Bulan lalu (November 2018), lebih banyak perempuan terpilih menjadi anggota Kongres daripada sebelumnya dalam sejarah kita (AS), dengan mandat menangani masalah perempuan secara serius. Kemarahan dan tekad perempuan untuk mengakhiri kekerasan seksual berubah menjadi kekuatan politik.
Kami memiliki kesempatan sekarang untuk memperkuat dan membangun institusi yang melindungi perempuan. Sebagai permulaan, Kongres dapat mengesahkan ulang dan memperkuat Undang-Undang Kekerasan Terhadap Perempuan.
Pertama kali disahkan pada 1994, UU tersebut menjadi salah satu bagian paling efektif dari undang-undang yang diberlakukan untuk memerangi kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu menciptakan sistem dukungan bagi orang-orang yang melaporkan kekerasan, dan menyediakan dana untuk pusat krisis pemerkosaan, program bantuan hukum, dan layanan penting lainnya.
Itu juga meningkatkan tanggapan oleh penegak hukum, dan melarang diskriminasi terhadap penyintas LGBTQ. Pendanaan untuk itu berakhir September dan hanya diperpanjang sementara.
Lihat Juga : |
Kita harus memerangi kekerasan seksual di kampus-kampus, sambil menuntut proses yang adil dalam mengadili pengaduan di saat bersamaan.
Bulan lalu, Menteri Pendidikan (AS) Betsy DeVos mengusulkan perubahan pada aturan Title IX yang mengatur penanganan terhadap pelecehan dan pelecehan seksual di sekolah.
Sementara beberapa perubahan dibuat demi penanganan yang lebih adil, lainnya malah akan melemahkan perlindungan bagi pada penyintas kekerasan seksual. Contohnya, peraturan baru mewajibkan sekolah untuk menginvestigasi hanya untuk aduan paling ekstrem, dan kemudian hanya diajukan kepada pejabat yang ditunjuk.
Perempuan di universitas sudah mengalami kesulitan untuk bersuara mengenai kekerasan seksual - mengapa kita mengizinkan institusi untuk mengurangi dukungan?
Saya menulis ini sebagai seorang wanita yang harus mengganti nomor telepon setiap minggu karena saya mendapatkan ancaman pembunuhan.
Selama berbulan-bulan, saya jarang meninggalkan apartemen, dan ketika melakukannya, saya dikejar drone kamera dan fotografer dengan berjalan kaki, sepeda motor, dan di dalam mobil.
Outlet tabloid yang mengunggah foto saya memutarnya (keadaan) secara negatif. Saya merasa seolah-olah diadili di pengadilan opini publik - dan hidup serta mata pencaharian saya bergantung pada banyak sekali penilaian yang jauh di luar kendali saya.
Saya ingin memastikan bahwa perempuan yang berani bersuara tentang kekerasan bisa menerima lebih banyak dukungan. Kami memilih perwakilan yang tahu seberapa dalam kepedulian kami terhadap masalah ini.
Kita dapat bekerja sama untuk menuntut perubahan pada hukum dan aturan serta norma sosial - dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang telah membentuk kehidupan kita."
(els/chri)