Pejaten, CNN Indonesia -- Ibuku adalah perempuan hebat. Seumur hidup beliau diabdikan untuk keluarga, mengurus suami dan anak-anak. Beliau nyaris tak pernah memikirkan kepentingan diri-sendiri.
Belum lama ini beliau harus dirawat di RS karena sakit yang lumayan berat. Kami, tujuh bersaudara pun langsung pulang dan bergantian menjaga Ibu. Kalimat pertama yang menyambut kedatangan saya (juga saudara lain yang kebetulan tinggal di kota berbeda) adalah: "Bagaimana anak-anak dan suamimu? Nggak apa-apa ditinggalin? Terima kasih ya.."
Saya berusaha meyakinkan kalau anak-anak sudah cukup besar untuk ditinggal, dan suami pun tak masalah.
Sungguh berat rasanya menyaksikan Ibu terbaring tak berdaya di ruang ICU. Selama ini beliaulah yang paling perkasa. Ketika mendengar ada anak atau cucu yang sakit, beliau langsung menengok dan ikut membantu merawat. Kembali ke puluhan tahun lalu, beliaulah yang memasak buat kami, menjahit baju kami, dan membasuh luka kami.
Meski kami tinggal di lingkungan pesantren, di mana banyak santri ndalem yang siap membantu dalam hal apapun, sejak kecil kami diajarkan untuk mandiri, dan tidak mengandalkan orang lain. Demikian juga ketika kami sudah mulai berkeluarga dan mempunyai anak, kami diajarkan untuk sebisa mungkin mengasuh anak, termasuk membersihkan sendiri popok mereka. Hal yang terlihat sepele, tapi di kemudian hari terbukti mendekatkan hubungan kami dengan anak.
Masih banyak teladan yang diajarkan Ibu saya, tapi yang paling prinsip adalah: selalu menghormati dan menghargai orang lain, tanpa memandang latar belakang mereka.
(std/std)