Bandung, CNN Indonesia -- Hani Nurliyani, mahasiswi yang tengah melanjutkan profesi apoteker di Fakultas Farmasi Unpad merupakan salah satu mahasiswi peraih beasiswa bidikmisi yang terbilang sukses dalam urusan berwirausaha. Tak luput dari kegagalan untuk mencapai kesuksesan, Hani pun sempat beberapa kali gagal.
Bermula dengan berjualan gorengan hingga kini membuka usaha catering. Prinsip yang dipegang teguh mojang Majalengka ini adalah jangan pernah lelah untuk berproses.
Tak ada kesan mewah di dalam diri dara berusia 23 tahun pada 23 April nanti. Ditemui di Gedung Laboraturium 1, Farmasi Unpad Senin, 27 Maret lalu wanita yang menggunakan kacamata dalam kesehariannya ini membagikan kisah awalnya hingga ia bisa mencapai tangga kesuksesan.
“Awalnya saya bisa sampai seperti ini adalah bakat, bakat ku butuh. Pada waktu itu saya hanya terpikir bagaimana untuk menghasilkan uang,” ujar Hani.
Awal perjuangan Hani ternyata sudah dimulai sejak ia mendaftar perguruan tinggi. Kedua orang tua tidak mengizinkannya karena terbelit biaya. “Waktu saya masuk Unpad, saya dititipin di panti asuhan sama wali kelas SMA saking minim biaya dan engga ada saudara di sini. Alhamdulillah juga saya dapet undangan,” katanya. Akan tetapi, keadaan tersebut tak menyurutkan semangat dara yang sudah lulus November 2016 lalu.
Penghujung 2015 merupakan gerbang awal Hani untuk meraih kesuksesan. Membuka salah satu kedai di Saung Ciseke Kecil, Hani menciptakan Ayam Seribu, Sehat Racikan Ibu. Memiliki latar belakang pendidikan kesehatan itulah yang membuat dara yang pernah menjadi tutor workshop
business model canvas dalam acara CEO Talk menciptakan panganan yang sehat.
“Kan saya lulusan farmasi, makanya saya ingin menciptakan sesuatu yang sehat dan ayam seribu ini tidak mengandung MSG sama sekali,” ujarnya.
Sebelum bergelut dengan dunia
catering, Hani sempat membuka kedai awug, salah satu makanan bercita rasa manis khas Sunda yang terbuat dari beras. Ia memulainya dengan menggunakan gerobak kecil di pinggir jalan Gerlam. Akan tetapi, usahanya itu tak berjalan lama karena mengalami beberapa kendala.
“Karena banyak preman yang ganggu dan kurang minat pembeli akhirnya rugi,” ujarnya. Padahal Modal yang dipakainya pada waktu itu uang yang ia peroleh dari beasiswa bidikmisi. Akhirnya untuk menutupi kerugiannya, Hani memutar otak untuk menggaji pegawainya dengan kembali berjualan gorengan.
Melihat singkatan dari nama usahanya yaitu Ayam Seribu, Sehat Racikan Ibu, memang pada awalnya sang ibulah yang membantu membuat takaran yang pas untuk usahanya. Setelah sang ibu kembali ke Majalengka, ia pun harus melakukannya sendiri. “Awalnya memang dibantu ibu pas bikin pertama tapi pas udah pulang ya bikin sendiri dibantu tetangga di sekitar kontrakan. Kuncinya sih bisa membagi waktu apalagi waktu itu masih banyak praktikum, laprak, dan lain-lain,” ujarnya.
Merugi dengan usaha awug yang membuat isi kantongnya tersisa 10 ribu, hal tersebut tidak menyurutkan niatannya untuk tetap berwirausaha. Buktinya kini ia bisa mengantongi omzet sebesar 30 juta per bulan. “Kalau dulu saya menyerah mungkin sekarang Ayam Seribu gak ada. Balik lagi jangan pernah lelah untuk berproses,” ujarnya.
Wanita yang pernah menjadi pengurus divisi kewirausahaan Keluarga Mahasiswa Bidikmisi (Kabim) Unpad tak melupakan rekan-rekannya dengan merekrut mereka di bagian pemasaran catering. “Kalau mereka dapat konsumen, mereka akan mendapat komisi,” ujarnya. Kini terdapat 10 orang mitra bagian pemasaran, dua orang bagian media sosial, dan dua pekerja tetap bagian produksi.
Hani pun mendukung sekali bila ada mahasiswa bidikmisi yang merintis usaha sepertinya. “Pesan saya untuk anak bidikmisi yang lagi merintis usaha sih kuatin lagi niatnya. Kegagalan itu pasti ada dan habiskan jatah kegagalan kita di usia muda. Nah yang terpenting, hati-hati dengan rasa malas,” ujarnya.