Jakarta, CNN Indonesia -- Sebelumnya ada fakta yang mengejutkan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Kementerian kesehatan. Ditemukan bahwa 80 persen anak-anak Indonesia mengalami pola pikir negatif, yang merupakan adanya mental block alias hambatan mental.
Menurut penelitian itu, hambatan mental terjadi ketika ada kegagalan perkembangan otak dari masa kanak-kanak. Hambatan mental dapat digambarkan sebagai rasa bingung, menutup diri, banyak kecemasan, acuh dan tidak mau perduli.
Faktor mengapa hal tersebut terjadi, sangat tergantung pada setiap individu, tergantung gaya fokus, persepsi, tingkat kepercayaan diri dan ketangguhan mental.
Secara sederhana hambatan mental dapat muncul karena adanya kekeliruan pengalaman hidup, pergaulan, sisa traumatik masa lalu, luka batin, pengalaman buruk saat masih kecil, fobia, kurangnya pemahaman sehingga selalu keliru dalam memandang masalah.
Vokalis band The S.I.G.I.T, Rekti, mengakui adanya fenomena ini. Dia mengungkapkan dirinya termasuk anak yang tidak terlalu percaya diri saat SMA dan kebanyakan teman-temannya juga seperti itu.
Menurut punggawa band indie yang lagu-lagunya berbahasa Inggris itu, pada usia seperti itu, ia merasa sangat sensitif terhadap tanggapan lingkungan, sehingga mudah stress dan pelariannya adalah mengacuhkan diri atau “Saya tidak ingin memikirkan itu”.
Bisakah cara berpikir seperti ini ‘dihapus’? Ada konsep tentang “sel memori”. Setiap sel mengandung cairan yang bernama sitoplasma. Bentuknya cair seperti gel yang mengandung berbagai zat inti sel yang berguna bagi fungsi tubuh.
Sitoplasma merupakan media atau wadah bagi zat-zat yang dibutuhkan, termasuk untuk menyimpan berbagai pengalaman baik, buruk, ataupun sedih yang terekam dan dikodekan secara rumit oleh otak.
Setiap sel dalam tubuh saling terhubung, sehingga sel-sel akan menyimpan informasi dengan cepat ke seluruh tubuh. Ketika merasa senang atau bahagia seseorang akan terlihat lebih cerah dan bersemangat, sebaliknya jika terjadi pengalaman buruk atau trauma dapat memicu kekeruhan pada sitoplasma, karena zat-zat inti sel banyak yang layu bahkan mati, sehingga terjadi pembatasan komunikasi antar sel ke seluruh tubuh.
Bayangkan ketika traumatik tersisa dan terus ada, ditambah pengalaman buruk dan luka batin yang diterima anak, akhirnya menjadi akumulasi yang menyebabkan hambatan mental. Tapi tak semua tampak seperti orang putus asa lho.
Ada beberapa yang mengalami “manipulasi mental”. Umumnya reaksi mereka cenderung ambisius untuk mencapai apa yang diinginkan. Namun seringkali bersinggungan dengan orang lain dan apatis terhadap lingkungan. Mereka menganggap teman-teman adalah pesaingnya dan tidak segan menyakiti perasaan orang lain.
Keduanya adalah bentuk hambatan mental yang berbahaya ketika dipelihara hingga dewasa. Yang satu bereaksi tenggelam dalam ketakutan yang satu lagi memberontak terhadap ketakutan. Perlu diingat penyebabnya adalah kerusakan dari inti sel yang terdalam, sehingga butuh waktu untuk memperbaikinya.
Memperbaiki mental merupakan pekerjaan keras, karena menuntut pengendalian diri sendiri. Tidak ada orang yang dapat membantu mengatasi hal ini, harus diri sendiri yang melakukannya. Orang tua hanya dapat melakukan yang terbaik bagi anak sesuai perannya.
Beberapa langkah ini dapat menjadi alternatif ketika anak terindikasi mengalami hambatan mental:
1. Tahap pertama untuk mengatasi masalah adalah dengan mengakuinya.Orang yang cerdas adalah orang yang menyadari ketika dirinya ada yang salah, perlu ada kesadaran bahwa kita memiliki masalah terhadap mental, dengan begitu kita dapat menguraikan apa yang menjadi penyebab awal, seperti ketakutan terhadap suatu hal atau kegagalan?
2. Manfaatkan ketakutan sebagai motivasi positif.Sebagai contoh banyak atlet melawan ketakutanya dengan ikut bertanding dan menjadikannya tantangan yang harus dikalahkan. Begitu pula ketika merasa takut terhadap matematika kalian harus memandangnya sebagai tantangan yang harus dituntaskan. Cara pandangmu akan berubah saat melihat masalah sebagai sesuatu yang harus diselesaikan.
3. Jawaban dari kegagalan adalah sifat pesimismu.Jika tidak ada sikap pesimistis, maka kami 50 persen sudah meraih keberhasilan. Sisanya tinggal usahamu. Percayalah itu menurut peneliti loh. Jadi berfikirlah positif dan berbahagialah.
(ded/ded)