Menurutnya, fanfiction di situs fandom cenderung lebih panjang seperti novel, apalagi terdiri dari banyak chapter yang mesti diikuti. Hal ini berbeda dari format AU di media sosial yang cenderung lebih singkat.
"Pemilihan diksi [fanfiction di AO3] banyak yang pemilihan katanya complicated. Kalau pakai bahasa Inggris itu banyak kosakata yang kadang enggak pernah ditemui. Jadi, kalau gue enggak ngerti, gue baca harus sambil buka Google Translate," ucap Amel.
"Penulis [AU di Twitter] menyajikan dalam bentuk visual dan bahasa yang lebih gampang dicerna. Lo enggak usah mikir udah ngerti. Nah, itu mungkin alasan kenapa gue belakangan lebih suka baca AU di Twitter," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Anggrek (bukan nama sebenarnya) memiliki preferensi lain. Ia mengaku malah kurang suka dengan genre AU secara keseluruhan.
Anggrek hobi membaca fanfiction di situs fandom sejak ia masih sekolah hingga ketika sudah bekerja. Namun, AU tidak menjadi genre pilihannya karena karakter yang ditulis berpotensi memiliki karakter yang sama sekali berbeda dari aslinya alias out of character (OOC).
"Aku pengin tahu dia kesehariannya kayak apa di cerita-cerita yang disiapkan oleh fans. Tapi, kalau cerita, dunia, karakter, dan perilakunya beda, itu sudah bukan karakter yang kita suka lagi. Itu beneran orang lain," ujar Anggrek ketika ditemui di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, Senin (29/8).
"Jadi, fanfic dari karya aslinya sudah enggak ada lagi, itu sudah karya orisinal," lanjutnya.
Jika merujuk pada budaya fanfiction di Jepang, karya fiksi dari penggemar dijual tertutup dan hanya terbatas untuk fans. Bahkan tersedia gelaran comic market (Comiket) tempat para penulis fanfiction bertemu dengan pembacanya.
Menurut Andam, penulis fanfiction itu pun sudah mengantongi izin untuk membuat karya fiksi atas karya orisinalnya dengan membubuhkan disclaimer. Harga yang dipatok pun relatif murah karena penulis tidak mengambil profit dari penjualannya.
"Dijualnya di komunitas, tidak secara komersil," kata Andam. "Jadi itu dari fans untuk fans lagi."
Berbeda dengan AU yang kini banyak terpampang di toko buku. Andam memandang jika AU dijual secara komersial dan untuk publik, maka karya itu tidak dianggap memiliki semangat yang sama dengan fanfiction.
"Fanfiction benar-benar dari fans untuk fans. Kalau sudah jadi komersial yang dicetak banyak, semangatnya sudah beda. Sudah jualan namanya," ucap Andam.