Jakarta, CNN Indonesia -- Mama adalah sosok wanita pekerja yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk mendidik generasi bangsa. Sudah lebih dari 35 tahun Mama menjadi seorang guru, pendidik bagi anak Sekolah Dasar. Bagi kami, keempat anaknya, Mama adalah seorang Ibu yang tangguh. Mama merawat dan membesarkan kami tanpa bantuan pengasuh tetap dan mendidik kami dengan kemandirian.
Mama tidak membelikan semua mainan atau barang yang kami inginkan. Tapi ia meminta kami berprestasi terlebih dahulu, barulah kami bisa memintanya kemudian. Mama mungkin tidak mau kami menjadi manja. Mama juga ingin kami selalu berusaha, barulah bisa mencapai apa yang kami inginkan.
Mama sama halnya seperti Ibu yang lain. Ia juga mengomel ketika kami meletakkan barang tidak pada tempatnya kembali. Ia marah ketika kami berbuat salah dan panik ketika kami bermain hujan-hujan hingga kami flu. Ia kesal ketika anak-anak perempuannya hanya mengobrol sementara ia sendirian sibuk di dapur. Ia juga menjadi mata-mata ketika anak-anaknya sudah mengenal arti cinta monyet, mengingatkan bahwa yang utama adalah mencapai cita-cita.
Ketika anak-anaknya beranjak menikah, Mama menangis. Mungkin ia sedih melepas anak-anaknya. Ketika 3 anak perempuannya ikut suaminya ke luar pulau, Mama juga yang selalu mengingatkan kami untuk terus mendampingi suami, di manapun suami bertugas nanti.
Mama pula yang menemani kami anak-anak perempuannya tiap bersalin. Mamalah yang memegang tangan kami setiap kami melahirkan cucu-cucunya. Mamalah yang menjadi sumber kasih kami setiap hendak melahirkan nyawa dari rahim ini. Mamalah yang membuat kami kuat menahan semua kesakitan yang berakhir dengan kebahagiaan itu.
Sama seperti anak-anak yang lain, yang paling dirindukan bagi anak-anaknya yang merantau adalah masakan Mama. Mama bisa masak apa saja yang kami suka. Bahkan setiap kami pulang ke pulau Jawa tempat kami menimba ilmu kala kuliah, Mama akan masak bermacam makanan yang tahan lama, seperti rendang atau ikan teri kacang supaya bisa kami simpan. Bahkan hingga sekarang, setelah anak-anaknya menikah, kembali merantau ke pulau seberang.
Mama memang tak sempurna. Ia takut naik pesawat, padahal sering bepergian dengan burung besi itu. Tangannya berkeringat dingin selama di pesawat. Ia juga takut petir, takut ular dan pencemas. Tapi Mama yang menjadi kekuatan ketika kami anak-anaknya merasa ketakutan. Mama yang menjadi penopang ketika anak-anaknya terdesak kesempitan. Mama juga yang selalu menjadi alarm ketika kami lupa akan suatu hal.
Ketika anak-anak perempuannya menikah dan tidak memutuskan untuk bekerja di kantor, Mama sempat kecewa. Namun Mama pula yang memberi semangat bahwa bekerja bisa dari rumah. Bukan sebagai pencari nafkah utama, namun bertindak sebagai seorang wanita yang mandiri, berkepribadian, cerdas dalam mengatur manajemen rumah tangga serta pandai mendidik anak-anak.
Semua yang Mama ajarkan kepada saya akan ajarkan kembali kepada anak-anak saya. Karena Mama adalah seorang Ibu yang hebat bagi anak-anaknya. Saya yakin bahwa semua Ibu bagi anak-anaknya adalah para Ibu yang hebat. Dari rahimnya ia menjaga dan merawat kita dengan penuh kasih. Dari rahimnya kita lahir dengan disambut penuh cinta. Selamat hari Ibu untuk semua Ibu hebat. Semoga kita semua menjadi Ibu yang selalu berbahagia, karena Ibu yang berbahagia adalah ibu-ibu yang akan melahirkan anak-anak yang menebarkan kebahagiaan pula.
(std/std)