Cerita Pendek: Bunda Jangan ke Surga

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Minggu, 04 Des 2016 08:17 WIB
Dari kejauhan tampak Rom lari secepat-cepatnya seperti orang kesetanan. Rom! Tunggu! Sabar Nak! Pak Sutan berteriak sekeras-kerasnya.
Ilustrasi (PublicDomainPictures/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rom, mengganti baju seragam sekolahnya dengan baju rumah sehari-hari, segera menjemur seragamnya untuk dipakai lagi besoknya. Dua hari sekali Rom mengganti seragam sekolah, menghemat ongkos membeli sabun cuci, keperluan sehari-hari keluarga dan ongkos ke sekolah. Rom menghemat ongkos atas kehendaknya sendiri, membantu tambahan uang sekolahnya. Rom selalu berangkat lebih awal, jalan kaki sejauh lima kilometer menuju sekolah.

Ayah Rom pekerja harian lepas, langganan kantor kontraktor perumahan rakyat milik pemerintah. Bunda Rom, mengidap penyakit asma akut, kadang sehat kadang sakit senantiasa berobat ke Puskemas. Keluarga Rom mendapat bantuan asuransi kesehatan dari pemerintah bagi warga kurang mampu. Rom bertekad berhemat ingin sekolah tinggi mendapat beasiswa pelajar tingkat daerah saja, jika memungkinkan ia pasti bersyukur.

Sepulang sekolah dua kakak Rom bekerja, Ram si sulung kerja di agen toko kelontong Pak Tan, membantu barang antaran pesanan ke warung-warung. Rim kakak nomor dua bekerja serabutan di Toko Obat Pak Jul. Keduanya bekerja hingga pukul 21.30 WIB. “Kalian ananda Bunda, bekal terpenting dihidup ini kejujuran. Jangan mengambil hak orang lain.” Bunda, selalu mengingatkan hal itu pada ketiga anak lelakinya.

Rom, duduk di kelas lima sekolah dasar, berlari keluar kelas dari sekolah menuju ke rumahnya secepat-cepatnya, lupa pamit pada guru di sekolahnya, panik bukan kepalang mendapat berita itu, ia menahan seluruh perasaannya, ia terus berlari secepatnya.

Pak Guru Sutan, segera menyusul Rom dengan sepeda kesayangannya, dikayuh secepatnya menuju Rom. Dari kejauhan tampak Rom lari secepat-cepatnya seperti orang kesetanan. “Rom! Tunggu! Sabar Nak!” Teriak Pak Sutan sekeras suaranya.

Pak Sutan hampir berhasil menyusul Rom. Dikayuhnya sepedanya lebih kuat, lebih cepat. Menyusul rom. “Stop Rom. Stop! Ayo Bapak antar naik sepeda.” Rom terus berlari. Pak Sutan menaruh begitu saja sepedanya di jalan desa, mengejar Rom. “Stop! Anakku! Stop!” Pak Sutan berhasil menangkap Rom, keduanya terengah-engah nyaris kehabisan nafas. Pak Sutan memeluk Rom erat-erat. “Sabarkan hatimu.” Suara Pak Sutan tersengal-sengal.

Dua kakak Rom, Berlari cepat keluar sekolah masing-masing melesat berlari cepat menuju rumah mereka, Ram bersekolah di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sedangakan Rim di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ram juara lari seratus meter tingkat SLTA, Rim ketua pendaki gunung sekolahnya. Keduanya berlari secepat kilat. Juga lupa pamit pada guru sekolahnya setelah menerima kabar dari kepala sekolah masing-masing.

Pak Tarno kepala sekolah SMK, berinisiatif menyusul Rim dengan sepeda motor tuanya. Pak Tarno berhasil menyusul Rim “Naik motor biar lebih cepat. Ayo! Lompat!” Rim melompat ke motor Pak Tarno dengan nafas terengah-engah, jantungnya balapan dengan pikirannya. Begitu pula dengan Ram berhasil disusul oleh motor bebek Pak Siswo, guru olah raga Ram “Ayo lompat pemuda! Agar cepat sampai ketujuan.”

Ayah Rom tiba di rumah, Bunda telah dibawa ambulans bersama beberapa warga dikawal Bapak Rukun Tetangga (RT). Bapak Rukun Warga (RW) sengaja menunggu Ayah Rom pulang dan beberapa warga, bersedia mengantar Ayah Rom menyusul ke Rumah Sakit Umum (RSU). “Maaf Pak Bujang. Kami cepat mendatangkan ambulans, tanpa ijin Bapak. Kondisi Ibu wajib segera ditolong.” Suara Pak RW tersekat singkat.

Rom tiba di rumah setelah Ayah, nafasnya tersengal, perasaannya mengharu biru, ia tidak boleh menangis, itupun pesan Ibundanya, jika Bunda suatu ketika pergi ke surga. Ayah memeluk Rom. “Ayo kita menyusul Bunda.” Bisik Ayah pada Rom. “Bunda tidak boleh pergi ke surga Ayah.” Suara Rom lirih di sunyi hatinya terasa kini.

Tak lama dua kakak Rom datang. Meski amat gelisah dan juga panik, mereka wajib tampak lebih tenang di depan adiknya. Rom berlari pada kedua kakaknya, memeluk keduanya. Semuanya berangkat menuju RSU.

Waktu berjalan sebagaimana mestinya, siang dan malam berlabuh di persinggahan waktu dan ketentuannya. Tak ada hasil dari kerja ringan. Semua hasil dari kerja keras dan berat di bening kejujuran nurani di keyakinan teguh. Kebahagiaan, cinta, kasih sayang dan keberhasilan hidup tidak pada tolok ukur seberapa besar materi bisa didapat dengan cara kurang pantas.

Tapi seberapa besar pengabdian Bunda dan Ayah, telah membesarkan ananda, menjaga, mendidik ananda mereka, bersama guru-guru dengan kitab keikhlasan dilingkup pelukan langit alam raya. Segala suka dan duka tak sekadar menjadi kenangan kaleidoskop ranah waktu, justru menjadi kebulatan keimanan pada kesadaran hak dan kewajiban menyehatkan jasmani, rohani diri dan sesama.

Rom, setelah upacara menerima medali penghargaan pengabdian tertinggi dari ketentaraan, langsung ke makam Ibunda dan Ayahnya berdampingan. Di sana telah menunggu keluarga Pilot Ram dan pendaki gunung profesional Rim. Rom menduda setelah isterinya tertembak di medan tugas. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER