Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo diharapkan tidak hanya membawa sejumlah agenda ekonomi di Forum G20 hari ini di Brisbane, namun juga membahas hubungan bilateral Indonesia dengan Australia.
Seperti yang diketahui, hubungan Indonesia dan Australia kian merenggang dalam beberapa tahun belakangan.
Menurut Hikmahanto Juwana, pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, hubungan Indonesia dan Australia renggang akibat perbedaan pandangan soal kebijakan kedua negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hikmahanto menilai Perdana Menteri Australia Tony Abbot jangan bersikap unilateral soal pencari suaka.
Semenjak terpilih kembali menjadi perdana menteri tahun 2013 lalu, Abbott terkenal dengan kebijakan yang melarang warga tanpa kewarganegaraan mencari suaka di negeri kangguru tersebut.
Pasalnya, angkatan laut Australia kerap menembus batas perairan Indonesia untuk mengirimkan kembali perahu para pencari suaka tersebut.
"Jangan hanya mementingkan kepentingan Australia, lalu merugikan Indonesia," kata Hikmahanto kepada CNN Indonesia, Sabtu (15/11).
 Jokowi sudah lebih dari dua kali bertemu dengan PM Australia, Tony Abbott, yaitu ketika pelantikannya, dalam KTT ASEAN, Asia Timur dan G20. (Reuters/G20 Australia Handout) |
Hikmahanto menilai meskipun Jokowi dan Abbott memiliki hubungan yang baik, yang terlihat dari kehadiran Abbott pada pelantikan Jokowi akhir Oktober lalu, namun tak serta merta hubungan tersebut membuat Jokowi mengakomodir kepentingan Australia.
"Meskipun Jokowi bersikap baik terhadap Abbott dan bahkan berjanji akan mengakomodir kepentingan Abbott, Jokowi tidak bisa melawan rakyat Indonesia," ujar Hikmahanto.
Selain soal pencari suaka, hubungan Indonesia dengan Australia kian merenggang terlebih sejak skandal penyadapan Indonesia oleh Australia terungkap pada pertengahan 2013 lalu, oleh mantan mata-mata Amerika Serikat, Edward Snowden.
Skandal penyadapan yang fenomenal yang terjadi tahun 2009 dan melibatkan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta sejumlah menteri tersebut merupakan kasus besar yang merenggangkan kedua negara.
Mantan presiden SBY bahkan sempat menarik pulang Duta Besar Indonesia untuk Canberra selama enam bulan. Skandal penyadapan kini mulai mereda setelah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop sepakat menandatangai Code of Conduct, atau CoC yang berisi Tata Perilaku untuk Kerangka Kerja Sama Keamanan di Bali awal Oktober lalu.
"Tak perlu ada CoC juga tidak apa-apa sebanarnya, asal ada komitmen kuat dari pihak intelijen Australia untuk tak lagi melakukan penyadapan seperti itu di masa depan," ujar Hikmahanto.
Namun, Hikmahanto menekankan tensi yang sempat meningkat antara Indonesia dan Australia jangan sampai mempengaruhi hubungan masyarakat kedua negara.
"Jangan sampai ada aksi seperti sweeping terhadap warga Australia di Indonesia," ujar Hikmahanto.
"Corong masyarakat itu pemerintah. Biarkan jadi tugas pemerintah Indonesia yang harus bertindak keras dan tegas terhadap Australia, bukan masyarakatnya," kata Hikmahanto mengingatkan.
 Meskipun memiliki hubungan yang baik dengan Tony Abbott, Jokowi diharapkan tak serta merta mengakomodir kepentingan Australia. (Reuters/Beawiharta) |
Selain itu, Hikmahanto juga menyoroti soal kepentingan bisnis kedua negara,
termasuk soal pembatalan investasi BUMN di sektor bisnis ternak sapi.
"Australia kan menginginkan sapi kita berasal dari sana nantinya. Perlu diperhitungkan benar-benar apakah itu menguntungkan kedua belah pihak," kata Hikmahanto.
Jokowi sendiri sudah lebih dari dua kali bertemu dengan Abbott. Pertemuan pertama ketika Abbott menghadiri pelantikan 20 Oktober lalu, di Istana Merdeka. Keduanya kembali bertatap muka ketika menghadiri KTT ASEAN di Beijing awal pekan ini dan KTT Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar.
Jokowi kembali bertemu dengan Abbbot dalam sebuah jamuan makan malam yang berlangsung santai di Brisbane International Convention Center, Jumat (14/11) malam.
Dalam pertemuan kemarin, Jokowi menyatakan bahwa Australia sangat penting bagi Indonesia, karena ada ribuan mahasiswa Indonesia yang bersekolah di negeri kangguru tersebut.