Jakarta, CNN Indonesia -- Hidup dan realitas harus dihadapi dalam situasi apa pun, di waktu sama, atau pun berbeda, seperti langit senantiasa terbentang luas memberi harapan. Kesedihan dan kegembiraan, kebencian dan kebenaran, kematian dan kehidupan. Alam memberi bencana, atas kehendak datang tanpa diketahui. Sebagian orang percaya itu takdir. Meski akibatnya datang sebab perbuatan manusia atau makhluk hidup lain, memanggil takdirnya sendiri, jika benar begitu.
Aku seperti terbangun dari mimpi, waktu menunjukkan saat dini hari. Aku sadari sekeliling, masih di kamar tidur, di sebuah tempat jauh dari negaraku. Apa makna dan tanda-tanda itu, mungkin karena lelah dari penerbangan waktu tempuh panjang menuju negeri asing, tempat, belum pernah aku datangi. Aku seperti baru saja dibangunkan. Karena harus segera ke bandara lagi, menuju sebuah negara impian.
Dengan sigap aku periksa sekeliling kamar tidur di hotel sederhana ini. Koper, alat komunikasi, catatan dan dokumen-dokumen masih berserakan di sekitarku. Membawa dan menemukan situasi tak diinginkan. Aku mencari secarik kertas bekas bungkus rokok, tadi aku menulis berita dari Jakarta di kertas itu. Aku susun kembali ke tempat semula, sekitar barang-barang berserakan di tempat tidur.
Semua sudah tertata kembali, koper dan barang-barang bawaanku, termasuk catatan di kertas rokok tadi seharusnya. Namun tak aku temukan kertas bekas bungkus rokok itu. Aneh! Mana ada kertas bisa berjalan sendiri lalu hilang begitu saja tanpa jejak. Pasti ada sesuatu, membuat kertas itu hilang atau sembunyi. Hm! Mana ada kertas sembunyi, jalan-jalan sendiri atau terbang melayang keluar jendela hotel.
Tidak ada kelucuan dalam situasi seperti ini. Catatan penting di kertas bekas bungkus rokok itu, mendadak hilang? Ho ho.
Super clown bermain api, di negara orang. Ho ho. Sejak tadi pintu kamar mandi memang terbuka, sejak tadi aku mencium wangi parfum berkelas, semilir di hembus mesin pendingin ruangan. Aku mencoba bangkit setenang mungkin tanpa suara. Bau parfum itu sejak tadi aku acuhkan tak perduli. Kini terasa memelukku, siapa sih kamu.
Aku dorong pelan sekali pintu kamar mandi, terbuka, pelan-pelan, aku melihat kaca, tak memantulkan objek apapun. Ho ho. Permainan apa lagi ini. Suatu tantangan baru. Hup! Pintu kamar mandi terbuka lebar. Kosong. Wow! Aku melihat kertas rokok nempel di dinding sebelah kanan kaca, di tembok penyekat antara kloset dan bak mandi. Aku dekati, aku teliti sejenak. Aku ambil dan aku baca “kangen”,… hanya teks sependek itu, astaga.
Tulisan “kangen” berada persis di bawah tulisan pesan dari Jakarta, tulisanku tadi. Tulisan “kangen” itu, juga dengan pulpen dan warna tinta, sama, persis. Aku tidak kenal dengan bentuk tulisan itu, tapi aku merasa ada hasrat, mengalir dari perasaanku. Semacam perasaan ingin berhubungan dengan seseorang, pernah, aku cintai dengan sangat tulus. Aku tidak percaya pada hal aneh irasional ini. Imaji celaka dua belas harus aku berangus tuntas hingga nol.
Bentuk tulisan itu aku teliti dengan cermat. Sungguh tidak aku kenal. Namun hasratku, bergolak di jiwa semakin membuat tubuhku hangat. Lalu damai, menjadi indah sekali. Seperti melayang, terbang ke angkasa, tubuh mendadak ringan sekali. Aku tersenyum pada keadaan itu, meski tak percaya pada apa, aku rasakan, ini, sungguh semacam ilusi permainan optis pada sugesti hipnosis.
Kali ini aku tak melakukan pengendalian apapun, perlawanan apapun. Pasrah pada situasi, aku merasakan. Menikmati. Tanpa terduga aku seperti menerima pesan dari langit. ‘Cium aku’, suara itu berbisik persis di telingaku sebelah kanan. Aku diam. Merasakan situasi, terus membuat perasaanku hangat. Matahari berubah menjadi purnama dalam pelukan langit, lembut, syahdu di irama simfoni nan indah bagai lukisan surealis Salvador Daly menuju ruang-ruang diorama.
(ded/ded)