Jakarta, CNN Indonesia -- Kebinekaan di Bumi Pertiwi tengah diuji. Sudah jadi rahasia umum, seorang pejabat publik dijadikan tersangka penistaan agama. Ratusan ribu rakyat turun ke jalan berunjuk rasa. Di media sosial, orang-orang saling mencaci maki. Nilai toleransi saat ini jadi tanda tanya.
Sebetulnya bagaimana menjaga nilai-nilai toleransi itu, kita bisa belajar dari Ambon, Maluku, lho. Kalian tahu, daerah ini pernah dikoyak konflik agama yang membuat jatuh banyak sekali korban. Tapi, lambat laun situasi berubah dan Ambon kembali aman tenteram. Ambon sebelumnya punya kultur yang sangat toleran antar pemeluk agama.
CNN Student sempat bertemu dengan dua tokoh agama dari Ambon di sebuah acara baru-baru ini. Mereka bercerita bagaimana Ambon bangkit dari keterpurukan akibat konflik agama yang panas.
Jacky Manuputty, seorang pendeta dan juga aktivis, berkata rahasianya adalah tidak boleh kehabisan harapan. “Kita masih punya harapan banyak, kita tidak bisa men-generalisir bahwa dengan banyak kasus yang kelihatan intoleran lalu kehabisan harapan,” ungkapnya.
“Saya orang yang selalu mencoba membagi harapan oleh karena itu saya tidak menegasi untuk tidak melihat ada banyak persoalan, tidak. Tapi lihat dari sekian banyak anak muda yang selalu menawarkan sekian harapan seperti itu, ada cukup banyak kegiatan-kegiatan yang jauh dari publikasi media. Kegiatan-kegiatan interaksi, kegiatan-kegiatan untuk membangun relasi, toleransi, pluralisme, lintas agama, itu kan sangat banyak sekali di masyarakat kita,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Abidin Wakano, M.Ag. yang seorang ustad serta dosen di IAIN Ambon. Baginya Indonesia adalah sebuah harapan. “Kita kan sangat multikultur yah, suku agama, dan sebagainya. Saya masih punya pengharapan terhadap Indonesia. Indonesia adalah salah satu contoh yang baik, terutaman sebagai negara islam terbesar di dunia. Dan banyak ahli mengatakan bahwa masyarakat islam Indoensia adalah masa depan masyarakat Islam dunia,” kata Abidin.
Abidin juga menambahkan pentingnya bagi kita untuk menghargai segala perbedaan. “Kita berharap transisi kita supaya kita belajar menghargai perbedaan pendapat. Kemudian kita berhenti untuk saling menghujat, mendahulukan kepentingan bangsa dan negara melebihi semua kepentingan masing-masing. Bagaimanapun ini tak lepas dari kepentingan politik, janganlah pertarungan di wilayah politik mengakibatkan pendarahan di dalam ranah sosial keagamaan,” katanya.
Peran Anak Muda
Kita sebagai anak muda tak bisa tinggal diam. Sebagai generasi penerus, sudah menjadi kewajiban kita untuk turut serta dalam menciptakan perdamaian dan kehidupan bertoleransi. Apa yang bisa kita lakukan?
Pendeta Jacky justru berkata, banyak idenya dalam menciptakan perdamaian justru terinspirasi dari anak muda. Karena anak muda memiliki berbagai ide yang segar dan dengan gairah yang luar biasa.
“Kita belajar banyak dari para anak muda dengan seluruh kreativitas mereka, tapi kita kurang menselebrasi itu. Kita harus menselebrasi kisah-kisah yang luar biasa ini saya pikir anak muda punya kontribusi yang luar biasa,” ungkapnya. Ide anak muda menggunakan social media dalam menyebarkan pesan perdamaian menurutnya juga salah satu ide yang efektif.
Ustad Abidin berpendapat, bukan hanya anak muda, namun juga pihak terkait yang berurusan langsung dengan anak muda mengambil peran penting dalam penciptaan pendidikan toleransi bagi anak muda. “Kita tidak langsung menyerahkannya pada pemuda, tapi negara, lembaga-lembaga keagamaan, pendidikan, itu harus melakukan sesuatu untuk pemuda, pemuda harus disiapkan. Pendidikan multikultural menjadi sangat penting untuk anak-anak,” kata Abidin.
Banyak hal sederhana yang bisa kita mulai dari diri kita sendiri. Mulai dari untuk dapat menerima perbedaan, tidak saling menghujat, tidak menyebarkan kebencian ketika menggunakan media sosial, saling menghormati teman yang berbeda keyakinan, tidak memaksakan keyakinan kita pada orang lain, dan sebagainya.
Mulai dari sekarang yuk belajar untuk jadi lebih bijak dalam melihat perbedaan! Kita diciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal, dan perbedaan itu juga sebuah kekayaan.
(ded/ded)