Ankara, CNN Indonesia -- Kerusuhan merebak antara demonstran etnis Kurdi dan polisi di Istanbul dan Ankara, serta kota-kota si sebelah tenggara Turki.
Kerusuhan ini dinilai sebagai yang terburuk dalam beberapa tahun ke belakang, meski hubungan pemerintah Turki dan etnis Kurdi memag tak pernah mulus.
Hal ini juga berpotensi menggagalkan proses perdamaian antara negara anggota NATO dan warga etnis Kurdi.
ISIS telah berhasil menguasai Kobani dengan menggunakan senjata berat. Beberapa tank milik Turki terlhat berada di sekitar daerah itu, namun tak sedikitpun menghalau pasukan ISIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Malam ini, ISIS berhasil menduduki dua distrik. Diperkirakan sebagaian besar dari korban merupakan warga sipil,” kata Asya Abdullah, Ketua Partai Persatuan Demokratis yang menjadi kelompok utama suku Kurdi di Turki.
Mengulur WaktuDi sisi lain, serangan udara bersama Negara-negara Arab yang dipimpin Amerika Serikat diklaim telah mengenai sembilan sasaran di Suriah. Salah satunya adalah gudang senjata dan kendaraan milik ISIS. Basis ISIS di Irak pun dibombardir sebanyak lima kali.
Pejabat-pejabat AS mengeluhkan ketidakinginan Turki bergabung dalam koalisi melawan ISIS yang menduduki daerah-daerah di Suriah dan Irak.
Pihak Turki mengatakan, negaranya mau bergabung, namun mengajukan syarat kepada Washington. Washington harus setuju untuk menyerang Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan membantu pemberontak oposisi Assad yang telah bertempur selama 3 tahun perang sipil di Suriah.
Warga etnis Kurdi di Turki menilai Presiden Tayyip Erdogan sedang mengulur waktu di saat saudara mereka sedang diserang di Kobani.
Korban Tewas Bertambah Menjadi 21 Turki terkesan membiarkan Kobani direbut karena tidak ingin terlibat konflik internal Suriah (Reuters/Brendan Smialowski) |
Polisi menembakkan gas air mata dan menggunakan meriam air guna membubarkan aksi.
Sejak Rabu (8/10), aparat Turki juga menerapkan jam malam di lima provinsi, untuk pertama kalinya setelah era 1990-an. Provinsi yang terkena jam malam adalah Diyarbakir, Batman, Siirt, Van, dan Mardin, lokasi dimana bentrokan yang berujung tewasnya demosntran.
Perdana Menteri Ahmet Davutoglu mengatakan, 19 orang meninggal dan 145 terluka dalam aksi tersebut. Beberapa saat kemudian, Kantor Berita Dogan mengumumkan jumlah kematian telah meningkat menjadi 21.
Menurut Menteri Agrikultur Mehdi Eker, setidaknya sepuluh orang meninggal dalam bentrokan di Diyarbakir, kota Kurdi terbesar di tenggara Turki. Di Istanbul, 30 orang terluka termasuk delapan polisi.
Media lokal menyebut beberapa demonstran yang melanggar jam malam di wilayah tersebut terlibat bentrok dengan aparat keamanan.
Gangguan keamanan juga menyebar ke negara-negara lain yang memiliki populasi warga etnis Kurdi dan Turki.
Polisi di Jerman mengatakan, 14 orang terluka dalam bentrokan antara warga etnis Kurdi dan Islam radikal.
Kerusuhan di Turki ini menunjukkan Washington sulit membentuk koalisi melawan ISIS.
Bendera HitamMilitan ISIS yang menyerang Kobani mengibarkan bendera hitam mereka di pesisir timur kota tersebut, Senin (6/10).
Sejak itu, serangan udara yang dipimpin AS meningkat dua kali lipat dan sempat membuat ISIS mundur perlahan, namun hanya berselang beberapa lama mereka kembali maju.
Bunyi tembakan dan ledakan keras terdengar di seberang perbatasan Turki dan Suriah. Asap serta debu terlihat bertebaran di atas kota. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, tinggal ratusan warga Kobani yang masih menetap di kota tersebut.
Pejabat-pejabat AS mencoba mengecilkan pentingnya Kobani secara strategis sembari mengatakan akan sulit bagi mereka melindungi kota tersebut dari udara.
ISIS telah mencoba masuk ke Kobani lewat tiga arah dan menyerangnya dengan artileri walaupun ada perlawanan kuat dari prajurit Kurdi yang kalah secara senjata.
Ketidaksabaran ASPerang di Suriah dan Turki ini menyebabkan retaknya hubungan antara AS dan Turki, sekutu terkuatnya di wilayah tersebut.
Wakil Presiden AS Joe Biden dipaksa minta maaf lantaran Presiden Erdogan tersinggung atas penyataan Biden bahwa perbatasan Turki yang terbuka digunakan ISIS untuk merekrut anggota baru.
Seorang pejabat senior AS yang tidak ingin disebut namanya mengatakan banyak pejabat yang tersulut karena Turki dianggap membiarkan pembantaian yang terjadi hanya beberapa meter dari perbatasannya.
“Ini bukanlah cara negara NATO bereaksi ketika neraka sedang berlangsung di dekat perbatasannya,” kata pejabat tersebut.
Walaupun Turki telah menerima pengungsi dari Kobani dan bahkan merawat warga-warganya yang terluka, Turki masih ragu untuk mengirimkan militernya ke Suriah.
Selain khawatir akan dijadikan target ISIS, Turki juga tak ingin terlibat perang sipil di Suriah yang sudah berjalan selama tiga tahun.
Turki juga percaya bahwa etnis Kurdi Suriah merupakan sekutu Partai Pekerja Kurdi (PKK) Turki.
PKK sendiri pernah meluncurkan pemberontakan yang menyebabkan 40.000 orang tewas, demi otonomi.
Abdullah Ocalan, pemimpin PKK yang sedang dipenjara mengatakan pembantaian di Kobani akan mengganggu proses perdamaian Turki dan etnis Kurdi Turki.
Proses perdamaian ini sendiri salah satu kebijakan utama Erdogan dalam pemerintahannya.