Jakarta, CNN Indonesia --
Berulang kali sutradara Fajar Bustomi membanggakan bahwa My Sassy Girl adalah film favoritnya. Film Korea Selatan rilisan 2001 ini disebut sebagai film pertama yang ia kenal kala kelas bedah film di IKJ.
Kini ketika ia didaulat menjadi film Indonesia yang didaur ulang dari karya arahan Kwak Jae-yong itu, Fajar Bustomi menjanjikan satu hal: ia ingin membuat film My Sassy Girl versi sudut pandangnya.
"Saya sedang membuat film versi sudut pandang saya, penafsiran saya. Dan saya ingin membuat film yang mana ketika orang menontonnya, akan terasa Indonesia banget gitu," kata Fajar di hadapan media, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika saya melihat My Sassy Girl versi Indonesia --atau versi Fajar Bustomi--, tampak jelas bagaimana usaha dirinya menjaga plot orisinal salah satu film komedi Korea terlaris sepanjang masa itu dalam karya ini.
Inti cerita dan pusat sudut pandang yang terletak pada karakter Gian (Jefri Nichol), dijaga dengan baik oleh Fajar sesuai dengan film orisinalnya yang punya alur cerita serupa.
Begitupun dengan karakter Sisi yang diperankan oleh Tiara Andini. Sisi berhasil menjadi magnet tersendiri dalam tayangan ini, terlepas dari popularitas Tiara yang masif di kalangan anak muda.
Penunjukan dua pemeran ini akhirnya menjadi kunci bagi kreator untuk menerapkan plot ala Indonesia dalam menafsirkan film Korea tersebut.
 Review My Sassy Girl: Penunjukan Jefri Nichol dan Tiara Andini sebagai pemeran menjadi kunci bagi kreator untuk menerapkan plot ala Indonesia dalam menafsirkan cerita asli My Sassy Girl. (dok. Falcon Pictures) |
Keduanya begitu apik dalam merajut suasana "Indonesia banget" yang sedari awal sudah dipatri oleh Fajar. Sejak film dimulai, adegan demi adegan yang tersaji dihadirkan dengan elemen Indonesia, termasuk celotehan dan humor ala Indonesia.
Upaya ini tentu sangat baik dan patut dihormati, tapi saya pun tergelitik akan satu pertanyaan. Bagaimana caranya menyisipkan komedi ala Indonesia ke dalam drama komedi klasik yang mengedepankan kultur Korea Selatan di awal milenium?
Pada bagian ini, saya menduga Fajar Bustomi yang bersanding bersama penulis naskah Titien Wattimena tampak tenggelam dalam ego mereka sendiri.
Setidaknya menurut saya, ada misinterpretasi konteks humor dalam My Sassy Girl versi Indonesia yang meninggalkan rasa ketidakpuasan.
Lanjut ke halaman berikutnya...
Salah satunya ketika Gian tak kuasa berpisah dengan Sisi di stasiun kereta. Ia pun keluar gerbong kereta dan mencari keberadaan Sisi yang ternyata sudah duduk tenang di kursi kereta komuter Jakarta.
Adegan ini pakai plot yang cukup persis dengan versi aslinya, yaitu kala Gyeon-woo (Cha Tae-hyun) yang sudah memasuki gerbong kereta memutuskan untuk melompat keluar untuk menemui si Gadis (Jun Ji-hyun), yang memilih masuk untuk ke dalam kereta mencari sosok Gyeon-woo.
Adegan kemudian berlanjut dengan kamera yang mengarah pada ratapan Gyeon-woo ketika jatuh tersungkur di pinggir peron. Mimik sedih dan lugu Cha Tae-hyun sudah sangat cukup menggambarkan selipan humor sinikal nan pedih, tapi begitu romantis dalam adegan itu.
Hal inilah yang tidak saya dapatkan ketika menyaksikan salah satu adegan kunci My Sassy Girl di versi Indonesia.
Alih-alih menertawakan kepedihan dari kedua protagonis lewat adegan jenaka, saya malah berfokus untuk menertawakan kesan romansa generik khas sinetron. Adegan seperti ini tentunya mudah ditemukan sehari-hari di layar kaca Indonesia.
Itu hanya satu dari sedikit contoh yang bisa diambil ketika membandingkan konteks komedi dan selipan humor dari My Sassy Girl versi Indonesia dengan versi orisinalnya.
Tak banyak yang bisa dibicarakan terkait plot sejak sedari awal. Fajar Bustomi, Titien Wattimena, dan seluruh jajaran tim sudah menegaskan jika My Sassy Girl versi Indonesia akan menjaga ketat plot dari film aslinya.
Mereka pun sudah menggarap janji tersebut dengan baik, termasuk bila menyinggung soal kejutan yang ada dalam cerita asli film ini.
Terlepas dari janji setia pada plot asli, interpretasi dan adaptasi film memang selayaknya tetap memberikan kebebasan pandangan dari sang sineas. Begitu juga terhadap penonton.
Untuk My Sassy Girl versi Indonesia, saya bisa membayangkan sebagian besar penonton mungkin akan terbius oleh plot pilu. Bersama dengan gradasi warna serta yang entah bagaimana, juga juga memilukan.
Namun di sisi lain, sebagian penonton lain bisa saja dibuat bergidik geli dengan plot drama khas tayangan televisi, yang mana dalam hal ini, kesan "Indonesia banget" berhasil ditampilkan oleh My Sassy Girl versi Indonesia.
[Gambas:Youtube]