Sementara kantor penerbit novel tersebut, Viking Penguin, di New York City, menerima tujuh ancaman bom. Sedangkan banyak toko buku lainnya di Inggris benar-benar dibom.
Pada 1991, penerjemah The Satanic Verses versi bahasa Jepang dibunuh. Sementara penerjemah novel ini ke bahasa Italia, terluka parah usai mendapatkan penusukan.
Bom terbesar dalam gelombang protes terhadap The Satanic Verses dan Salman Rushdie adalah ketika Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khomeini mengeluarkan fatwa pada 14 Februari 1989.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fatwa tersebut berisikan seruan kematian untuk Salman Rushdie dan penerbit novel The Satanic Verses. Hal ini disebut Khomeini, dalam siaran di radio kala itu, agar tak ada lagi yang menghina "kepercayaan suci umat Islam".
![]() |
Sementara itu, Rushdie membantah bahwa The Satanic Verses adalah penghinaan terhadap Islam. Namun ia mengeluarkan pernyataan yang juga kontroversial.
"Banyak muslim di dunia benar-benar emosi dengan penerbitan novel saya. Saya sangat menyesalkan kesusahan yang ditimbulkan dari publikasi ini kepada para pengikut Islam yang tulus," kata Rushdie.
Pernyataan Rushdie dan pemintaan maaf penulis itu ditolak oleh Khomeini yang kemudian menyerukan "eksekusi" terhadap novelis tersebut.
Sebagai akibatnya, Salman Rushdie pun bersembunyi hingga sedekade. Insider menyebut novelis ini menutup dirinya di rumah yang dilengkapi kaca antipeluru dan kamera pengaman.
Bukan hanya itu, Salman Rushdie selama bertahun-tahun mendapatkan ancaman pembunuhan tak henti serta harus menyewa penjaga bila bepergian.
Namun ancaman pembunuhan terhadap Salman Rushdie belum jua berakhir hingga memasuki 2010-an. Pada 2012, sebuah lembaga keagamaan di Iran menjanjikan hadiah US$3,3 juta untuk kepala Salman Rushdie.
Pada 2019, lewat kicauan di Twitter yang kini telah tiada, pemimpin Iran saat ini, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei menyebut fatwa pendahulunya itu "tidak dapat dibatalkan".