Ketika Tiba Waktunya Kamu Harus Memilih

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 06 Des 2016 17:00 WIB
Cita-cita, apapun itu, harus disertai dengan doa, kerja keras, pengabdian cinta dan kasih sayang pada sesama.
Foto: Pixabay/kvrkchowdari
Jakarta, CNN Indonesia -- Ada banyak hal menggoda pada masa transisi akil balik menuju masa remaja ke masa remaja dewasa, umumnya transisi cita-cita serius ada pada masa akhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga menjelang Akhir Sekolah Menengah Atas (SMA). Ada begitu banyak harapan positif dan pilihan, ada banyak keinginan akan diobrolkan pada Bunda dan Ayah, sahabat dan guru di sekolah.

Ingin ke mana dan jadi apa, ketika masa sensibilitas menggebu saat itu ingin meraih segalanya, semuanya terasa indah dan baik dalam angan cita-cita, ingin rasanya belajar di semua bidang, terbayang rona perguruan tinggi dan tata wacana informasi rasanya banyak bisa diraih, semisal jika mengambil perkuliahan Fakultas Teknik, Susastra, Kedokteran, Ekonomi, Keguruan atau hal perkuliahan favorit lainnya kelak dan seterusnya.

Barangkali seseorang pernah mengalami hal seperti itu, saat cita-cita sudah di ambang mata, tinggal melangkah dan memilih. Semisal, ketika surat panggilan untuk pendidikan telah diterimanya, dengan ikatan dinas plus fasilitasnya dari lembaga pendidikan sebuah bank negara, saat dia sedang asyik bergulat di bidang ilmu kesenian, berat dan sulit rasanya bagi orang itu untuk menjawab diri sendiri, hanya untuk dua kata “Ya” dan “Tidak”, akhirnya dia kembali merenung dengan seksama untuk memutuskan.

Tentunya setelah menerima nasihat Bunda dan Ayah, sahabat dan guru, terasa orang itu sayang pada semua keadaan baik itu, ada di depan matanya. Namun keputusan harus segera diambil, tanggal tenggang waktu memenuhi surat panggilan dari sebuah bank negara sudah di tangan dan semakin dekat. Akhirnya dia harus menggugurkan salah satunya. Memutuskan ketetapan keyakinan untuk memilih bidang ilmu kesenian. Semisal demikian.

Tapi orang itu tetap tidak ingin melalui jenjang akademis, juga dengan berbagai pertimbangan ketika itu, salah satunya biaya mahal dan dia gemar dalam pencarian keilmuan mandiri, bukan dalam arti hebat, namun dalam arti sederhana saja, membaca apa saja, tidak untuk dipahami tapi ingin mengetahui seluk beluk tentang sebuah ilmu, dibiarkan saja apapun telah terekam berada di tempatnya di dalam sel otak, dengan keyakinan bahwa suatu ketika pasti bermanfaat. Dia memutuskan belajar dengan cara self-taught alias belajar sendiri atau otodidak.

Ini sekadar kisah, bunga rampai perumpamaan dari suatu kegelisahan masa akhir SMP dan akhir SMA. Benar seperti tulisan inspiratif Kak Pernita Hestin, di artikel “Melanjutkan Hidup Setelah SMA”, bahwa transisi masa SMA ke Universitas merupakan langkah besar bagi siapapun. Amin.

Satu lagi menarik untuk disimak, melihat tulisan Kak Fitri Chaeroni “Mengapa Mereka Ingin Jadi Guru”, kembali ke hati, guru identik dengan pengabdian sepanjang hayat, inspiratif dan memukau membaca cita-cita di dalam artikel itu. Sebuah keinginan terus menerus membawa Nur Ilahi, pada terang dunia ranah keilmuan dan pendidikan tanpa batas.

Sebuah cita-cita apapun itu, jika disertai dengan doa, kerja keras, pengabdian cinta dan kasih sayang pada sesama, maka makna Kalam Ilahi dengan sesungguhnya menuliskan cita-citamu.

Tampaknya seperti semudah membalikkan telapak tangan, sesungguhnya tidak semudah itu, di dalamnya ada perjuangan gigih meraih masa depan menunggu di terang hati, cermat dalam iman rasional memilih putusan masa depan.

Akan lebih terang jika dikau mencoba memahami nurani Bunda dan Ayah, telah mengabdikan hidupnya untuk pendidikan para anandanya. Maka dikau akan melihat keindahan Nur Ilahi, di cita-cita dikau, pasti, sampai ke tujuan. Sebab hukum Ilahi, ketentuan rasionalitas kepastian dalam amar putusan hidup seseorang.

Sekali lagi ini sekadar kisah, bukan sebuah contoh, petik jika bermanfaat, lupakan jika dikau melihat Nur Ilahi hadir lebih terang dari matahari di nuranimu, membimbing cita-cita untuk masa depanmu. Kasih Bunda dan Ayah, pada dikau, sesungguhnya realitas Nur Ilahiah, hadir menjadi realitas sehari-hari. Salam Indonesia Cerdas. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER