DIPLOMASI RI

Menlu RI Jangan Hanya Akomodatif pada Barat

CNN Indonesia
Senin, 27 Okt 2014 10:35 WIB
Retno Marsudi yang ditunjuk sebagai menteri luar negeri wanita pertama negara ini punya tugas berat dalam mempertahankan martabat Indonesia di mata asing.
Retno Marsudi punya tugas berat dalam mengawal diplomasi Indonesia menuju negara yang berdaulat secara politik di mata masyarakat internasional. (CNN Indonesia/Mohammad Safir Makki))
Jakarta, CNN Indonesia -- Tugas berat menanti Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, salah satunya adalah mengubah tafsir kebijakan luar negeri Indonesia pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilai merugikan Indonesia.

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan Retno harus mampu menerjemahkan visi Trisakti dan Kemaritiman serta program Nawacita Jokowi, yang implementasi terpentingnya adalah membuat Indonesia berdaulat secara politik.

Berbagai permasalahan diplomatik terjadi di pemerintahan SBY, di antaranya adalah pelanggaran lintas batas oleh negara tetangga, penyadapan, maupun soal pengungsi ilegal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sinilah, kata Hikmahanto, ketegasan Retno sebagai Menlu wanita pertama Indonesia harus dibuktikan, salah satunya adalah mengubah tafsiran politik luar negeri bebas aktif yang dianut pemerintahan SBY.

"Retno harus membuat pernyataan bahwa pelaksaan kebijakan LN Bebas Aktif sudah tidak lagi menggunakan tafsiran Pemerintahan SBY yaitu 'Thousand friends zero enemy' (Seribu teman, nol musuh), tetapi 'All nations are friends until Indonesia's sovereignty is degraded and national interest is jeopardized' (semua negara adalah sahabat hingga kedaulatan Indonesia dirongrong dan kepentingan nasional dirugikan)," kata Hikmahanto kepada CNN Indonesia (27/10).

Retno Marsudi telah mengukir banyak prestasi sebagai diplomat Karier di Kementerian Luar Negeri. Sebelum menjadi Duta Besar RI untuk Belanda, Retno menjabat Direktur Jenderal Kawasan Amerika-Eropa di Kemlu.

Menurut Hikmahanto, Retno harus melepaskan diri spesialisasinya selama ini yaitu fokus pada negara-negara di Amerika dan Eropa.

"Satu hal yang tidak diinginkan adalah Retno akan lebih akomodatif pada kepentingan AS dan Eropa Barat," lanjut Hikmahanto.

Hal yang sama disampaikan oleh pengamat internasional dari Universitas Pertahanan Indonesia Bantarto Bandoro, yang mengatakan bahwa Retno harus memperluas perspektifnya tentang hubungan luar negeri Indonesia, tidak hanya terpaku pada Eropa dan Amerika.

"Retno harus melihat politik Indonesia tidak dari perspektif yang sempit, yaitu hubungan bilateral di bawah direktur jenderal, tetapi harus dilihat dari perspektif tantangan yang lebih luas," kata Bantarto.

Selain itu, Retno juga punya tugas berat menerapkan visi Jokowi dalam meningkatkan kinerja diplomat sebagai "pemasar" produk Indonesia.

"Urusan luar negeri bukan hanya masalah mencari pasar, tapi juga bagaimana mengamankan sumber ekonomi di luar negeri untuk bisa membantu kebutuhan kita di dalam negeri. Jadi permasalahan di dalam negeri juga harus menjadi perhatian yang baru," jelas Bantarto.

Pengamat Politik dari Indo Barometer, Muhammad Qodari, mengubah kinerja diplomat ini akan menjadi tantangan yang unik untuk Retno.

"Diplomasi Indonesia saat ini cukup konvensional, hanya mementingkan hubungan internasional, bukan sebagai pemasar dan promosi. Ini akan jadi tantangan yang unik untuk Retno," kata Qodari.

Hikmahanto menegaskan bahwa sebagai orang nomor satu di Kemlu, Retno harus dapat mereplikasi gaya kepemimpinan Jokowi yang sederhana dan selalu berorientasi pada kerja serta membuat keputusan.

"Intinya Retno tidak boleh bekerja dalam situasi business as usual. Bila berhasil maka Retno akan dikenang sebagai Menlu wanita pertama. Ia pun akan masuk dalam kelompok pemimpin yang tegas," ujar Hikmahanto.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER