Jakarta, CNN Indonesia --
Pihak keluarga W. R. Soepratman berencana untuk mendaftarkan hak cipta dari lagu nasional berjudul Dari Barat Sampai ke Timur, yang lebih populer dikenal sebagai Dari Sabang Sampai Merauke.
Menurut Ketua Harian Yayasan W. R. Soepratman, Dario Turk, pihak keluarga sedang menyiapkan proses pendaftaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk lagu tersebut.
Dario selaku suami dari cicit kakak kandung W. R. Soepratman juga bakal mendaftarkan lagu tersebut ke salah satu Lembaga Manajemen Kolektif, Perkumpulan Wahana Musik Indonesia (WAMI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mau klaim lagu Barat Sampai Timur sebagai karya W.R Soepratman, kami akan daftarkan segera ke HAKI dan WAMI," kata Dario saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Senin (11/9).
Hal ini dilakukan untuk proses pengerjaan proyek album penuh lagu-lagu ciptaan W. R. Soepratman yang akan diarsipkan dalam bentuk piringan hitam.
Dari sebelas lagu yang berhasil Dario kumpulkan melalui arsip keluarga, terdapat dua lagu yang masih tersendat soal hak cipta. Salah satunya adalah Dari Barat Sampai ke Timur yang lebih dikenal berjudul Dari Sabang Sampai Merauke.
[Gambas:Video CNN]
Lagu Sabang Sampai Merauke dikenal sebagai lagu nasional ciptaan R. Soeharjo. Namun, menurut Dario, lagu itu sesungguhnya berjudul asli Dari Barat Sampai ke Timur ciptaan W. R. Soepratman.
Menurut Dario, pihak keluarganya tidak terlalu mempersoalkan status lagu Dari Sabang Sampai Merauke yang selama ini diketahui merupakan ciptaan R. Soeharjo.
Terlebih, menurut Dario, terdapat rentang waktu yang cukup lama antara ketika lagu Dari Barat Sampai ke Timur berubah judul menjadi Dari Sabang Sampai Merauke.
"Kalau merujuk ke beberapa catatan, lagu itu kan sudah ditulis sejak 1926. Kalau lagu itu diciptakan 1926, salah dong kalau lagu ini dituliskan diciptakan 1942 oleh Soeharjo?" tanya Dario heran.
"Yang benar yang mana? Masa dua-duanya diciptakan? Orang lagunya sama?" sambungnya.
Menurut klaim Dario, perubahan judul dan lirik Dari Barat Sampai ke Timur menjadi Dari Sabang Sampai Merauke terjadi pada 1942, empat tahun setelah W. R. Soepratman wafat, atas mandat Soekarno yang masih menjadi presiden RI saat itu.
"Bung Karno yang minta ganti waktu itu. Alasannya karena baru ada kota Sabang dan Merauke, biar tidak terlalu umum menggunakan kata Barat ke Timur saja," klaim Dario.
"Dan itu tidak seizin Pak Soepratman. Karena beliau kan meninggal 1938, dengan usia 35 tahun," sambungnya.
Lanjut ke sebelah...
Berdasarkan e-Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA SMK/MAK Kelas XI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), tercatat R. Suharjo sebagai penulis lagu Dari Sabang sampai Merauke.
Namun, Dario dan pihak keluarga W. R. Soepratman menginginkan agar ada pelurusan sejarah dan agar leluhurnya diakui sebagai salah satu pencipta lagu paling monumental di Indonesia.
Selain itu, hingga saat ini, Dario mengklaim belum ada satu pun lagu ciptaan W. R. Soepratman yang tercatat di WAMI maupun HAKI.
"Nah, dari situ kami kaget sekali, ternyata di HAKI tidak ada satu pun lagu W. R. Soepratman yang terdaftar," katanya.
"Kalau mereka (WAMI), saat ini tidak ada pihak Soeharjo yang daftarkan itu ke WAMI, dan mereka bilang kami punya hak karena banyak bukti-bukti yang tercantum dalam buku-buku soal W. R. Soepratman," sambungnya.
Dario mengaku terbuka untuk membuka ruang diskusi dengan pihak keluarga Soeharjo. Namun, ia sama sekali tidak mengenal dan cara menghubungi keturunan keluarga Soeharjo.
[Gambas:Video CNN]
"Soal keluarga Soeharjo, saya enggak tahu siapa dan turunannya siapa dan di mana. Tinggalnya di mana juga saya enggak tahu," kata Dario.
"Saya akan konfirmasi lagi soal Sabang ke Merauke dan ke Kemendikbud juga," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dario juga mengeluhkan soal pencatatan sejarah W. R. Soepratman sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia amburadul.
Salah satunya adalah tempat lahir sang maestro yang kerap dituliskan di Purworejo, Jawa Tengah. Menurut Dario yang merujuk kepada catatan pribadi pihak keluarga, W. R. Soepratman lahir di daerah Jatinegara, Jakarta Timur, pada 9 Maret 1903.
Ia pun merekomendasikan agar seluruh pihak merujuk pada buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan W. R. Soepratman (1967) yang ditulis oleh Oerip Kasansengari untuk menuliskan sejarah komponis tersebut.
Oerip merupakan salah satu kerabat W. R. Soepratman yang menemani komponis legendaris tersebut selama tinggal di Surabaya hingga akhir hayatnya.
Jejak buku tersebut, menurut Dario, hanya dipegang oleh keponakan W. R. Soepratman, bernama Soerachman, yang kini juga berusia senja.
Menurut Dario, belum ada lagi buku atau catatan sejarah yang dapat menuliskan riwayat Wage Rudolf Soepratman secara detail dan sahih.
"Buku itu udah punah sekarang, enggak bisa dibeli di mana-mana, kecuali niat pergi ke Perpusnas atau mengakses di Museum Sumpah Pemuda," kata Dario.
"Kami ingin agar buku itu diterbitkan lagi, biar masyarakat jadi teredukasi soal sejarah yang enggak terurai," pungkasnya.