Review Film: The Pope's Exorcist
The Pope's Exorcist sebenarnya bisa saja menjadi film horor yang menjanjikan seperti ketika The Conjuring tayang tepat sedekade dulu.
Namun sayang, modal kisah yang terinspirasi pengalaman nyata dari sosok besar dan menggunakan aktor papan atas dalam film ini tak cukup dieksekusi dengan baik.
The Pope's Exorcist menyisakan kisah yang kepalang nanggung. Masih ada unsur horor tapi tak menakutkan, memiliki efek visual yang canggih tapi atmosfer mistiknya tak tersampaikan, dan cerita yang terlihat tersesat sendiri.
Kisah Pastor Gabriele Amorth, Kepala Eksorsisme Vatican 1986-2016, yang telah menangani lebih dari 50 ribu kasus dugaan eksorsisme sepanjang kariernya dalam film ini harusnya jadi modal besar untuk memukau penonton.
Apalagi, tak pernah terbayang sebelumnya bagaimana koleksi cerita dari 50 ribu dugaan kasus eksorsisme disimpan oleh seorang pejabat tinggi Vatikan yang tanggung jawabnya langsung kepada Sri Paus.
Film ini pun menggunakan dua memoar yang ditulis langsung oleh Amorth sebelum meninggal pada 2016, The Pope's Exorcist, An Exorcist Tells His Story dan An Exorcist: More Stories.
Hal itu sebenarnya tampak lebih menjanjikan dibanding arsip pasangan Ed dan Lorraine Warren yang dipegang James Wan dalam The Conjuring saga. Terakhir kali, Wan terasa sudah mulai kewalahan secara kreatif dalam mengembangkan arsip tersebut.
Namun sayang, pengalaman Amorth dalam dua memoar tersebut gagal diekstrasi oleh Michael Petroni, R. Dean McCreary, dan Chester Hastings, dan berbuah naskah yang ditulis Michael Petroni dan Evan Spiliotopoulos terasa tanggung.
Atau, bisa jadi sutradara Julius Avery yang memang tak bisa membuat film horor yang bisa membuat penonton bergidik dan menjerit.
Padahal secara cerita, The Pope's Exorcist tak memiliki formula baru yang spesial. Polanya masih mirip dengan legenda The Amityville Horror yang digabung dengan pola kisah legendaris The Exorcist.
Ketika pola cerita itu muncul, saya sesungguhnya agak mengkhawatirkan apakah sutradara dan penulis bisa membentuk terobosan baru dari dua pola cerita yang klise di dunia film horor itu.
Avery, Petroni, dan Spiliotopoulos jelas kesulitan dalam membangun cerita. Alur cerita terasa jatuh dan bangun, dengan Russell Crowe yang juga tak sanggup menyelamatkan film ini.
Ada banyak adegan yang sebenarnya tidak penting, ditambah akting sejumlah pemain yang terlihat amatiran bila dibanding Crowe.
Selain itu, pesan samar yang disampaikan Avery, Petroni, dan Spiliotopoulos sungguh ditampilkan amat samar hingga tak bisa dicerna oleh otak.
Lanjut ke sebelah...