Tidak sampai di situ. Anggi juga mengaku sempat dijauhi oleh teman-temannya di kelompok Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ). Lembaga yang ada di setiap provinsi di Indonesia itu bertugas untuk mengoordinasi pembelajaran Al-Qur'an, wabil khusus kegiatan musabaqah alias kompetisi.
Anggi mengaku dirinya kala itu terpaksa menerima kenyataan pahit tak masuk rekomendasi calon peserta untuk MTQ selanjutnya. Bahkan lebih jauh, Anggi berpuasa gelar juara selama dua tahun.
"Saya cuma bisa 'ya Allah', itu saya sudah drop banget," kata Anggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguran dari langit tersebut membuat Anggi sadar bahwa membaca Al-Qur'an bukanlah untuk disombongkan. Justru, kitab suci itu ia anggap mendorongnya untuk menjadi pribadi yang lebih beradab, beretika, dan berakhlak.
Usai merefleksikan dan memperbaiki diri serta niat, Anggi mulai kembali mengikuti MTQ di luar provinsi Sumatera Utara yang jadi kampung halamannya. Upaya Anggi tak sia-sia, ia mulai kembali meraih prestasi.
Sederet prestasi telah dikantongi Anggi. Mulai dari juara tilawah kanak-kanak di MTQ Nasional bengkulu, juara kategori 1 juz dan tilawah di STQ Nasional Banjarmasin, hingga juara tilawah pelajar nasional (FLS2N) di ITB. Terbaru, ia menjuarai MTQ provinsi Banten.
Kini, Anggi bersiap untuk mengikuti MTQ cabang dewasa. Hal itu ia lakukan mengikuti jejak idolanya, qariah Indonesia pertama yang memenangkan MTQ Internasional, Hj Maria Ulfah. Untuk bisa masuk MTQ Internasional, seorang qari harus berkompetisi di cabang dewasa.
![]() |
Jelas tantangan dan ujian cabang dewasa lebih rumit dibanding cabang remaja yang sudah sering Anggi ikuti. Ia pun berlatih dan menyiapkan mentalnya agar tak lagi mengulangi kesalahan yang sama dan menjadi lebih baik.
Ia pun menyeringkan diri tampil di depan khalayak ramai agar mentalnya tertempa. Ia juga melatih berbagai lagu karena dalam cabang dewasa, komposisi lagu dalam melanggam bisa diacak.
"Mental harus disiapkan karena kalau sudah grogi ya sudah [jadi gagal]. Biasanya akan mempengaruhi suara dan napas juga, kalau kita grogi napas pendek, suaranya jadi seret," kata Anggi.
Meski berat dan kadang mengurai air mata, Anggi berusaha bertahan dan konsisten alias istikamah. Hal itu bukan hanya sekadar beribadah, melainkan juga ia ingin menyiarkan Al-Qur'an untuk kalangan anak muda.
Menurut Anggi, tak ada kata terlambat untuk terus belajar Al-Qur'an agar bisa membaca ayat suci tersebut dengan tartil dan sesuai dengan tajwid. Pesan untuk sesama anak muda itu juga ia sebut berlaku untuk dirinya sendiri.
"Ayo semangat terus belajar, jangan sampai Al-Qur'an itu hanya berada di rak rumah kita, tapi harus ada dalam hati kita, terus dilantunkan ayatnya dan juga kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari," kata Anggi.
Lebih dari itu, Anggi juga menyimpan asa anak-anaknya suatu saat bisa menjadi penghafal Al-Qur'an. Kini, ia pun sudah mulai mengajarkan anak sulungnya menghafal ayat-ayat suci.
"Itu keinginan terbesar saya, saya sendiri juga menghafal, tapi saya tidak menghafal 30 juz, belum selesai masih menghafal," kata Anggi.
"Jadi pengen anak-anak saya itu jadi penghafal Al-Qur'an 30 juz alquran, anak-anak yang menghafal Al-Quran itu kan punya tiket 10 orang untuk dibawa ke surga dan dikasih mahkota oleh Allah, itu sih cita-cita terbesar saya." lanjutnya.
(nly/end)