Kisah Dedi Mengajar di Pelosok Tanpa Listrik dan Sinyal

Pernita Hestin | CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 17:28 WIB
Lima tahun lalu, Tanimbar adalah nama yang asing bagi Dedi Kusuma Wijaya. Diutus ke sana untuk mengajar, Dedi harus berjuang. Bagaimana ceritanya?
kegiatan Indonesia Mengajar. (Foto: Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Mengajar sudah digelar sejak 2010 dan sudah mengirimkan 750 pengajar muda ke berbagai daerah di Indonesia. Pada 16 Desember nanti adalah batas akhir pendaftaran pengajar muda angkatan XIV.

Seperti apa pengalaman para alumni pengajar muda ini? Salah satu kisahnya datang dari Dedi Kusuma Wijaya, alumni dari angkatan II ke Maluku Tenggara Barat.

Dalam sebuah diskusi di kantor Indonesia Mengajar beberapa waktu lalu, Dedi mengatakan dia ditempatkan di Tanimbar. Pada 5 tahun lalu itu, minim sekali informasi mengenai Tanimbar di mesin pencari macam Google.

Saat Dedi googling, dia hanya menemukan informasi soal gempa. Di sisi lain, gerakan mengajar di pelosok juga belum semasif sekarang. “Belum ada bayangan apa-apa untuk mengajar di sana, dan saat berangkat ke sana pun menggunakan pesawat kecil bernama Trigana, di mana kalau terasa berat bakal menurunkan barang muatan secara random,” katanya.

Selain itu, di sana tidak ada perjalanan darat. Mereka harus menumpang kapal feri. Selain itu tidak ada listrik dan sinyal telepon selular. Untuk menyampaikan pesan kepada pengajar muda di desa lain pun harus menggunakan kertas yang dititipkan.

Pada Mei 2015 lalu, ia berkunjung lagi ke Tanimbar untuk program Kelas Inspirasi dan keadaannya sudah banyak berubah. Di tempat ia mengajar dulu banyak hal yang berubah.

Terutama dari segi tenaga pendidiknya. Saat kegiatan tahun lalu, para guru sudah berani menjadi panitia kegiatan. Selain itu Bupati dan kepala sekolah sudah lebih peduli pada kegiatan positif ini.

Padahal pada 5 tahun yang lalu, pengajar masih mempunyai sikap cuek. Bahkan tidak ada sambutan apapun dari Bupati setempat.

Selain perubahan itu pula, Dedi mampu menembus mitos di daerah tersebut bahwa anak-anak gadis mampu merantau dan menuntut ilmu. Adalah Nindy Rahakbau, seorang murid di SD Kristen Wadankou, Kepulauan Molu, Maluku Tenggara Barat, yang dibawanya untuk melanjutkan sekolah ke kota.

Tidak mudah awalnya untuk meyakinkan orang tua dan warga setempat. Pada 2012 Nindy melanjutkan SMP di Malang dan seluruh biaya ditanggung oleh donatur yang dibantu lewat tangan pengajar muda Tanimbar, Dedi.

Dedi mengatakan, kegiatannya mengajar di pelosok telah membantunya untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikan ke S2. Selain itu, sebagai pribadi, Dedi merasa pengalaman itu membuatnya semakin luwes dalam berinteraksi dengan orang yang baru. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER