Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan Indonesia dan negara tetangga, Australia, mengalami pasang surut. Namun, kunjungan Perdana Menteri Australia Tony Abbott dalam pelantikan Presiden Joko Widodo pada Senin (20/10) dinilai sebagai langkah inisiasi perbaikan hubungan kedua negara ini.
Sebelum bertolak ke Jakarta, Abbott sempat menyatakan bahwa Australia dan Indonesia adalah negara tetangga Australia yang sangat penting sehingga hubungan antara kedua negara harus terjalin dengan baik.
"Australia ingin presiden (Indonesia) terpilih dapat memimpin dengan baik karena Indonesia yang kuat, makmur dan menjunjung tinggi demokrasi mempunyai posisi penting di dunia," kata Abbott, Minggu (19/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diberitakan The Guardian, Abbott menggambarkan Indonesia sebagai negara demokratis yang semakin kuat di Asia. Abbott bahkan menyatakan Australia lebih membutuhkan Jakarta dibanding Jenewa.
Abbott bahkan sebenarnya tidak diundang secara langsung ke acara pelantikan Presiden Jokowi. Namun Abbott bersama sejumlah pemimpin negara memang lain tetap datang atas dasar inisiatif sendiri.
Ketika akhirnya kedua pemimpin negara ini bertemu secara empat mata di Istana Negara pada malam hari usai pelantikan, Senin (20/10), Jokowi dan Abbott dikabarkan mendiskusikan beberapa hal, antara lain soal kerja sama investasi dan pendidikan.
"Pelajar kita banyak di sana, tetapi pelajar mereka (Australia) tidak banyak di sini," kata Jokowi kepada para wartawan seusai bertemu Abbott, Senin (20/10).
Jokowi juga mengungkapkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Abbott mengundangnya untuk hadir pada pertemuan para kepala negara anggota G-20 di Brisbane.
Isu imigran dan skandal penyadapan
Namun, Jokowi tidak menyinggung beberapa hal krusial yang merenggangkan hubungan kedua negara sempat dibahas dalam pertemuannya dengan Abbot tersebut.
Salah satunya adalah soal kebijakan kedua negara terkait pencari suaka. Semenjak terpilih kembali menjadi perdana menteri tahun 2013 lalu, Abbot terkenal dengan kebijakan yang melarang warga tanpa kewarganegaraan mencari suaka di negeri kangguru tersebut.
Pasalnya, angkatan laut Australia kerap menembus batas perairan Indonesia untuk mengirimkan kembali perahu para pencari suaka tersebut.
Terkait hal ini, Jokowi sempat mengecam "kebijakan sekoci" pemerintah Australia yang mengirimkan kembali para pencari suaka di dalam sekoci melalui wilayah perairan Indonesia tanpa diundang.
"Kami akan berikan peringatan pada pemerintah Australia bahwa tindakan itu ilegal," ujarnya dalam wawancara ekslusif dengan Fairfax pada Sabtu, (18/10), seperti ditulis oleh The Sydney Morning Herald.
Tahun ini saja, tercatat lima kasus angkatan laut Australia memasuki perairan Indonesia secara ilegal.
"Kita memiliki aturan internasional dan Australia harus mematuhi itu," ujar Jokowi melanjutkan.
Selain itu, hubungan Indonesia dengan Australia kian merenggang terlebih sejak skandal penyadapan Indonesia oleh Australia terungkap pada pertengahan 2013 lalu, oleh mantan mata-mata Amerika Serikat, Edward Snowden.
Pada 2009, Australia menyadap percakapan telepon pejabat Indonesia, diantaranya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Ibu Negara Kristiani Herawati, mantan Makil Presiden Boediono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, juru bicara urusan luar negeri Dino Patti Djalal, juru bicara urusan dalam negeri Andi Mallarangeng, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Widodo Adi Sucipto, Menteri BUMN Sofyan Djalil, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Skandal penyadapan yang fenomenal tersebut merupakan kasus besar yang merenggangkan kedua negara. Mantan presiden SBY bahkan sempat menarik pulang Duta Besar Indonesia untuk Canberra selama enam bulan.
Skandal penyadapan kini mulai mereda setelah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop sepakat menandatangai Tata Perilaku untuk Kerangka Kerja Sama Keamanan di Bali awal Oktober lalu.
Skandal penyadapan berimbas kepada sejumlah investasi bilateral kedua negara, termasuk soal pembatalan investasi BUMN di sektor bisnis ternak sapi.
Sejak tahun 2013, Menteri BUMN Dahlan Iskan telah mengkonfirmasi beberapa perusahaan BUMN, yaitu PT Pupuk Indonesia dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), sudah menjajaki kerja sama joint venture untuk membeli 1 juta hektar lahan peternakan sapi di Australia, karena membuat anak sapi Australia dinilai jauh lebih murah dan menghasilakn kualitas sapi yang bagus.
Namun hingga kini, belum ada kabar lanjutan terkait pengembangan investasi ternak sapi oleh kedua perusahaan BUMN tersebut.