Belajar dari Anak-Anak Penjual Tisu

Bahariyani Mareza | CNN Indonesia
Selasa, 23 Feb 2016 07:50 WIB
Kalau kalian selama ini tak pernah kesulitan memenuhi kebutuhan, bersyukurlah. Ada banyak anak yang kurang beruntung, sehingga harus bekerja.
Anak penjual tisu (CNN Indonesia/Bahariyani Mareza)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sore itu di Stasiun Kereta Api Depok, terlihat sepasang anak laki-laki beralas kaki sandal jepit yang malu-malu menjajakan dagangan. “Kak beli tisunya dong,” ujar salah satu anak bernama Januar kepada seorang pejalan kaki.

Raut wajahnya polos. Mereka yang ditawari tisu kerap tak tega menolak. Tapi sore itu masih banyak tisu yang belum terjual.

Januar bercerita rata-rata bisa mendapatkan Rp100.000 per hari dengan berjualan tisu itu. Dia sudah berdagang sejak usia 6 tahun. Itu dilakukannya setelah pulang sekolah.

Temannya berjualan adalah Rian, yang memiliki tubuh lebih kecil.

Januar kini berusia 9 tahun dan duduk di kelas 3 SD di Sekolah Master Depok. Januar dan Rian suka berdagang di Stasiun Depok karena stasiun itu ramai dan banyak temannya di sana.

“Setiap hari ada aja yang ngasih buku, dan juga beli tisu jadinya senang main di sini, dari pada di rumah diem aja bosen,” kata Rian berceloteh dengan riang.

Tapi Januar tampak malu-malu. Rupanya ibunya juga berjualan di sekitar stasiun itu dan tampak lekat mengawasi Januar dari jauh. Sang ibu berjualan kopi.

Meski sehari-hari mengandalkan hidup dari berjualan tisu, Januar tak ragu bermimpi. Dia bercita-cita sekolah yang tinggi dan menjadi masinis.

“Dulu bapak security di stasiun, tapi karena kalah saing enggak kerja lagi,” kata Januar. “Saya ingin jadi masinis supaya bapak bisa jadi security lagi.”

Adapun Rian ingin jadi tentara. Dia sudah berencana berhenti jualan tisu saat duduk di bangku SMP. “Tentara kan keren kak, nanti bisa nyamar, terus wajahnya dicemong-cemong sambil pegang pistol,” kata Rian, tentang cita-citanya.

Dalam sehari Januar dan Rian dapat menjual 80-100 pak tisu. Lalu mereka harus menyetor Rp50.000 ribu kepada orang yang mereka panggil “Bos”. Jadi, dalam sehari mereka mengantongi Rp30.000-Rp50.000.

Biasanya sebelum jam 20.00 tisu sudah habis, sehingga mereka tak pulang larut.

Anak-anak berdagang tisu tak hanya biasa ditemukan di stasiun. Mereka pun ada di perempatan-perempatan, atau di dekat lampu pengatur lalu lintas.

Usia mereka berjenjang di sekolah dasar. Orang tua mereka juga ikut berdagang sambil mengawasi mereka. Bahkan kebanyakan membiarkan.

Ada yang tak peduli dengan kehadiran mereka. Tapi ada juga yang terganggu. Tak jarang mereka harus kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP.

Kalau kalian berasal dari keluarga yang memenuhi segala kebutuhan kalian, bersyukurlah. Sebab di luar sana ada banyak anak-anak yang terpaksa mencari uang di saat seharusnya mereka bermain atau belajar di rumah. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER