Bioskop Berbisik, Menceritakan Film kepada Tuna Netra

CNN Indonesia
Kamis, 15 Jun 2017 08:39 WIB
Orang penyandang tuna netra juga bisa lho menonton film. Ini berkat bioskop berbisik.
Bioskos bisik (Foto: Vega Probo/CNN Indonesia)
Bandung, CNN Indonesia -- Pertengahan Mei lalu, sebuah pemutaran film digelar di CGV Cinemas, Paskal Hyper Square, Bandung. Berbeda dari pemutaran film pada umumnya, pada pemutaran film ini penonton diperbolehkan berbicara dan mengobrol sepanjang film diputar. Aturan ini tak membuat seorang pun merasa terganggu. Kenapa bisa begitu?

Pemutaran film tersebut merupakan bagian dari kegiatan Bioskop Harewos, sebuah kegiatan sosial di Bandung yang mengajak kelompok difabel netra menonton film. Bioskop Harewos ini mulanya terinspirasi dari kegiatan serupa bernama Bioskop Bisik di Jakarta.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Dita Widya Putri dan Robby Prasetyo ini rutin mengadakan pemutaran film setiap tiga bulan sekali. Pemutaran film rutin tersebut biasa diadakan di NuArt Sculpture Park, Bandung, milik I Nyoman Nuarta. Bioskop Harewos juga telah bekerja sama dengan Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna, Syamsi Dhuha Foundation, serta Matahati Indonesia.

Dalam kegiatan-kegiatan Bioskop Harewos, difabel netra yang disebut sahabat netra akan ditemani oleh seorang visual reader. Visual reader ini bertugas menjelaskan jalan cerita film kepada sahabat netra dengan cara berbisik atau harewos dalam bahasa Sunda. Selain itu, visual reader juga bertugas menemani sahabat netra selama kegiatan berlangsung.

“Semuanya serba menarik. Biasanya kalau nonton bioskop itu semuanya diam, nggak berisik. Tapi, tadi di bioskop malah berisik karena ngomong semuanya,” ujar Farida (22), salah seorang visual reader.

Mahasiswi Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia ini mendapatkan pengalaman baru dari menjadi visual reader. Farida yang baru pertama kali mengikuti kegiatan ini mengetahui Bioskop Harewos dari seorang teman.

Untuk menjadi visual reader pun tak semudah yang dibayangkan. Relawan harus mendaftar dan lolos seleksi dari pihak Bioskop Harewos. Pesaing juga cukup banyak. Pasalnya, relawan yang mendaftar bisa mencapai ratusan orang. Padahal, visual reader yang lolos seleksi berada di kisaran 25 orang. Dari banyaknya relawan yang mendaftar, terlihat antusiasme masyarakat dalam merespons kehadiran Bioskop Harewos.

“VR (visual reader) ini orang-orang baru (di setiap kegiatan), tidak ada VR tetap. Karena aku ingin ada satu atau dua orang yang menjadi aku,” papar Dita. Dita bercerita pernah menjadi visual reader untuk Bioskop Bisik di Jakarta. Dari pengalaman tersebut, ia tergerak mengadakan kegiatan serupa di Bandung.

“Setelah mereka merasakan ini, mungkin mereka akan meneruskan perjalanan Harewos ke daerah lainnya. Seperti aku yang membawa Bioskop Harewos dari Jakarta,” ujar Dita. Sebagai inisiator Bioskop Harewos, Dita ingin Bioskop Harewos ini ada di tempat lain.

Kegiatan Bioskop Harewos juga tidak terhenti di pemutaran film. Selepas menonton film, visual reader dan sahabat netra dapat mengikuti kegiatan yang telah disiapkan. Seperti meditasi atau belajar bermain angklung. Di pemutaran film Mei lalu, ada penampilan band dari Baraya atau Barudak Tuna Netra Berkarya.

Ditanya mengenai pesan apa yang ingin disampaikan oleh Bioskop Harewos, Dita berujar, “Mereka (difabel netra) itu punya sesuatu yang nggak kalian tau dan kalau kalian ingin tau, kalian harus dekat dengan mereka. Mereka yang keterbatasan itu punya kemampuan yang tanpa batas.”
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER