Menelusuri Jejak Ribuan Tahun Tradisi Bulan Suro

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jul 2022 10:30 WIB
Ritual dan tradisi bulan Muharam mulanya diyakini sudah dilakukan masyarakat Timur Tengah sejak era sebelum Islam, ribuan tahun lalu.
Ilustrasi. Ritual dan tradisi bulan Muharam mulanya diyakini sudah dilakukan masyarakat Timur Tengah sejak era sebelum Islam, ribuan tahun lalu. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Meski begitu, Muharam tetap diagungkan. Hal itu terlihat dari larangan berperang bagi umat muslim kala itu di empat bulan asyhurul hurum, yaitu Rajab, Dzulqadah, Dzulhijjah, dan Muharam, sesuai dengan tafsir para ulama.

Ja'far menyebut, Muharam juga sampai saat ini terbilang lebih banyak memiliki konteks riwayat keunggulan dibandingkan tiga bulan asyhurul hurum lainnya, salah satunya adalah peristiwa-peristiwa bersejarah para nabi sebelum era Islam.

"Jadi di sini kita bisa melihat kekhususan di bulan suci Muharam ini," kata Ja'far.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenang Duka Karbala

Kekhususan Muharam dan Asyura ini semakin bertambah ketika tragedi pembunuhan Karbala terjadi pada 10 Oktober 680 atau 10 Muharam 61 Hijriyah. Pada momen itu, cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali terbunuh.

Husain diriwayatkan terbunuh dalam Pertempuran Karbala, sebagai puncak dari perselisihan panjang antara dirinya dengan keluarga Muawiyah yang menjadi khalifah pertama Dinasti Muawiyah.

Peristiwa yang dianggap sebagai momentum syahid tersebut dinilai menambah kesakralan hari Asyura. Kematian Husain dianggap sebagai perwakilan bahwasanya bulan Muharam bukan hanya momentum para nabi selamat dalam rangka berdakwah, tetapi juga peringatan akan duka.

Shiite Muslims chant religious slogans during a procession marking Ashoura, in Rawalpindi, Pakistan, Sunday, Aug. 30, 2020. Ashoura, marks the tenth day of the Muslim month of Muharram, to commemorate the Battle of Karbala when Imam Hussein, a grandson of Prophet Muhammad, was killed in the 7th century. (AP Photo/Anjum Naveed)Peringatan hari asyura di Iran. (AP/Anjum Naveed)

"Perlu diingat bahwa keberhasilan tidak hanya dipahami sebagai perolehan kesuksesan saat orang yang berusaha itu masih hidup, tapi akibat usahanya tersebut terjadi perubahan sosial yang luar biasa meskipun orang tersebut telah tiada, bahkan menjadi martir," tulis Ja'far dalam artikelnya.

"Jalan yang Husein lalui memiliki karakter tersendiri, karakter jalan para nabi saat menghadapi para diktator, tirani, dan pembela status quo," lanjutnya.

"Jalan yang Husein tempuh dari aspek moril kemanusiaan bahkan mengikhlaskan nyawanya melayang untuk mengembalikan khilafah pada poros kenabian," tulis Ja'far.



Peringatan duka kehilangan Husain ini yang mendorong banyak umat muslim memperingatinya dengan berbagai cara, mulai dari kegiatan yang kini dikenal sebagai festival asyura di Iran, hingga bubur merah dan putih oleh masyarakat di pulau Jawa.

Menurut Japarudin dalam tulisannya bertajuk Tradisi Bulan Muharram di Indonesia dan terbit di Jurnal Tsaqofah & Tarikh Vol 2 Nomor 2 Juli-Desember 2017, masyarakat Madura, Tasikmalaya, dan Garut, membuat bubur dua warna di bulan Suro sebagai simbol peringatan tragedi itu.

"Warna merah pada Tajin Suro [di Madura] dimaknai, sebagai gambaran darah Sayyidina Husein, putih itu menggambarkan kesucian perjuangan Sayyidina Husein," tulis Japarudin.

"Tradisi bubur suro merupakan salah satu cara yang dilakukan masyarakat Jawa Barat (khususnya Tasikmalaya dan Limbangan, Garut) untuk menyambut datangnya bulan Muharam sekaligus mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW di medan peperangan," lanjut Japarudin.

Berbagai cara itu dinilai Ja'far sebagai bentuk pemaknaan esensi Muharam yang berlandaskan perjuangan, kesuksesan, hingga pengorbanan para nabi juga orang mulia di masa lalu, yaitu mendahulukan kebajikan sosial, seperti saling berbagi dan menolong, di atas kebaikan individualistis semacam sunat hingga pernikahan.

"Memang bulan-bulan itu kan bulan yang dalam sisi histori memberikan gambaran perjuangan para nabi. Maka di sini kita harus hilangkan ego individualisme kita dulu, kita berjuang secara kolektif bagaimana para nabi, setelah itu monggo. Kalau saya melihat seperti itu saja," kata Ja'far.

"Tapi sebenarnya secara eksplisit tidak ada larangan [untuk menikah atau sunat pada bulan Muharam]." katanya.

(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER