Jakarta, CNN Indonesia -- Kantin dua lantai yang didominasi cat warna hijau tua dan abu itu biasa disebut Kantek (Kantek Teknik), terletak di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. Meja-meja besi yang sudah menyatu dengan bangku, berjejer dipenuhi oleh mahasiswa yang sedang makan siang. Teriknya matahari siang itu (27/3) menambah riuh suasana kantin yang penuh dengan berbagai suara.
Denting piring dan sendok yang saling bersahutan. Tawa dan canda yang saling bergantian. Teriakan pun terdengar, seakan lawan bicaranya berada di jarak yang jauh. Beberapa orang konsentrasi mengerjakan tugas di laptopnya, beberapa yang lain konsentrasi menyantap makanannya. Para pedagang sibuk menyiapkan amunisi perut. Petugas kebersihan mundar-mandir mengambil alat makan yang kotor, lalu mencucinya di tempat pencucian yang sudah disediakan.
Ada yang berbeda dari kantin ini. Selain disediakan ruangan khusus untuk merokok, pembeli di sini dituntut untuk mandiri. Setiap orang yang ingin makan harus mengambil sendiri alat makannya di tempat yang sudah disediakan, kemudian menuju ke pedagang yang menjual makanan yang diinginkannya. Setelah pedagang menyiapkan dan mengisi piring tersebut, pembeli tentu harus membayarnya.
Sistem transaksi di kantin ini pun berbeda. Mahasiswa tak perlu merogoh kocek, tak perlu mengeluarkan uang kertas atau uang koin. Pedagang pun tak perlu memberi uang kembalian. Mahasiswa hanya perlu mengeluarkan kartu untuk diberikan kepada pedagang. Setelahnya, pedagang akan memberikan struk sebagai bukti pembayaran dan mengembalikan kartu milik mahasiswa tersebut.
Penggunaan uang elektronik (
e-money) sebagai alat transaksi di Kantek diresmikan oleh Dekanat Fakultas Teknik sejak 8 September 2016. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan makanan yang dijual di Kantek. Berkurangnya kontak pedagang dengan uang tunai ketika bertransaksi dan menyiapkan makanan, dianggap dapat menciptakan kehidupan yang lebih sehat.
Kebijakan ini diberlakukan untuk seluruh civitas akademika Fakultas Teknik UI. Kartu yang digunakan adalah kartu e-money Tap Cash BNI atau Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) UI yang sudah terintegrasi dengan Tap Cash BNI tersebut. Tersedia dua stand operator Tap Cash BNI untuk pengguna Kantek yang ingin melakukan administrasi atau mengisi ulang saldo.
Menurut Zafira, seorang mahasiswi jurusan Teknik Lingkungan, kebijakan ini diberlakukan sejak akhir tahun lalu, namun belum optimal sehingga masih banyak yang menggunakan uang tunai. Perempuan berkerudung abu itu menerangkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menerapkan budaya
cashless dan meningkatkan kebersihan makanan di Kantek.
Baginya sistem ini lumayan memudahkan, “Karena pakai ATM BNI, jadi kalau mau isi gampang,” ujarnya. Meski begitu, tetap saja ada kekurangan dari sistem ini. “Mungkin untuk yang tidak punya ATM BNI agak ribet karena harus mengantri di stand,” ungkapnya sambil melahap makan siang di sela-sela kesibukannya mengerjakan tugas. Ada juga kendala seperti kartunya tidak terbaca sehingga harus meminjam kepada yang lain.
Kebersihan Kantek tentu tidak lepas dari kontribusi para petugas kebersihan di kantin yang buka mulai pukul 08.00 – 20.00 WIB ini. Kantek memiliki beberapa orang petugas kebersihan yang dicirikan dengan seragam berwarna abu-abu. Mirwan, salah satu petugas tersebut mengaku bahwa mencuci piring merupakan tugasnya dari atasan. Jangan sampai ada piring kotor menumpuk di meja-meja sehingga ia harus mengambil piring kotor kemudian mencucinya, begitu seterusnya. Ia sangat sibuk di jam-jam tertentu karena ramai, yaitu pukul 10.00, 11.30, 15.30, dan 18.00 WIB.
Ketika ditanya tujuan dari sistem tap cash, ia menjawab, “Agar lebih mudah mungkin ya.” Berdasarkan pandangannya, tidak ada perubahan yang signifikan setelah kebijakan ini diberlakukan. Namun, beberapa mahasiswa masih malas-malasan untuk mengikuti sistem ini. Mirwan mendukung sistem tap cash karena dinilai lebih baik daripada menggunakan metode bayar tunai. “Setiap hari saya pakai,” katanya.
Kebijakan ini juga tentu memengaruhi kehidupan para pedagang. Nurbani, seorang ibu yang sudah berdagang selama 20 tahun di Kantek, bercerita bahwa sistem ini diterapkan sejak akhir 2016 namun belum benar-benar digalakkkan. Sistem ini baru benar-benar diterapkan sejak semester genap dimulai, yaitu Februari 2017. Melalui kebijakan ini, para pedagang diberi fasilitas mesin dari BNI dan kertas untuk struk. Pedagang yang tidak mematuhi kebijakan, katanya akan diberi sanksi tidak diizinkan berdagang selama beberapa hari. Namun, bagi tamu dari luar Fakultas Teknik UI tetap dapat menggunakan uang tunai untuk transaksi.
Pada awal-awal pemberlakuan tap cash, beberapa pedagang diberi bonus oleh pihak Fakultas. Pemberian bonus tersebut diukur dari jumlah transaksi
tap cash yang paling banyak. Nurbani menduduki posisi kedua sehingga ia mendapat bonus sebesar Rp 250 ribu. “Kalau yang kedua, yang
tap cash-nya di bawah pertama yang banyak, kemarin saya dapat Rp250.000,” ucap Nurbani dengan logat Betawinya yang kental.
Nurbani memiliki pembantu untuk menjaga lapaknya sehingga ia dapat leluasa berbincang. Wanita asal Salemba ini tidak mempermasalahkan metode pembayaran yang digunakan. Namun, semenjak sistem
tap cash ini diberlakukan, ia beberapa kali mengalami kesusahan ketika akan berbelanja.
“Kalau pakai
tap cash kan langsung masuk ke rekening, kadang gak sempat ngambil ke ATM. Kalau belanja dadakan kadang bingung juga kalau lagi gak ada duit,” ungkap wanita yang memakai blouse warna tosca itu. Ia bahkan mengaku pernah sampai berhutang kepada sales karena belum mengambil uang di ATM.
Menurutnya, para pedagang tidak ada yang protes terhadap kebijakan ini. Namun, ada beberapa yang menjadi sepi pelanggan hingga pemasukannya berkurang. Ia juga menceritakan kendala lain dari sistem ini. “Pernah kalau lagi ramai. Mesin cuma satu, yang beli banyak, jadi keteteran. Ngantri,” jelasnya. Ia juga merasa kasihan terhadap mahasiswa ketika harus mengantri, padahal hanya membeli minum, misalnya. “Kalau pakai tunai kan saya bisa ngambil uangnya, yang bantu juga bisa ngambil kembaliannya,” sambungnya.
Selain itu, mesin pernah eror sehingga uang tidak masuk ke rekening pedagang. “Jadi pedagang sempat mogok, gak pakai
tap cash. Nunggu kejelasan dari pihak bank dulu.” Karena itu, ia berharap sistem ini dapat diatur lebih baik. “Masuk ke rekeningnya jangan terlambat supaya gak susah kalau belanja,” tambahnya.
Kebijakan penggunaan
tap cash secara massal di Kantek merupakan yang pertama di lingkungan UI. Selanjutnya, kantin-kantin di fakultas lain bahkan di universitas lain diharapkan mulai menggunakan sistem ini. Kebersihan merupakan hal yang tidak boleh luput diperhatikan karena erat kaitannya dengan kesehatan. Ada banyak faktor yang mendukung penciptaan lingkungan bersih dan sehat, salah satunya dengan menerapkan sistem transaksi
tap cash.