Cerita Pendek, Ajaib Itu dari Maha Pemberi

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 04 Okt 2016 14:43 WIB
Aku lupa dua anak kembar identik itu akan seperti cericit burung Nuri jika tak mendapat jawaban memuaskan. Benarkah anak ayam dalam telur bernafas?
Ilustrasi (Thinkstock/Branex)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Om aku mau tanya. Kak Tano bilang anak ayam bisa bernafas di dalam telur?” Suara salah satu kembar identik. Celaka dua ratus tujuh, dari mana pula dia dapat pertanyaan secemerlang itu.

Alamak, tanpa terasa meluncur pula jawaban sepastinya dari mulutku, di tengah fokus menyelesaikan bacaan graphic book. "Oh Iya.” Jawabku singkat, lupa kalau dua kembar identik ini, seperti cericit Burung Nuri, jika tak mendapat jawaban memuaskan. “Om. Benar ya anak ayam dalam telur bisa bernapas.” Suara Tanu lagi.

Kejadian. Lupa aku. Gempa bumi deh. Yah! Tanu akan terus mencericit. Meluncur lagi sepastinya jawaban dari mulutku. “Iya pangeran gagah.” Wah… Belum selesai benakku tarik napas. “Om kok iya melulu sih jawabnya.”

Jegger! Kepalaku seperti ketiban buah manggis. “Iya maafkan Om ya sebentar ya.” Baru aku menyadari, panik tulen, wah pelajaran itu waktu wah dulu banget… Jika salah menjelaskan kacau dunia.

“Om! Please… Cepat dong” Suara cericit Nuri mulai. “Yes my dear Man, you are a Man atau Burung Nuri sih.” Aku memotong cepat. Biasanya kalau aku panggil dia begitu lantas cekikan.

Kali ini tidak, paras Tanu berubah serius. “Om…” Tanu sambil memegang sudut buku di pangkuanku. “Yes! Yes!” Aku sambil berdiri memutari Ruang Tamu, Tanu membuntuti di belakangku. “Oh my God ini serius.” Dalam benakku.

Terus memutar otakku, mendadak macet seperti Jalan Sudirman meski sudah ganjil atau genap, berefek mampet pada jalan pendukung menuju arah Pusat Kota.

Tuhan. Cepat kembalikan ingatanku. Rasanya aku pernah baca. Di Majalah, koran, buku, med-sos. Oh! Please deh. Otakku mendadak macet, Tanu mulai memegang ujung kaosku sembari, “Main kereta-keretaan ya Om…”

“Oh! Iyaaa…” Jawabku cepat. Hihh dia enggak tahu besok aku harus tes wawancara lamaran kerja. Tanu menarik ujung kaosku agak memanjang kebelakang. Meluncur dari mulut mungilnya. “Om kalau ada stasiun berhenti ya…” Udah jatuh ketiban duren deh daku.

Kalau sudah begini akan a long day road deh, tinggal menunggu Tanu bersuit, akan muncul Si Kakak dari balik pintu ruang belajar, sekaligus ruang bermain keduanya.

Gawat! Benar. Suitan Burung Nuri itu bersahutan berbunyi nyaring meski agak sumbang, tapi cukup keras. Oh! Tuhan tolonglah daku.

“Klek!” Suara pintu ruang belajar berbunyi seperti horor. Tano menyembulkan kepalanya. “I’m not axis.” Suara Tano, mengendurkan horor di benkku amin!

Kalau Tano gabung keduanya makin gembira, ujungnya pasti main kuda-kudaan dari bantal sofa dan daku wajib jadi kusir…

Ohhh adegan akan makin panjang, dan aku tak tega menghentikan kegembiraan keduanya. Meski mereka akan segera tenang jika aku jelaskan bahwa aku sedang sibuk dengan sebenarnya.

Orang dewasa jangan sesekali berbohong pada anak-anak meskipun pura-pura. Mereka akan meniru kepura-puraan itu. Sebaiknya katakan kebenarannya. Anak-anak akan terbiasa menerima kebenaran dengan baik dan benar.

Hal penting lagi jangan menakuti anak dengan mengatasnamakan Tuhan atau apapun, sebab persepsi negatif itu akan melekat di memory ingatan anak, seakan Tuhan jahat atau galak. Semisal kalimat negatif seperti ini: “Jika adik tak mau makan nanti Tuhan marah loh.” Wah duh. Jangan.

Akan lebih bijaksana jika kalimat positif dihubungkan ke makanan, akan disantap Ananda, semisal lagi kalimat positifnya begini, ”Adik makan ya. Dalam tubuh yang sehat akan membuat adik lebih cerdas. Ini ada wortel dan sayuran hijau bervitamin.”

Tano dan Tanu, beda beberapa menit saja waktu kelahirannya. Secara medis dinyatakan amat sehat. Dokter, menangani kelahiran keduanya, menyatakan Tano adalah Kakak. Tanu adalah Adik, kedunya kembar identik, sama persis.

Jegger! Tano, berada di belakang Tanu, sambil memegang remote teve. Kami memutari meja. “Tut! Tut! Beam! Beam!” Suara kami.

Suaraku sumbang karena ingatanku tak kunjung tiba tentang hal anak ayam bisa bernapas di dalam telur, rasanya baru kemarin…”Klik! Tit” Suara teve menyala, kami terus memutari meja, kursi, benda besar apa saja di Ruang Tamu.

Tano terus memindahkan channel teve mencari film kartun kesukaannya. “Klik!” Selintas aku melihat berita “Stop!” Suaraku spontan. Tano dan Tanu kaget teve mati lagi.

“Maafkan Om ya… “ suaraku memotong cepat, dari kaget keduanya ngakak lucu banget, lagi, “ Jadi Om?” Suara Tanu. “I’m not axis.” Kata Tano, melepas diri dari permainan, jungkir balik di sofa.

“Klik.” Teve hidup lagi, CNN Indonesia. “Yes!”, aku lompat kegirangan. “Om tahu!. Sebentar! Sabar.” Aku melompat bak atlet lompat galah, “Yes!”

“Hore!” Tanu dan Tano menarik-narik kaosku. “Ayo Om ceritakan. Ayo! Sekarang.” Aku memandangi mereka. Keempat bola mata bulat bola pimpong itu melotot padaku seakan ingin segera tahu. “Boleh Om telpon sebentar. Mau tahukan?” Keduanya mengangguk.

Hore! Mereka berdua berlompatan ke sofa kegirangan. Lalu mendadak duduk tenang, tapi keempat mata bola pimpong itu tetap tajam menyidik dengan senyum simpul khas, di sudut mulut mereka. “Oh! I know that smile’” Kataku dalam hati.

“Halo! Fitri? Apa kabarmu”. Kami bertelpon. Suaraku pada sahabat nun di kantornya. Kami tinggal di Depok. Fitri di wilayah Condet, berkantor di Jakarta Pusat. “Baik sobat, tumben deh…” Terjalin percakapan persahabatan nan seru, cukup lama kami berbincang di sela suara-suara Burung Nuri kembar dari arah sofa. “Klik!” Pembicaraan selesai.

“Om!” Nada panggilan itu aku paham betul. “Oke! Ini ceritanya. Om ceritakan ya, artikel tentang Bagaimana Anak Ayam Bernafas di Dalam Telur. Oke?”

“Hore!’ keduanya pindah duduk di kiri kananku. Aku membacakan dengan santai artikel sobatku Fitri Chaeroni, di CNN Indonesia online, di telepon seluler, di genggamanku. Bebas rasanya. Hura! Aku Menang! Hore!

Keduanya menyimak dengan seksama, sambil menyela dengan pertanyaan-pertanyaan cerdas menggoda imajiku, untuk aku tuangkan di canvas lukisanku kelak.

Mereka puas bertanya, aku jawab dengan singkat dan seksama. Suara Burung Nuri horor itu tampil lagi. “Om. Kak Fitri teman Om ya?”

“Yes!” aku menyela cepat. Dalam benankku… Apa lagi nih… Please deh… Om sayang kalian, besok Om harus tes. Please. No! Don’t ask me…Tuhan mohon mereka tidak meminta…

Jreng! Suara dua Burung Nuri seperti berduet. “Om. Sekarang yuk!” Jreng! Oh… “Ketemu Kak Fitri!” Jreng! Dunia seperti jungkir balik. “Besok kami masuk sekolah.” Suara keduanya bergantian. “Besok liburannya habis…” Jreng! Adegan lanjutan.

Aku segera bergegas menyelesaikan persoalan penting ini. Meluncur Kekantor sobatku Fitri Chaeroni, setelah meminta waktunya untuk bertemu bersama Si Kembar. Jreng!.

*) Kisah ini diilhami dari artikel ‘Bagaimana Anak Ayam Bernafas di Dalam Telur?’ di tulis oleh sobat Fitri Chaeroni. Salaman. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER