Jakarta, CNN Indonesia --
The Fabelmans terasa seperti surat cinta yang merangkai memori masa kecil Steven Spielberg menjadi kisah coming of age manis dan penuh kehangatan.
Saya seperti diajak berwisata ke masa lalu Spielberg, menyaksikan kenangan demi kenangan yang ikut andil dalam perjalanan sang sutradara menjadi sosok legendaris seperti sekarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Curahan hati Spielberg itu disampaikan lewat kisah Sammy Fabelman (Gabriel LaBelle), putra sulung dari keluarga Fabelman yang memiliki kecintaan amat besar terhadap dunia film.
Dongeng itu dijahit dengan rapi mulai dari titik awal, yakni perkenalan Sammy dengan film ketika menonton di bioskop pertama kali. Adegan pembuka itu terasa seperti pasak yang menancap kokoh dalam struktur cerita The Fabelmans.
Dari situ, penonton diajak tenggelam ke dalam perjalanan Sammy kecil yang sudah menenteng kamera 8mm untuk membuat film bersama adik-adiknya.
Meski demikian, bukan berarti film ini hanya ditujukan bagi penggemar Spielberg atau orang-orang yang menggeluti dunia film semata. The Fabelmans punya bahasa yang lebih luas sehingga bisa relevan dengan setiap penontonnya.
 Review The Fabelmans: film terbaru Steven Spielberg ini pantas mendapat predikat sebagai salah satu film terbaik yang rilis tahun ini. (dok. Amblin Entertainment/Reliance Entertainment/Universal Studios via IMDb) |
Spielberg terlihat begitu paham dalam mengemas kecintaan Sammy terhadap film agar mudah masuk ke hati penonton film ini. Semua itu tak lepas dari segudang pengalaman Spielberg sebagai salah satu sutradara paling berpengaruh sepanjang masa.
Namun, kisah The Fabelmans tidak hanya berkutat dengan mimpi Sammy menjadi sutradara hebat. Spielberg juga menyertakan lika-liku keluarga Fabelman yang ikut andil dalam kehidupan Sammy.
Ia tidak ragu mengungkap kehidupan keluarganya yang rapuh dan penuh trauma. Memori itu disampaikan lewat kisah keluarga Fabelman yang disajikan secara dramatis, tapi tidak terkesan recehan.
Narasi itu lagi-lagi membuktikan bahwa Spielberg tidak ingin membuat film yang hanya bisa dinikmati segmen tertentu. The Fabelmans punya konflik yang begitu dekat dengan setiap orang, karena melibatkan cita-cita dan realitas.
Plot cerita itu didukung dengan penampilan impresif seluruh aktor yang berperan dalam The Fabelmans. Film ini pun terasa seperti panggung orkestra berisi para aktor yang memainkan perannya masing-masing.
Pujian patut diberikan kepada Gabriel LaBelle sebagai Sammy Fabelman. Ia berhasil menunaikan tugasnya sebagai pemeran karakter yang menjadi cermin masa lalu Steven Spielberg.
Lanjut ke sebelah...
Akting menawan LaBelle didukung dengan deretan aktor pendukung lain, yakni para anggota keluarga Fabelman. Mereka memiliki kisah dan perjalanan masing-masing yang menarik untuk diikuti.
Di sisi lain, hubungan antar keluarga Fabelman juga mempunyai emosi dan dinamika yang berbeda. Hampir semua adegan terbaik dalam film ini menampilkan interaksi antar anggota keluarga yang memainkan emosi penonton.
Dari seluruh anggota Fabelman, Michelle Williams sebagai Mitzi dan Paul Dano sebagai Burt menjadi dua aktor yang paling menyita perhatian.
Mereka berhasil memerankan karakter orang tua Sammy dengan porsi yang pas. Burt menjadi seorang ilmuwan selalu mengedepankan logika, sementara Mitzi merupakan seorang yang mendambakan kebebasan.
Hasilnya, karakter itu begitu membekas tanpa perlu menutupi kisah Sammy sebagai pusat cerita. Perjalanan Burt dan Mitzi menahkodai kapal keluarga Fabelman juga sukses memunculkan emosi yang komplit dan kompleks.
 Review The Fabelmans: Dari seluruh anggota Fabelman, Michelle Williams sebagai Mitzi dan Paul Dano sebagai Burt menjadi dua aktor yang paling menyita perhatian. (Tangkapan layar YouTube Universal Pictures) |
Penonton diajak naik turun mengikuti kehangatan keluarga, kemudian rasa getir yang menyelimuti mereka. Berkat peran impresif itu, saya rasa Michelle Williams dan Paul Dano punya potensi besar untuk memboyong piala Oscar tahun depan.
The Fabelmans juga semakin sempurna berkat aspek audio visual yang disajikan. Film ini punya suguhan sinematografi yang tidak perlu dipertanyakan kualitasnya.
Mereka juga menyelipkan berbagai referensi yang berhubungan dengan latar belakang kisah Fabelman. Sebut saja film era 1950-an yang menjadi inspirasi Sammy, hingga nasib keluarga Fabelman yang menganut agama Yahudi.
Tak hanya itu, musik latar film ini juga ikut andil dalam menyempurnakan setiap emosi yang disajikan. Spielberg tidak mengandalkan lagu-lagu ikonis era 1950-an, tetapi memilih dentingan piano yang mengalun dari satu adegan penting ke adegan lainnya.
Dengan sederet nilai plus itu, saya rasa The Fabelmans pantas untuk mendapat predikat sebagai salah satu film terbaik yang rilis tahun ini.
Saya juga mengamini pendapat kritikus yang menjagokan karya terbaru Steven Spielberg ini sebagai pemenang Best Picture pada Piala Oscar mendatang.
[Gambas:Youtube]