Kuala Lumpur, CNN Indonesia -- Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan akan memberikan kebebasan bagi para transeksual muslim untuk mengenakan pakaian wanita. Keputusan yang dinilai fenomenal karena bertentangan dengan hukum Islam.
Pada Jumat, (7/11) pengadilan tinggi Malaysia menyatakan undang-undang yang tak membolehkan laki-laki Muslim untuk mengenakan pakaian wanita telah melanggar konstitusi dan tidak mempertimbangkan kaum transeksual.
Dalam pengadilan itu, tiga hakim menyatakan bahwa undang-undang tersebut mengandung unsur penghinaan, penindasan dan tidak manusiawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan fenomenal itu disambut baik oleh para aktivis transeksual.
"Sekarang kaum transeksual paham akan hak mereka dan tidak hanya pasrah menerima keputusan bersalah dalam persidangan yang melibatkan mereka," kata Nisha Ayub, aktivis kelompok LGBT yang menamakan diri Justice for Sisters.
Ketika keputusan dibacakan, jaksa penuntut umum menyangkal akan mengajukan banding ke pengadilan tertinggi negara itu, yaitu Pengadilan Federal.
Kasus ini diajukan oleh empat warga transeksual asal Negeri Sembilan, tiga di antaranya mengajukan banding atas keputusan pengadilan pada tahun 2012 lalu.
"Ini adalah kemenangan bagi seluruh rakyat Malaysia, karena konstitusi melindungi kita semua, terlepas dari masalah etnis, gender dan kelas," kata Ivy Josiah, aktivis dari Organisasi Bantuan Perempuan.
"Tentunya tidak ada pengadilan, baik perdata maupun syariah, yang dapat menyangkal fakta bahwa martabat manusia adalah yang terpenting, " kata Josiah kepada Reuters.
Aston Paiva, pengacara keempat transeksual yang mengajukan kasus ini menyatakan keputusan ini akan menjadi sejarah bagi kaum transeksual di negara dengan hukum Islam tersebut.
"Ini adalah keputusan penting. Pengadilan bisa menahan para transeksual, tetapi kini mereka bisa menantang keputusan pengadilan," kata Paiva.
Hingga saat ini, agama merupakan topik sensitif bagi pemerintah Malaysia.
Sebagian besar penduduk Malaysia adalah etnis Melayu yang beragama Islam. Populasi umat Muslim di negara ini mencapai 60 persen atau sekitar 29 juta dari total penduduk. Sementara sisanya adalah warga keturunan etnis Tiongkok dan India.
Umat Kristiani di Malaysia hanya sebesar sembilan persen dari jumlah penduduk.
Tahun lalu, pengadilan tertinggi Malaysia memutuskan bahwa surat kabar Nasrani tidak boleh menggunakan kata 'Allah' dalam merujuk Tuhan, karena akan rancu untuk jemaat berbahasa Melayu.
Pemerhati HAM internasional, Human Rights Watch, menyatakan bahwa Malaysia termasuk salah satu negara dengan pelanggaran HAM terburuk, khususnya kepada kaum transeksual.
Penduduk Malaysia yang sebagian besar memeluk agama Islam selalu berusaha memberikan citra Islam yang moderat. Namun, berbagai aturan Islam yang kuat menjadikan warga berbenturan dengan konstitusi.
Beberapa kasus yang berbenturan antara hukum agama dan hukum negara Malaysia telah menyebabkan konflik dalam beberapa tahun belakangan. Meskipun konstitusi Malaysia menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan memeluk agama dan kesetaraan gender.
Kasus lain yang tengah menjadi sorotan adalah tuduhan pelecehan seksual yang menyeret nama Anwar Ibrahim. Pemimpin oposisi Malaysia ini telah mengajukan banding atas putusan hukuman lima tahun penjara atas tuduhan melakukan sodomi kepada rekan kerjanya.