Jakarta, CNN Indonesia -- “Banjir Bukan Takdir” begitulah judul sebuah artikel yang terbit pada Senin (21/11) di situs CNN Students ini. Dalam artikel itu sang penulis artikel, Nur Cholis menyebut bahwa banjir di Bandung, terutama di daerah Gedebage adalah ulah masyarakat secara umum. Tidak pantas bila masyarakat hanya menyalahkan pemerintah sebab pemerintah telah berusaha keras mencegah banjir.
Artikel itu, bila kita pahami lebih jauh mengingatkan kita kembali bahwa kita perlu lebih peduli dengan lingkungan. Aksi nyata diperlukan tidak hanya dengan mencemooh pemerintah. Dari sana terlihat bahwa maksud penulis adalah baik. Namun, sayangnya, isi subbab pertama artikel itu menunjukkan banyak cacat.
Cacat itu ada karena pembahasan mengenai penyebab bencana banjir nampak setengah-setengah, tidak komprehensif mencantumkan seluruh fakta di lapangan. Akibatnya, artikel tersebut terasa begitu menyudutkan masyarakat dan terlalu membela pemerintah.
Cacat Argumen Dalam subbab pertama artikel itu Nur Cholis menyebut bahwa pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung sudah bekerja dengan baik dalam menangani banjir. Argumen penulis itu dirasa kurang tepat. Kita memang patut mengapresiasi kerja Pemerintah Kota Bandung yang sudah menerapkan berbagai inovasi kebijakan, seperti pemasangan tol air, pembangunan rumah pompa, pembesaran gorong-gorong, dan rencana pembuatan danau buatan raksasa di Bandung.
Namun, usaha itu terasa agak sia-sia sebab di sisi lain Pemkot Bandung tidak memerhatikan pembangunan di Bandung. Di Gedebage, misalnya, menurut Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Anang Sudharna, pembangunan perumahan baru di daerah itu menyebabkan masalah lingkungan yang berpotensi menyebabkan banjir (rmol.com, 25/10). Hal itu ternyata benar adanya karena dua hari kemudian banjir menyapa Gedebage.
Pada kesempatan selanjutnya, seperti yang dilansir dari liputan6.com (30/10), Anang kembali menyebut bahwa pembangunan di Kota Bandung kurang memerhatikan aspek lingkungan. Menurut kajian BPLHD pembangunan oleh PT Summarecon di Gedebage adalah salah satu contoh pembangunan yang tidak ramah lingkungan.
Contoh-contoh itu membuktikan bahwa memang pembangunan di Kota Bandung kurang benar-benar memerhatikan lingkungan. Tanggung jawab pada pembangunan itu tidak hanya ada di tangan para pelaku usaha, melainkan juga Pemkot Bandung sebagai pihak yang memberikan izin pembangunan. Maka, kita perlu mengkritisi apakah benar Pemerintah Kota Bandung sudah berusaha maksimal memerhatikan lingkungan, apakah benar Pemkot Bandung sudah benar-benar berusaha mengatasi dan mencegah banjir.
Kedua, Nur Cholis dalam artikelnya menyebut bahwa para pejabat pemerintah di daerah tidak bisa selalu memantau daerah-daerah yang rawan bencana. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya bisa menganalisis apakah wilayah tempat mereka tinggal adalah wilayah rawan bencana atau tidak. Argumen ini, menurut saya, agak sulit dicerna. Alasannya, tidak semua masyarakat Bandung memiliki pengetahuan geografis yang mendalam sehingga bisa memilih dengan pintar wilayah mana yang rawan bencana.
Alasan selanjutnya, sudah tugas Pemerintah daerah, dalam hal ini Walikota Bandung dan jajarannya untuk memerhatikan warganya. Pemerintah tidak harus selalu memantau ke berbagai tempat yang dipimpinnya. Pemerintah tiap daerah cukup memantau bila ada pembangunan di wilayahnya masing-masing yang bermasalah dengan aspek lingkungan dan tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Apalagi, ada badan khusus yang mengurusi masalah lingkungan di tiap daerah, yaitu Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Agar bisa maksimal pun, usaha mendekatkan diri pada warga pun bisa dilakukan oleh pemerintah daerah. Maka, pendapat bahwa Pemerintah tidak bisa selalu memantau daerah-daerah yang rawan bencana bukanlah alasan yang bisa dibenarkan.
Berkontribusi Bersama Permasalahan lingkungan adalah permasalahan yang kompleks, permasalahan yang berhulu dari banyak aspek dan bermuara pada banyak aspek pula. Salah satu isu lingkungan, yaitu perubahan iklim, misalnya, adalah satu dari sekian faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya bencana banjir di Gedebage beberapa waktu lalu.
Perubahan iklim yang berwujud curah hujan yang begitu tinggi itu membuat usaha Pemkot Bandung dengan memasang tol air menjadi tidak berarti. Lalu, apa yang menyebabkan perubahan iklim itu? Banyak hal yang menyebabkan perubahan iklim, yaitu deforestasi, asap kendaraan, gas metana dari kotoran hewan seperti sapi, gas rumah kaca dari pendingin ruangan, dan banyak hal lainnya.
Melihat fakta itu, maka benar bahwa bukanlah hal yang tepat bila kita hanya menyalahkan pemerintah. Kita harus pula ikut berkontribusi dalam menjaga lingkungan karena permasalahan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kontribusi itu bisa dilakukan dengan banyak hal. Hal yang paling mudah adalah membuang sampah pada tempatnya dan mengurangi penggunaan plastik dan/atau styrofoam.
Masyarakat, termasuk kita para pelajar dan mahasiswa, pun bisa sering-sering melakukan bersih-bersih lingkungan untuk mencegah terjadinya banjir. Tindakan lain yang bisa kita lakukan adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mengurangi konsumsi daging sapi, dan tidak menghambur-hamburkan listrik dan kertas.
Sebagai kalangan yang terdidik, kita pun bisa berkontribusi dengan mengawal pembangunan di sekitar kita. Pembangunan yang terbukti menganggu lingkungan dan tidak memenuhi kriteria dalam Amdal bisa kita kritisi dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Pada akhirnya, bumi ini adalah milik kita bersama. Kita hidup, tinggal, dan mengambil manfaat dari bumi ini. Maka, menjaga bumi ini pun adalah tanggung jawab kita bersama. Menjaga bumi ini adalah tanggung jawab masing-masing kita. Bila kita tidak mau menjaga bumi ini, siapa lagi yang akan melakukannya?
(ded/ded)