Cerita Pendek: Waktu Membawanya Terbang

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Minggu, 12 Mar 2017 09:47 WIB
Kor terus didera sekalipun dipenjara di bawah tanah. Dipermalukan oleh prajurit tentara imperium dan kaki tangannya. Kor terus tafakur semakin khusuk.
Foto: Wikimedia Commons/Barnellbe
Jakarta, CNN Indonesia -- Kor, terus didera sekalipun dipenjara di bawah tanah. Dipermalukan oleh prajurit tentara imperium dan kaki tangannya. Kor terus tafakur semakin khusuk. Kekuatannya, keikhlasannya memberi pernyataan pembuktian tugasnya, telah digaris merah atas kehendak bersamanya sejak lahir. Dia siap menghadapi kekuasaan imperium sendirian.

Kor, seakan kembali ke masa kanak-kanak, saat cinta dan kasih sayang melebur dalam jiwa keluarga, di antara sahabatnya, bermain kelereng berbagi kebaikan tanpa pamrih. Dia begitu dekat dengan saudara-saudaranya, Bunda dan Ayahnya, juga sahabat-sahabatnya.

Ayah Kor ahli memahat kayu, salah satunya membuat perangkat makan dari kayu, pelanggannya datang dari berbagai desa, bahkan dari desa negeri jauh. Pesan Ayahnya selalu diingat Kor, bahwa kesabaran bisa mencairkan gunung es, memadamkan kobaran api.

“Kayu ini akan keras memahatnya, membuat cawan air sekalipun. Jika engkau tak punya kesabaran seluas langit.” Kor, menyimak dengan seksama dan terus belajar.

Hingga akhirnya nyaris sama keahlian Kor memahat kayu setara Ayahnya, membuat kagum dan bangga keluarganya. Kor, berhasil menjadi orang sabar dan mulia hatinya. Sahabatnya dalam persaudaraan cinta dan kasih sayang semakin banyak. Hingga Kor memiliki keajaiban-keajaiban dalam kesederhanaannya.

Amaranis, sejak peristiwa di batas kota, dia merasa lahir kembali, Kor, telah menumbuhkan kepercayaan dirinya sebagai perempuan pada kesetaraan kodrat, patut dihormati martabatnya sebagaimana umumnya kaum perempuan negerinya.

Amaranis, kagum pada Kor, dia mencintai sepenuh jiwanya pengabdian. Amaranis menempatkan dirinya sebagai saudara perempuan Kor. Meski sesungguhnya Kor, mungkin telah mengetahui isi nurani Amaranis.

Ams, berlari-lari dari luar rumah di sore itu. “Bunda! Bunda? Aku berhasil membuat air menjadi banyak, untuk upacara sunatan Achmais sahabatku. Mendadak mata air di sumurnya mengering. Aku, telah memberi banyak air pada keluarga itu. Para tamu sekarang tak lagi kekurangan air. Bunda…”

“Ams! Stop. Ucapkan dengan tenang. Biar Bunda mendengar dengan lebih jelas sayangku. Minumlah dulu. Sebentar Bunda tuangkan air dari kendi untukmu.” Zachriah, bergegas menuangkan air ke cawan kayu untuk Ams, dari kendi gerabah buatan suaminya.

“Ada apa Ams.” Suara Ayah. “Suaramu terdengar ke halaman belakang. Ayah sedang memahat cawan buatmu.” Ams, mencium tangan Ayahnya.

Lalu lari kepelukan Bundanya. “Aku menemukan sumber air persis di samping sumur kering milik keluarga Achmais, Bunda…” Tatap Ams pada Bundanya, ada kisah di mata itu. “Bunda Bangga padamu.” Zachriah, melihat kisah-kisah itu di mata Ams.

Pimpinan tentara imperium, sebagai perwalian pemerintahan pusat imperium tak mampu memutuskan kesalahan Kor, karena memang Kor tidak berbuat apapun dan tak ada bukti apapun, bahwa Kor telah melakukan kesalahan ataupun pelanggaran hukum.

Kor tetap menghadapi tuduhan pelanggran hukum atas desakan orang banyak akibat dipengaruhi kelompok Sektarian Gugus Benalu.

Pimpinan tentara imperium menemui orang banyak dan memutuskan untuk membebaskan Kor. Orang banyak menolak, terus meneriakan tuntutan bahwa Kor, wajib dihukum cambuk.

Malang tak dapat ditolak kebaikan dan kebenaran. Keadaan menyatakan desakan kaum Sektarian Gugus Benalu dan orang banyak. Kor tetap dihukum atas kehendak itu.

Pimpinan tentara imperium membisikan permohonan maafnya ke telinga Kor, bahwa akhirnya Kor harus dihukum cambuk. Beberapa sahabat Kor memilih diam, menyaksikan pengadilan Kor. Seorang sahabatnya menyesali ucapannya sendiri.

Seseorang lain lagi, mungkin juga salah satu dari sahabat Kor. Tampak berlari-lari kian kemari menyesali hal tak termaafkan sepanjang hidupnya. Dia menangis kepada langit, kepada alam raya, sesalnya tak bisa termaafkan sepanjang hidupnya.

Orang itu membenturkan diri pada batu, orang itu tak mati juga. Hanya satu keinginannya. “Bunuhlah aku. Matikanlah aku! Maafkanlah aku telah mengkhianati sahabatku. Aku pemberi kabar tentang keberadaan Kor di Taman Cinta Bagi Semua” Esoknya orang itu ditemukan mati di bawah batu besar.

Pimpinan tentara imperium menyesali keputusannya sepanjang hidup, telah menjatuhkan hukuman itu. Kor telah terbang keangkasa bersama berkat terterang menjadi pujian keteladanan sepanjang abad sejarah negerinya. Keteladanan Kor sebagaimana di ketahui orang lebih banyak lagi dan terus lebih banyak lagi.

Waktu pararel berjalan sebagaimana alam menghendaki kecepatan di garis ekuator di gravitasi episentrum kehendak semesta.

Sejak saat setelah kepergian Kor terbang ke langit surga, tak lama kemudian kelompok Sektarian Gugus Benalu menurut fakta manuskrip semesta dikabarkan mereka mati bunuh diri massal.

Sahabat-sahabat Kor lainnya, meneruskan ilmu pengetahuan, pelajaran-pelajaran eksak dan non-eksak pada semua kaum, meluas ke negeri-negeri seberang lautan, pegunungan, berbukit-bukit daratan, dari desa ke desa, tetangga negeri itu, hingga menuju benua-benua.

Ayah Kor tetap memahat cawan kayu untuk Ams dan saudaranya. Zachriah, mengayuh sepeda menuju sekolah Ams, dan sejumlah pesanan sarapan pagi untuk pelanggannya di terminal bus itu. Di bawah langit pemberi terang pada keluarga Ams, sepanjang abad di sejarahnya. Selesai. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER