Jakarta, CNN Indonesia --
24 Juni 2019. Sebuah akun bernama @SimpleM81378523 di Twitter membuat sebuah utas panjang berjudul "KKN di Desa Penari". Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com hingga Sabtu (1/7), utas tersebut telah di-like lebih dari 201 ribu dan di-retweet lebih dari 75 ribu.
Kesuksesan utas cerita horor tersebut mengundang perhatian rumah produksi MD Pictures untuk diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar. Gayung pun bersambut. Singkat cerita, rumah produksi tersebut mulai syuting film KKN di Desa Penari, tapi mesti berkali-kali ditunda karena pandemi.
Pengamat film Satrio Pamungkas mengungkapkan ada satu alasan utama penonton pergi ke bioskop: membeli hiburan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka, setidaknya ada tiga alasan yang membuat rumah produksi MD Pictures memutuskan untuk mengadaptasi utas viral KKN di Desa Penari menjadi film layar lebar. Produser MD Pictures Manoj Punjabi menjelaskan alasan KKN di Desa Penari laku di pasaran menurut Manoj, yaitu berdasarkan kisah nyata, viral, dan ceritanya dekat dengan masyarakat.
Manoj mengaku membuat film KKN di Desa Penari "mati suri" karena tidak ingin performa film tersebut gagal jika dipaksakan tayang di tengah pandemi. Ia masih ingin menggiring sebanyak mungkin penonton kembali ke bioskop untuk menyaksikan filmnya.
Akhirnya Manoj melihat kesempatan emas untuk menayangkannya jelang Lebaran 2022 saat melihat kondisi sudah membaik. Apalagi, selama hampir dua tahun, penonton tidak bisa menikmati film di layar lebar karena regulasi pemerintah dan beralih ke layanan streaming.
Hasilnya pun impresif. KKN di Desa Penari duduk di tahkta film Indonesia terlaris sepanjang masa setelah menoreh 9,2 juta penonton per Sabtu (1/7).
"Kalau film yang ada unsur realita dan relatable, itu punya potensi," jelas Manoj saat berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
"Apalagi ceritanya asli, jadi itu, 'kan, bikin orang lebih tertarik," tambahnya.
Lanjut ke sebelah...
Satrio memuji MD Pictures atas keputusannya untuk menayangkan film horor tersebut di waktu yang tepat. Namun, Satrio agak pesimistis film-film Indonesia lainnya bisa mengikuti jejak KKN di Desa Penari,
Rumah produksi tersebut, kata Satrio, pintar dalam meracik berbagai elemen esensial lainnya dalam film tersebut. Sehingga, KKN di Desa Penari langgeng di bioskop dan bisa tembus 9 juta lebih penonton.
"Dia (MD Pictures) itu jeli banget mainkan momentum. Itu racikannya mungkin obrolan yang disukai, lalu dikemas dengan memainkan kondisi sosial masyarakat Indonesia, dicampur lagi dengan sudut pandang pemikiran yang mudah diterima. Jadi, kena semuanya," jelas Satrio.
 Manoj sudah memiliki modal dasar untuk memproduksi KKN di Desa Penari karena utas orisinalnya sudah viral. Foto: (MD Pictures via Twitter) |
Satrio menjelaskan filmmaker dan studio yang ingin membuat film mesti mengerti beberapa aspek agar dapat menggerakkan penonton pergi ke bioskop. Pertama, mereka mesti mengerti identitas sosial penonton yang dituju, lalu caranya agar penonton mendapatkan kenikmatan nonton film, dan cara penonton menginterpretasi makna dari film.
"Dari film-film yang menurut saya laris, selain karena promosinya menggoda, pasti ada satu hal yang mampu menangkap penonton dengan formula seperti itu, termasuk pemilihan pemain," jelas Satrio.
Manoj sudah memiliki modal dasar untuk memproduksi KKN di Desa Penari karena utas orisinalnya viral. Selain itu, karakter dan ceritanya juga sudah terbentuk.
Ia enggan mengambil atau membuat sebuah proyek film apabila hanya tertuju untuk satu pasar tertentu. Manoj lebih suka memproduksi film yang bisa dinikmati semua kalangan masyarakat.
"Jangan cari yang segmented dong. Yang mengerti hanya 10 persen masyarakat Indonesia. Saya mau semua, universal. Jadi, mau angkat apa pun dan siapa pun bisa," katanya.
Lanjut ke sebelah...
Langkah selanjutnya adalah promosi. Ia menyimpan seluruh materi KKN di Desa Penari di dalam "gudang" dan menguncinya. Ia menunggu momen yang tepat untuk membuka kembali pintu gudang tersebut.
Ketika momennya tiba, ia melakukan promosi jor-joran agar semakin banyak penonton pergi ke bioskop untuk menyaksikan film horor tersebut. Bahkan, ia memiliki strategi promosi yang berbeda untuk KKN di Desa Penari.
"Pertama kali dalam sejarah (MD Pictures) enggak ada press conference, enggak ada press screening. Buat apa konpers? Biarin aja. Malah nanti lebih digali. Bikin orang lebih penasaran, dong," ujarnya.
Pun halnya dengan sutradara Angga Dwimas Sasongko yang sekaligus CEO Visinema. Ia memperlakukan semua film yang diproduksi oleh Visinema Pictures dengan sama. Yang berbeda, rancangan promosinya.
"Tidak pernah ada formula yang pasti. Tergantung dari strategi dan KPI (Key Performance Indicator) yang mau dicapai dari masing-masing film," ungkap Angga kepada CNNIndonesia.com.
Ambil contoh dua film Visinema Pictures, berjudul Keluarga Cemara (2019) dan Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini (2020). Kedua film tersebut, meskipun sama-sama meraih di atas 1 juta penonton, memiliki selisih yang cukup jauh.
Film Keluarga Cemara mendulang 1.701.498 penonton, sedangkan Nanti Kita Cerita tentang Hari Ini berada di atasnya dengan total 2.256.876 penonton.
Cahaya dari Timur: Beta Maluku dan Filosofi Kopi yang merupakan dua film produksi Visinema pertama bahkan tidak masuk ke dalam daftar panjang film Indonesia yang mencapai 1 juta penonton. Menurut Angga, karena setiap film memiliki keunikannya masing-masing.
"Setiap film, 'kan, pasti unik sehingga memunculkan yang berbeda-beda. Untuk memunculkan apa keunikan dari film tersebut sehingga bisa diterima penonton, itu yang selalu kami lakukan di setiap film," jelas Angga.
[Gambas:Photo CNN]