HUKUM SYARIAH

Hukum Syariah Dinilai Perburuk Keadaan

CNN Indonesia
Kamis, 09 Okt 2014 23:21 WIB
Kemarahan para wanita di Sudan kian menjadi lantaran melonjaknya harga pangan, pun buruknya kondisi sebagai akibat tekanan yang mengatasnamakan Islam.
Hukum syariah dinilai memperburuk kondisi di Sudan. (CNN Indonesia/Fajrian).
Nairobi, CNN Indonesia --

Kemarahan para wanita di Sudan kian menjadi lantaran melonjaknya harga pangan, pun buruknya kondisi sebagai akibat tekanan yang mengatasnamakan Islam.

Biaya hidup masyarakat meningkat drastis sejak Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011. Seiring pemisahan tersebut, Sudan Selatan juga membawa tiga perempat dari total produksi minyak negara itu.

Saat ini, perempuan di Sudan juga menanggung beban sosial akibat peningkatan aturan Islamisasi. Aturan tersebut sempat membuat Mariam Ibrahim, perempuan Sudan beragama Kristen yang menolak memeluk Islam, dijatuhi hukuman mati pada Mei lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perekonomian memburuk dan tekanan meningkat pada perempuan," kata Amira Osman, perempuan Sudan yang ditangkap pada 2013 karena menolak mengenakan jilbab, seperti dikutip Reuters.

"Pemerintah Sudan sangat suka mengendalikan segala sesuatu tentang perempuan. Perempuan diadili setiap hari karena berbagai alasan sepele, seperti pakaian yang disimpan di lemari," kata Osman menambahkan.

Pada 2012, setidaknya 43 ribu perempuan di Khartoum, Sudan, diadili karena melanggar undang-undang Ketertiban Umum Tahun 1996. UU itu membatasi kegiatan perempuan dengan mengatasnamakan kesopanan.

Menurut Osman, pun tidak tinggal diam, ia pun menceritakan kisahnya dalam pidato di Nairobi saat peluncuran laporan kelompok advokasi perempuan Sudan, Trust Equal Rights.

Saat peluncuran laporan kelompok advokasi perempuan Sudan, Trust Equal Rights di Nairobi, Osman pun menceritakan kisahnya. Dikatakannya, aturan atas nama kesopanan itu mengatura banyak larangan.

Sebut saja, larangan pria dan wanita menari bersama. Ada juga larangan membuka salon bagi wanita yang belum berusia 35 tahun. Kaum pria juga dilarang menjadi penjahit pakaian wanita tanpa persetujuan pemerintah daerah.

"Pemerintah Sudan memandang perempuan sebagai pelaku kejahatan dan bagian dari setan," kata Osman ketus. "Jika seorang wanita Sudan dilecehkan, pemerintah akan menyebut bahwa wanitalah yang menjadi pemicu pelecehan."

Pemisahan Sudan Selatan

Presiden Sudan Omar al-Bashir yang telah berkuasa selama 25 tahun, berusaha mempertahankan negaranya sejak terjadinya pemisahan Sudan Selatan.

Puluhan orang tewas pada September tahun lalu dalam aksi turun ke jalan paling terparah beberapa tahun belakangan. Aksi itu dipicu kenaikan harga yang akan menjadi isu utama dalam Pemilu 2015 nanti.

Sudan Selatan memilih memisahkan diri karena wilayahnya didominasi masyarakat Kristen. Sementara Sudan merupakan negara dengan mayoritas pemeluk Islam, yakni 97 persen.

"Mereka memerintah Sudan dengan visi dan misi yang sempit dan menginginkan Sudan sebagai negara Arab murni Islam," kata Petrova Dimitrina, Direktur Eksekutif Trust Equal Rights.

"Hal ini diperparah dengan penegakan hukum syariah sebagai ideologi, sehingga wanita yang menjadi korban," ujar Dimitrina menegaskan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER