Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS, berhasil mengendalikan lebih dari sepertiga kota Kobani meski Amerika Serikat melakukan serangan udara ke posisi mereka di dalam dan sekitar kota perbatasan di Suriah itu.
Perkembangan ini dilaporkan oleh satu kelompok pengawas pelanggaran hak asasi Suriah yang berbasis di London.
Namun, komandan pasukan pembela Kurdi, yang berjuang mati-matian mempertahankan kota itu dengan persenjataan minim, mengatakan ISIS hanya berhasil menguasai sebagian kecil wilayah kota itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski dia mengakui bahwa kelompok militan berhasil melaju dengan cukup signifikan dalam pertempuran sengit setelah tiga minggu mengepung kota itu.
Situasi di Kobani ini menyebabkan bentrokan antara warga Kurdi Turki dengan aparat keamanan negara itu yang menewaskan 21 orang dan melukai puluhan lainnya.
Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia, yang memonitor perang saudara di Suriah, mengatakan ISIS terus melaju sejak Kamis.
“Isis mengendalikan lebih dari sepertiga wilayah Kobani. Seluruh wilayah di timur kota itu, sebagian kecil wilayah timur laut dan tenggara,” ujar Rami Abdulrahman, ketua organisasi ini.
Sementara itu, Esmat al-Sheikh, kepala pasukan milisi Kurdi di Kobani, mengatakan para pejuang ISIS telah merebut seperempat wilayah di timur kota itu.
“Pertempuran masih berlangsung - pertempuran di jalan-jalan,: katanya kepada Reuters melalui sambungan telpon.
Pada Kamis (09/10), terdengar ledakan di bagian barat Kobani dan kepulan asap hitam terlihat jelas dari perbatasan Turki yang terletak beberapa kilometer.
ISIS telah mengibarkan bendera hitam kelompok ini di dalam kota semalam dan satu projektil yang salah sasaran pun mendarat sekitar 3 km di dalam wilayah Turki.
Suara pesawat jet dan suara senjata terdengar dari dalam kota yang tengah dikepung itu.
PBB mengatakan hanya tinggal beberapa ratus warga yang masih berada di dalam kota Kobani, namun para pejuang yang mempertahankan kota itu mengatakan pertempuran akan berakhir dengan pembantaian jika ISIS berhasil merebut Kobani sepenuhnya.
Keberhasilan merebut Kobani akan membuat ISIS memiliki satu garnisun strategis di perbatasan dengan Turki.
Para pejuang Kurdi di Kobani mengeluh karena Amerika Serikat tidak membantu sepenuhnya lewat serangan udara yang dilakukan, sementara sejumlah tank baja Turki yang dikerahkan ke perbatasan hanya mengamati tetapi tidak bertindak untuk mempertahankan kota tersebut.
 ISIS telah tiga minggu menggempur Kobani yang strategis bagi perluasan wilayah ISIS. (Reuters/Umit Bektas) |
Di dalam Turki sendiri terjadi bentrokan antara warga etnis Kurdi Turki dan aparat keamanan negara itu yang menewaskan 21 orang pada Rabu (8/10).
Warga etnis Turkin melakukan aksi protes menuntut pemerintah negara itu melakukan tindakan lebih untuk membantu Kobani.
Pentagon sendiri telah memperingatkan bahwa serangan udara memiliki keterbatasan sebelum pasukan keamanan dan suku Kurdi serta kaum oposisi moderat Suriah bisa cukup kuat untuk mengusir ISIS.
Organisasi ini juga telah merebut wilayah yang cukup luas di Irak, sementara Amerika Serikat memusatkan perhatian pada serangan-serangan ke militan.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memutuskan untuk tidak mengirim pasukan darat dalam misi peperangan ke Irak dan Suriah, dan Menteri Luar Negeri John Kerry pun tidak banyak memberi harapan kepada para pejuang Kobani.
“Sekeji apapun yang terjadi di Kobani…kami harus menahan diri dan mengerti tujuan obyektifnya,” kata Kerry pada Rabu.
Kerusuhan TurkiDi Turki, dampak perang di Suriah dan Irak berpotensi mengacaukan proses perdamaian antara pemerintah negara itu dan komunitas Turki yang memang rentan.
Setelah kekerasan terjadi pada Rabu, jalan-jalan pun terlihat lebih tenang setelah pemberlakuan jam malam di lima provinsi di Turki Tenggara, langkah yang tidak pernah diterapkan sejak 1990 an ketika pasukan PKK Kurdi memerangi militer Turki di sana.
Ankara sejak lama curiga bahwa setiap langkah tegas Kurdi akan membuat posisinya sulit ketika berupaya mengakhiri perang dengan PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang telah berlangsung selama 30 tahun.
Para pemimpin Kurdi di Suriah telah meminta Ankara membuat satu koridor agar bantuan dan juga senjata serta pejuang bisa menyebrangi perbatasan dan mencapai Kobani, tetapi sejauh ini Ankara ragu untuk memberi tanggapan positif.
 Suku Kurdi Turki menuntut pemerintah Turki lebih berperan dalam membela Kobani. (Reuters/Osman Orsal) |
Saleh Muslim, salah satu ketua Partau Uni Demokratik Kurdi, PYD, di Suriah, bertemu dengan para pejabat Turki meinggu lalu namun gagal membuahkan hasil.
Tahun lalu PYD membuat Turki marah ketima mendirikan pemerintahan sementara di Suriah Timur laut setelah Presiden Suriah Bashar al-Assad kehilangan kendali atas wilayah itu.
Ankara menuntut para pemimpin Kurdi melepaskan otonomi yang mereka dirikan sendiri itu.
Asya Abdullah, salah satu ketua PYD yang lain, mengatakan kepada Reuters bahwa tuntutan ini tidak bisa diterima rakyat Kurdi.
“Kami memberitahu Turki bahwa tidak mungkin kami melangkah mundur,” ujarnya dalam percakapan telpon dengan Reuters minggu lalu.
Presiden Turki Tayyip Erdogan menginginkan sekutu pimpinan AS memberlakukan “zona larangan terbang” untuk mencegah angkatan udara Bashir Assad terbang di wilayah udara Suriah dengan perbatasan Turki dan mendirikan daerah aman untuk menampung sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah yang ada di Turki.
Turki juga tidak senang dengan keraguan Kurdi bergabung dalam menentang presiden Assad.