Kota Denpasar, CNN Indonesia -- Saya tengah berdialog dengan seorang teman dari luar Bali. Perbincangan kami hangat sekali. Sampai ketika kalimat: “Sayang ya, di Bali susah cari makanan halal.”
Ini cukup mengusik naluri saya. Halal atau haram, apakah manusia yang menghakimi?
Sore di Singaraja, Bali, tampak berbeda. Suasana seputaran jalan Ahmad Yani dipenuhi pengunjung yang ingin menikmati hangatnya semangkok bakso.
Bakso memang menjadi menu favorit di semua kalangan. Rasanya yang lezat serta harga yang ramah di kantong membuat makanan yang satu ini tetap menjadi buruan.
Ketika berlibur maupun bepergian ke hunian dan tempat wisata yang baru, menu bakso seolah ramah menyapa para turis mancanegara maupun domestik. Campuran daging kenyal, mie, dan bahan sayuran segar ditambah dengan kuah sedap membuat bakso sulit ditinggalkan.
Pedagang bakso yang kreatif mengkombinasikan makanan ini dengan variasi yang unik. Ditambah pangsit, telor, ketupat, misalnya, membuat pebisnis bakso semakin berkembang.
Tapi ada juga lho bakso yang terbuat dari daging babi. Di beberapa tempat, apalagi kalau pedagangnya membuat bakso ini secara diam-diam dan tak diketahui oleh pelanggannya, ini jadi kontroversi dan pasti dijerat hukum.
Seperti kasus penggerebekan tukang bakso SW (45) di kawasan Tambora, Jakarta Barat, yang membuka mata warga di sekitar lokasi. Ternyata bakso yang dikonsumsi sehari-hari oleh mereka memakai daging celeng (detik.com).
Kalau membuat dan menjual bakso secara ilegal begitu, jelas bikin marah banyak orang kan? Tapi ada kok pedagang yang jelas-jelas membuat bakso berbahan dasar daging babi dan orang-orang juga tahu.
Seperti di sisi jalan Ahmad Yani Singaraja, Bali, tadi. Kios itu menjual bakso dengan papan nama bertuliskan: "100 persen haram". Kios ini memang menjual bakso daging babi. Bagi masyarakat Bali yang mayoritas Hindu, babi tidak diharamkan.
Hampir setiap sore, kios ini selalu dipadati pengunjung. Yang menarik lagi ada seni yang dilukis di dinding kios menggunakan ikon babi dan ada dialog antara babi. Saya menganggap itu semua adalah seni dalam marketing dan ini sangat unik.
Babi memang tak dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Sementara bagi yang tak berpantang daging babi, perlu juga memperhatikan aspek pengolahan daging babi yang sehat dan higienis, sehingga tidak menyebabkan penyakit.
Bali termasuk daerah yang memiliki banyak kuliner berbahan daging babi. Seperti lawar dengan berbagai variasi, siobak, babi guling, bakso krama Bali, dan lainnya. Begitu juga di antara sebagian masyarakat di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Flores, Toraja, begitu pun kaum Tionghoa. Mereka punya aneka kuliner berbahan dasar daging itu.
Meski ada mengkonsumsi dan ada yang mengharamkan, Indonesia adalah negara yang menghargai perbedaan sehingga itu tak akan menjadi persoalan. Di Bali, meski mayoritas masyarakatnya tak berpantang daging babi, makanan yang halal pun sudah sangat mudah ditemukan di mana-mana. Begitu juga di daerah-daerah lain.
(ded/ded)