada sang penulis.
Mengubah sebuah karya sastra menjadi film bukanlah hal mudah. Terlebih apabila karya tersebut merupakan hasil karya dari salah seorang penulis legenda tanah air.
Banyak yang harus dipikirkan saat 'memindahkan' karya yang dimaksud ke medium lain, dalam hal ini tulisan ke dalam film. Hal terpenting adalah menjaga jiwa yang ada di buku agar tetap utuh sebagai film.
"Tentu saja memiliki beban tersendiri. Saya Saya memiliki tanggung jawab kepada Pram. Saya harus bisa menangkap jiwa Pram, harus bisa menyampaikan hal-hal yang diajarkan Pram selama hidupnya kepada kita," kata Richard Oh kala itu.
Setelah itu, Richard Oh tercatat menggarap film Menunggu Bunda yang rilis pada 2021 lalu di KlikFilm dan terlibat dalam proyek Buya Hamka yang sedang masih dalam proses produksi.