Review Film: Srimulat: Hil yang Mustahal - Babak Pertama

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mei 2022 19:56 WIB
Review Srimulat Hil yang Mustahal Babak Pertama: bukan cuma nebeng nama grup ikonis, tapi juga sebagai bentuk mengenang dan merayakan Srimulat.
Review Srimulat Hil yang Mustahal Babak Pertama: bukan cuma nebeng nama grup ikonis, tapi juga sebagai bentuk mengenang dan merayakan Srimulat. (dok. IDN Pictures/MNC Pictures via YouTube)

Kepemimpinan juga terlihat dari peran Asmuni yang dibawakan kembali oleh Teuku Rifnu Wikana. Asmuni memang tangan kanan Teguh Srimulat. Namun lebih dari sekadar tangan kanan, Asmuni adalah 'Pak Teguh kedua'. Hanya kepadanyalah anggota Srimulat menantikan keputusan terakhir bila sang jenderal tidak ada.

Di sisi lain, Fajar Nugros telah memilih keputusan bijak untuk memenggal kisah perjalanan grup Srimulat ini dimulai dari dekade '80-an. Sejatinya, kisah Srimulat mungkin begitu panjang. Bahkan tujuh film Harry Potter saja rasanya tak sanggup merangkum kisah 72 tahun Srimulat dengan beragam kompleksitas di dalamnya.

Keputusan Fajar memulai cerita pada dekade '80-an itu mungkin atas pertimbangan masih bisa dijangkau memori penonton. Lantaran, bila dimulai sejak masih ada Ibu Srimulat, akan terasa sangat asing walaupun sebenarnya kisah lahirnya Srimulat adalah hal yang amat menarik untuk diangkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, keputusan untuk menitikberatkan cerita pada kehidupan Gepeng yang diperankan oleh Bio One juga menjadi keputusan menarik. Selain karena membantu alur cerita jadi sedikit lebih fokus, toh Gepeng memang jadi ikon tersediri bagi Srimulat kala itu.

Aksi Bio One menjadi Gepeng serta para pemain lainnya menjadi tokoh-tokoh Srimulat patut diacungi jempol. Meski perlu digarisbawahi bahwa kisah yang diangkat dalam film ini bukan seutuhnya biografi, melainkan masih merupakan karya fiksi yang didasarkan pengalaman nyata.

Selain aksi Bio One menjadi Gepeng, penampilan lain yang saya beri nilai plus adalah Ibnu Jamil menjadi Tarzan, Erick Estrada menjadi Tessy, Teuku Rifnu Wikana menjadi Asmuni, Zulfa Makarani sebagai Nunung, dan Rano Karno sebagai Babeh Makmur.

Mereka mampu meningkatkan taraf komedi dari film ini lebih dari sekadar skrip. Beberapa lawakan memang terasa scripted dan hambar, tapi sebagian yang lain bisa dibilang membuat penonton ngakak dan terasa natural, seperti penampilan Srimulat yang sebenarnya.

Srimulat: Hil yang MustahalReview Srimulat Hil yang Mustahal: Selain aksi Bio One menjadi Gepeng, penampilan lain yang saya beri nilai plus adalah Ibnu Jamil menjadi Tarzan, Erick Estrada menjadi Tessy, Teuku Rifnu Wikana menjadi Asmuni, Zulfa Makarani sebagai Nunung, dan Rano Karno sebagai Babeh Makmur. (dok. IDN Pictures/MNC Pictures via YouTube)

Apalagi, Fajar Nugros memilih mempertahankan sejumlah gimik dan slapstick yang jadi peninggalan formula Teguh untuk penampilan Srimulat. Beragam gimik dan slapstick tersebut membuat saya seolah menyaksikan kembali pentas Srimulat dulu kala dan itu terasa menyenangkan.

Berbicara soal naskah, saya juga ingin memberikan pujian terhadap Fajar Nugros karena mempertahankan bahasa daerah dalam naskah. Seperti diketahui, Srimulat berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka sudah selayaknya bahasa yang ditampilkan adalah bahasa Jawa.

Meski saya termasuk orang yang sebagian besar memperhatikan takarir sepanjang durasi film, tapi hal itu tak mengurangi kegembiraan dan komedi yang ditampilkan dalam film ini.

Saya rasa memang sudah sepatutnya film Indonesia yang diproduksi oleh insan ibu kota bangga menggunakan bahasa daerah. Selain sebagai bentuk penghargaan pada budaya dan cerita lokal serta melestarikan bahasa daerah, toh sejatinya bahasa apapun yang digunakan tidak akan jadi soal selama naskah dan cerita film memang dibuat matang dan apik.

Hal yang sama terjadi ketika publik Amerika Serikat akhirnya terpana melihat film Korea, Parasite, yang seutuhnya menggunakan bahasa Korea. Film itu memaksa warga Negeri Paman Sam melihat takarir seperti yang selama ini mereka lakukan kepada penonton Hollywood di negara non-berbahasa Inggris.

Bila film Indonesia mulai banyak menggunakan bahasa daerah, maka bukan mustahil keberagaman dan keunikan budaya juga cerita daerah-daerah di Indonesia akan bisa terdokumentasikan dengan baik dalam bentuk film dan bisa dinikmati hingga generasi mendatang.

Pada akhirnya, Srimulat Hil yang Mustahal Babak Pertama ini memberikan harapan yang cukup tinggi untuk kelanjutan ceritanya. Bukan hanya sekadar menuntaskan kerinduan akan Srimulat, tapi memang bangsa ini butuh untuk tertawa dan melepas kepenatan agar tidak melulu bersambat.

[Gambas:Youtube]



(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER